Berita Balangan

Menurut Psikolog Ini, Pengakuan Sebagai Juru Selamat Merupakan Bentuk Delusi Messianic

Dalam pandangan psikologi, kemunculan seseorang yang mengaku-ngaku sebagai nabi adalah pembicaraan seputar “normal atau tidak normalnya”.

Penulis: Isti Rohayanti | Editor: Alpri Widianjono
ISTIMEWA
Psikolog yang juga dosen PsikologI di Universitas Muhammadiyah Banjarmasin (UMB), Dyta Setiawati Hariyono 

BANJARMASINPOST.CO.ID, PARINGIN - Dalam pandangan psikologi, kemunculan seseorang yang mengaku-ngaku sebagai nabi adalah pembicaraan seputar “normal atau tidak normalnya”. 

Hal itu disampaikan psikolog di Banjarmasin, Dyta Setiawati Hariyono, terkait seorang warga Murung Ilung, Kecamatan Paringin, Kabupaten Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan, yang mengaku sebagai Nabi Isa. 

Dalam studi psikologis, ini sangat penting dibahas karena dengan demikian bisa mengetahui normal atau tidak normalnya tindakan-tindakan para pengaku nabi. 

"Kita mungkin selalu bertanya-tanya, apakah nabi-nabi palsu itu bisa dikatakan orang yang sehat mental. Tentunya, fenomena ini sudah merambah kepada tidak sehatnya mental seseorang atau bisa disebut dengan gangguan mental," ucap dosen Psikologi di Universitas Muhammadiyah Banjarmasin ini. 

Di dalam Studi Psikologi, ada panduan diagnosis dengan nama Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSM-IV), yakni suatu pedoman keluaran American Psychologist Association (APA) yang berisi daftar jenis-jenis gangguan jiwa beserta gejala-gejalanya. 

Terdapat suatu gangguan jiwa yang disebut dengan delusi messianic.

Sebuah tipe gangguan yang membuat pengidapnya merasa bahwa dirinya hadir ke dunia sebagai seorang juru selamat yang akan mengangkat manusia dari keterpurukan atau kesesatan menurutnya. 

Gangguan ini muncul karena adanya kemungkinan terjadinya konflik moral yang berat dan berkepanjangan dalam diri individu.

Kasus lain juga ada individu itu juga mengalami sampai pada depresi. 

Delusi itu, jelas Dyta, adalah satu dari beberapa bentuk perilaku abnormal dan patologi yang mana memiliki keyakinan yang salah dan meyakini suatu kebenaran yang kemungkinan besar bahkan hampir pasti tidak mungkin atau mustahil terjadi secara mutlak.

Orang-orang yang mengalami delusi, mencari bukti-bukti untuk mendukung keyakinan mereka, berusaha untuk meyakinkan orang lain dan melakukan tindakan-tindakan tertentu berdasarkan keyakinan tersebut. 

Mengaku Sebagai Nabi Isa, Warga Kabupaten Balangan Ini Beritahu Sang Istri pada 2001

Kepala Desa Murung Ilung Sebut Warga Tak Gubris Lelaki Mengaku Nabi Isa Juara Catur Ini

Orang yang mengalami delusi ini juga akan terkuasai oleh keyakinan yang dianggapnya benar.

Ia akan terus bertahan dan mengacuhkan fakta-fakta atau argumen-argumen masuk akal yang berlawanan dengan keyakinan mereka.

Malah bisa jadi, semua argumen yang melawan mereka itu dianggap sebagai konspirasi untuk membungkam mereka atau mereka jadikan sebagai bukti kebenaran atas keyakinannya. 

Keyakinan yang salah, yang dipegang teguh orang pengidap delusi berasal dari informasi yang salah atau tidak lengkap, atau merupakan dampak tertentu dari persepsi yang tidak benar (sering disebut ilusi).  

Dalam DSM IV, para psikolog Amerika yang tergabung dalam APA (American Psychologist Association) menambahkan satu tipe delusi lagi, yaitu apa yang disebut dengan delusi mesianik. 

Sesuai dengan namanya, mesianik berasal dari kata mesias, mesiah, al-masih, yang berarti juru selamat. 

Seperti pada kasus munculnya nabi palsu yang sekarang viral di medsos ini adalah salah satu contohnya.

Mengaku seorang nabi karena memiliki keyakinan sebagai seorang juru selamat yang hadir ke muka bumi guna menyelamatkan segenap umat manusia dan memerintahkan orang non-muslim masuk ajaran agama Islam. 

Kemungkinan penyebab utamanya hal ini terjadi ialah adanya konflik moral yang sangat berat dalam diri individu. 

Akar dari konflik moral ini ialah hubungan kasih sayang seseorang. 

Konflik moral ini sebagai suatu krisis identitas yang kemudian berujung pada keyakinan bahwa nilai-nilai atau norma-norma agama lama yang dulu dipegang erat tak akan bertahan lama. 

Konflik moral menuntut tanggung jawab, yang lalu diselesaikan melalui delusi mesianik, sSehingga membuat individu tersebut menobatkan dirinya sebagai penyelamat umat atau nabi. (Banjarmasinpost.co.id/ Isti Rohayanti) 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved