Wabah Virus Corona

Vaksin BCG Ampuh Tekan Virus Corona? WHO dan Peneliti Bahas Covid-19

Vaksin BCG ramai disebut mampu menekan Virus Corona atau Covid-19. WHO dan peneliti angkat bicara.

Editor: Rendy Nicko
TRIBUN/PUSPEN TNI/LETNAN KUNCORO
Petugas mengenakan masker dan hazmat suit sebelum melakukan evakuasi WNI yang tiba dari Wuhan di lokasi observasi Hangar Lanud Raden Sajad, Natuna, Kepri, Minggu (2/2/2020). WNI yang sebelumnya transit terlebih dahulu di Batam tersebut dievakuasi dari Wuhan, China, akibat merebaknya wabah Virus Corona. 

Editor: Rendy Nicko
BANJARMASINPOST.CO.ID - Vaksin BCG, akronim dari Bacille Calmette-Guérin (BCG), tengah diuji beberapa negara untuk memastikan apakah dapat melindungi manusia dari Virus Corona atau Covid-19.

Vaksin BCG merupakan vaksin tuberkulosis yang dibuat dari baksil tuberkulosis yang dilemahkan dengan dikulturkan di medium buatan selama bertahun-tahun. WHO pun angkat bicara saat vaksin ini disebut mampu basmi Virus Corona atau Covid-19.

Banyak masyarakat Indonesia yang melontarkan argumen di media sosial, dengan mengatakan bahwa Vaksin BCG berhasil membuat angka konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia rendah. Jauh di bawah Amerika Serikat yang hingga siang ini jumlah warga terinfeksi Virus Corona sudah lebih dari 710 ribu.

Kematian 1.290 Orang di Wuhan Karena Virus Corona Baru Diungkap China, Ini Alasannya

Bukan Senjata Ampuh Biologis, Virus Corona Digunakan China untuk Buktikan Ini ke Amerika

Pelanggan 1.300 VA Akan Bisa Nikmati Token Listrik Gratis PLN via www.pln.go.id

Hingga saat ini, belum ada hasil pasti yang diperoleh para ahli terkait vaksin BCG untuk melindungi diri dari Covid-19.

Lantas, benarkah vaksin BCG dapat melindungi diri dari virus corona baru SARS-CoV-2?

Panji Hadisoemarto, pakar kesehatan masyarakat dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada bukti kuat yang menunjukkan vaksin BCG bermanfaat melindungi seseorang dari Covid-19.

"Beberapa analisis yang dijadikan dasar hanya melihat adanya korelasi antara cakupan BCG dengan jumlah kasus Covid-19, tapi analisis 'ekologi' seperti ini banyak kelemahannya," kata Panji kepada Kompas.com, Sabtu (18/4/2020).

Beberapa kelemahan analisis ekologi atau studi pra-cetak pun dipaparkan epidemiolog Madhukar Pai dalam tulisannya yang terbit di Forbes, 12 Februari 2020.

"Sebagai peneliti tuberkulosis (TB), saya sangat senang jika vaksin BCG dapat melawan COvid-19. Tapi studi ekologis ini memiliki kelemahan serius yang diabaikan sebagian besar pemberitaan media," kata Madhukar Pai dalam tulisannya.

Studi ekologi pertama terkait hubungan BCG dan virus SARS-CoV-2, menggunakan data penyebaran Covid-10 pada 21 Maret 2020.

Studi ini menyimpulkan bahwa korelasi awal antara vaksinasi BCG dan perlindungan untuk Covid-19 menunjukkan bahwa BCG dapat memberi perlindungan jangka panjang terhadap virus corona baru.

"Studi inilah yang mendapat banyak perhatian media yang tidak kritis, bahkan sebelum peer-review. Jelas, itu menginspirasi banyak penelitian serupa," ujar Madhukar Pai.

Lebih lanjut Madhukar Pai mengatakan bahwa studi ekologis secara inheren terbatas karena data yang diambil sangat kasar dan segera menarik kesimpulan pada tingkat individu.

Dia memberi contoh tentang hal ini, negara merupakan unit analisis tapi kesimpulan dibuat untuk individu yang tinggal di negara tersebut.

Ahli epidemiologi menyebut ini sebagai kekeliruan ekologis. Pasalnya, kekeliruan ekologis muncul dari pemikiran bahwa hubungan yang diamati untuk kelompok pasti berlaku untuk individu.

Petugas medis memeriksa pasien Covid-19 di Rumah Sakit Leishenshan, Wuhan, China. Rumah sakit itu bakal ditutup setelah pasien terakhir virus corona dipindahkan.
Petugas medis memeriksa pasien Covid-19 di Rumah Sakit Leishenshan, Wuhan, China. Rumah sakit itu bakal ditutup setelah pasien terakhir virus corona dipindahkan. (Sky News)

Itu kelemahan pertama. Kelemahan kedua, durasi waktu sangat penting untuk memahami pandemi ini.

Beberapa analisis dilakukan sejak sebulan lalu. Sejak itu, penyebaran Covid-19 dan angka kemtian meningkat pesat di banyak negara.

Sebagai contoh, pada 21 Maret India melaporkan 195 kasus dan pada 11 April jumlah kasus terkonfirmasi menjadi 8.446 kasus. Angka ini meningkat 40 kali lipat.

Contoh lain, di Indonesia pada 21 Maret dikonfirmasi pasien positif 450 kasus. Hingga kemarin siang (17/4/2020), jumlah terkonfirmasi melonjak pesat menjadi 5.923. Angka ini meningkat lebih dari 10 kali lipat.

"Faktanya tingkat pertumbuhan kasus virus corona baru yang dikonfirmasi sekarang jauh lebih banyak. Jadi, jika analisis ekologi awal diulang sekarang, maka hasilnya akan sangat berbeda. Analisis ekologis yang lebih baru akan menunjukkan hasil yang kurang optimis dibanding yang pertama," ucapnya.

Negara-negara di seluruh dunia sedang berjuang meningkatkan pengujian. Ini artinya, jumlah kasus yang dilaporkan saat ini jauh di bawah perkiraan. Sementara kematian yang dilaporkan, tumpang tindih dengan banyaknya laporan kematian karena infeksi pernapasan lainnya.

"Analisis ekologis saat ini dapat menyumbang variasi dalam tingkat pengujian yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG mungkin tidak menawarkan perlindungan terhadap Covid-19," imbuhnya.

Diakui Panji, meski banyak kelemahan dalam analisis ekologis, di lain pihak vaksin BCG memang memiliki efek kekebalan yang cukup luas.

"Agak berbeda dengan vaksin lain yang efeknya sangat spesifik terhadap penyakit yang dilindungi, BCG kelihatannya 'melatih' kekebalan tubuh untuk lebih responsif terhadap penyakit lain," kata Panji.

Dia memberi contoh, vaksin BCG dipakai dalam pengobatan kanker kandung kemih untuk mengaktifkan kekebalan tubuh melawan sel kanker.

"Jadi, walaupun analisis ekologi yang ada mempunyai banyak kelemahan, memang ada alasan untuk percaya kalau BCG dapat memberikan perlindungan terhadap Covid-19," imbuhnya.

Panji mengingatkan, tentunya untuk memberi kepastian, harus dilakukan penelitian berupa clinical trial. Hal ini sudah dimulai di Belanda dan Australia.

"Sampai ada kesimpulan yang pasti, kita tetap harus menggunakan intervensi yang sudah diketahui akan efektif, yaitu intervensi berupa isolasi kasus dan physical distancing," tegasnya.

Dikatakan dokter umum di RSAL dr. Oepomo, dr Yance Tengker, vaksin BCG di Indonesia wajib diberikan.

"Vaksin BCG masuk di imunisasi dasar untuk bayi," kata dr Yance kepada Kompas.com, Minggu (18/4/2020).

Ilustrasi pencegahan dan penularan virus corona, pasien virus corona
Ilustrasi pencegahan dan penularan virus corona, pasien virus corona (SHUTTERSTOCK)

Kata WHO soal vaksin BCG dan Covid-19

Apa yang disampaikan Panji dan ditulis oleh Madhukar Pai, sama seperti keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

"Tidak ada bukti bahwa vaksin BCG melindungi orang dari infeksi virus Covid-19. Dua uji klinis untuk menjawab hubungan keduanya sedang dilakukan dan WHO akan mengevaluasi jika sudah ada bukti," tulis WHO dalam laman resminya.

Tanpa adanya bukti, WHO tidak merekomendasikan vaksinasi BCG untuk pencegahan Covid-19.

WHO merekomendasikan vaksinasi BCG neonatal di negara dengan kasus TB yang tinggi.

Pada 11 April 2020, WHO memperbarui ulasan bukti yang sedang berlangsung dari database ilmiah dan repositori uji klinis menggunakan istilah pencarian bahasa Inggris, Perancis, dan China untuk Covid-19, virus corona baru, SARS-CoV-2, dan BCG.

Tinjauan itu menghasilkan tiga pracetak (manuskrip yang diunggah online sebelum peer-review).

Penulis membandingkan kejadian Covid-19 di negara-negara yang menggunakan vaksin BCG dengan negara yang tidak menggunakan vaksin BCG, juga mengamati bahwa negara yang secara rutin menggunakan vaksin BCG pada bayi baru lahir memiliki lebih sedikit kasus COvid-19 yang dilaporkan saat ini.

"Studi-studi ekologi semacam ini rentan menjadi bias, termasuk perbedaan dalam demografi nasional dan beban penyakit, tingkat pengujian untuk infeksi virus Covid-19, dan tahap pandemi di setiap negara," tulis WHO.

Artikel ini tayang di Kompas.com dengan judul Soal Vaksin BCG Lawan Corona, WHO dan Ahli Sebut Belum Ada Hasil Pasti
 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved