Kriminalitas Internasional
Trump Marah & Ingin Pecat Menhan AS Mark Esper Gara-gara Demo George Floyd
Presiden AS Donald Trump dilaporkan ingin memecat Menteri Pertahanan Mark Esper gara-gara ingin redam demo George Floyd pakai tentara ditolak.
Editor : Didik Trio Marsidi
BANJARMASINPOST.CO.ID, WASHINGTON - Gara-gara ingin menggunakan tentara meredam demo George Floyd ditolak, Presiden AS Donald Trump marah dan ingin memecat Menteri Pertahanan Mark Esper.
Kepada Wall Street Journal, sumber Gedung Putih mengungkapkan sang presiden marah kepada Esper karena tak mendukung usulnya mengerahkan militer.
Aksi protes merebak ke ibu kota Washington dan ratusan kota lain setelah George Floyd, seorang pria Afro-Amerika, tewas di Minneapolis pada 25 Mei.
Sumber internal itu berujar, Trump berunding dengan penasihatnya untuk memecat Mark Esper, Menhan AS keempat sejak dia menjabat pada 2017.
• Sudah Terima Rp 123.938.500, Kok Gaji Pimpinan KPK Mau Dinaikkan Lagi!
• BREAKING NEWS - Dalam Kurungan Kayu itu, ODGJ di Pandahan Tala Melewati Hari demi Hari
• KUNCI JAWABAN Soal SMA Kelas 1 2 3 Belajar TVRI, Matematika: Volume Benda Putar
Namun, si penasihat disebut menentang rencana presiden berusia 73 tahun, sehingga dia mengurungkan niatnya untuk mendepak Esper.

Si menhan bukannya tidak sadar bosnya murka. Karena itu, dia juga sudah mempersiapkan surat pengunduran diri, dilansir New York Post Selasa (9/6/2020).
Dia mulai menulis surat untuk meletakkan jabatan, sebelum dibujuk oleh staf maupun penasihat lain untuk mengurungkan niat.
Pada Rabu pekan lalu (3/6/2020), Esper mengatakan dia tidak berpikir mengerahkan tentara di jalanan AS untuk meredam demonstrasi diperlukan.
Sumber itu menuturkan, kalimat pembuka yang disampaikan dalam konferensi pers di Pentagon tersebut disebut menggegerkan Gedung Putih.

"Opsi untuk menggunakan personel aktif harus dipikirkan sebagai hal terakhir. Hanya dalam situasi yang paling mendesak," jelasnya.
Memecat kepala Pentagon bisa memberikan guncangan tak terduga dalam pemerintahan Trump yang saat ini sudah mengalami krisis.
"Hari itu benar-benar buruk. Presiden sempat kehilangan kepercayaan terhadapnya. Untungnya dia masih mempertahanaknnya," ujar si sumber.
Dalan pandangan sang presiden, kerusuhan yang ditimbulkan sudah membuat baik penegak hukum maupun Garda Nasional kewalahan.
Karena itu, dia pun mengusulkan untuk menerjunkan pasukan aktif di jalan-jalan AS untuk meredam aksi yang juga disertai penjarahan tersebut.
Namun para penasihatnya, termasuk Chairman Kepala Staf Gabungan Jenderal Mark Milley, menentang presiden mengaktifkan UU Pemberontakan 1807.