Berita Tanahlaut
Tangkapan Melaut Turut Sepi, Nelayan Tala Terpaksa Pilih Hal ini
Padahal pada musim Timur saat ini adalah momen yang menggiurkan bagi nelayan karena banyaknya ikan yang bertebaran di perairan.
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Eka Dinayanti
Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Kalangan nelayan di Kabupaten Tanahlaut (Tala), Kalimantan Selatan (Kalsel), saat ini dilanda kegamangan.
Hal itu menyusul sepinya tangkapan melaut.
Padahal pada musim Timur saat ini adalah momen yang menggiurkan bagi nelayan karena banyaknya ikan yang bertebaran di perairan.
"Ini harusnya ramai-ramainya tangkapan melaut. Tapi ini sepi banget," ucap Amat, nelayan di Kecamatan Takisung, Rabu (6/5/2020).
Bapak tiga anak ini mengaku heran dengan sepinya tangkapan melaut saat ini.
• Nama Anak Elon Musk Jadi Trending Twitter, Warganet Bingung Bagaimana Cara Membacanya
• Permintaan Didi Kempot yang Bikin Putra Jokowi Menyesal Menolaknya, Kaesang Pangarep Ungkap Ini
• Fans Rangga Azof Marah, Heboh Haico Van Der Veken Tidak Lagi Perankan Cinta Samudra Cinta,
"Kok kayak lockdown juga ikannya, hilangan entah kemana," tandasnya.
Kegalauan serupa diutarakan Salapudin.
Nelayan di Desa Tabanio, Kecamatan Takisung, ini juga mengaku sepinya melaut saat ini.
"Saat ini tangkapan agak macet, sedikit sekali," ucapnya.
Warga RT 14 ini menuturkan penyebab sepinya tangkapan melaut dikarenakan berubahnya arah angin.
"Kalau musim Timur, anginnya kan Tenggara. Nah, ini malah angin Utara. Air laut jadi terang, ikannya menghikang," sebut Salapudin.
Ia mengatakan tak menentunya gerakan angin pada musim Timur saat ini mulai terjadi sejak awal 2020.
Tangkapan makin sepi dan masih berlanjut hingga sekarang.
Dirinya yang telah 20 tahun menjadi nelayan pun dibikin bingung oleh perubahan arah angin tersebut.
Lantaran hasil melaut kian tak menentu, sementara waktu saat ini dirinya memilih libur melaut.
Jika dipaksakan melaut risiko kerugian bakal makin besar.
Pasalnya, ongkos sekali melaut selama dua pekan mencapai Rp 12 juta.
Satu kapal umumnya lima orang.
Sementara hasil tangkapan sangat minim.
Sekitar sepekan lalu dirinya baru saja pulang melaut dan hanya membawa pulang 29 kilogram ikan tenggiri.
Padahal biasanya lima hingga enam pikul (1 pikul=100 kilogram).
Dikatakannya harga ikan laut saat ini sangat menggiurkan, namun hasil melaut tak seberapa.
Harga ikan tenggiri misalnya saat ini sekilogramnya mencapai Rp 90 ribu.
Satu ekor ukuran besar bobotnya bisa dua kilogram, ada juga yang tujuh ons.
Lalu, harga ikan tongkol juga cukup tinggi yakni Rp 15 ribu, ikan otek Rp 25-28 ribu (otek potong kepala), kemudian ikan layar Rp 30 ribu sekilogramnya.
Salapudin mengatakan rute melautnya ke dua tempat yakni ke Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kalteng) berjarak sekitar 110 mil dan ke Massalembu (Jatim) berjarak 120 mil.
Bapak tiga anak ini mengatakan seretnya tangkapan ikan saat ini berimbas pada beban hidup yang terasa berat.
Beruntung anak sulungnya telah berkeluarga dan tinggal dua anak yang jadi tanggungannya, santri di ponpes Martapura dan kelas 3 SD.
Kepala Desa Tabanio Madiansyah menuturkan jumlah nelayan kapal besar di kampungnya sebanyak 280 unit.
Sebagian besar saat ini sandar di sungai setempat.
Pantauan banjarmasinpost.co.id, sungai di lingkungan permukiman setempat disesaki jejeran kapal besar nelayan yang tambat.
(banjarmasinpost.co.id/roy)
