Berita Tanahlaut
VIDEO Tonggak Kayu Ulin oleh Warga Tanahlaut Ini Diolah Jadi Barang Bernilai Ekonomis Tinggi
Gatot Sugeng Santosa mengolah limbah kayu berupa tonggak kayu ulin menjadi bendara bernilai ekonomi tinggi
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Hari Widodo
Harganya pun seketika melambung, naik berlipat ganda dari harga beli bahan mentah (limbah kayu).
Kadang untuk membentuk meja kursi, jelasnya, diperlukan penyambungan karena tak semua dimensi dan bentuk limbah kayu ulin memadai.
Namun sebagian besar produksi tanpa sambungan atau murni sesuai bentuk asli. "Kalau yang asli tanpa sambungan harganya jauh lebih tinggi, bedanya bisa separo lebih," sebutnya.
Harga terendah meja kursi bikinan Gatot pun cukup mencengangkan yakni Rp 6 juta. "Sejauh ini harga beli tertinggi yang pernah saya dapatkan yakni Rp 15 juta.
Barangnya berupa meja dan kursi ukuran kecil saja tapi lengkap dengan empat unit kursi," sebut Gatot.
Ia menuturkan pembeli tertinggi tersebut yakni dari Madiun, Jawa Timur. "Itu harga di galeri saya, ngambil sendiri ke tempat saya. Jadi, itu orang Madiun yang bekerja di Kintap. Jadi pas balik langsung membawa barangnya," bebernya.
Lumayan banyak aneka jenis meja kursi limbah ulin yang terpajang di Galeri Berkat Bersama milik Gatot. Galerinya terletak di tepi jalan poros Desa Sumberjaya di wilayah RT 2/3.
Cukup mudah dijangkau, jaraknya dari jalan poros Trans Kalimantan jalur Kintap-Sungaidanau juga tak terlalu jauh yakni sekitar satu kilometer.
Kerajinan tangan Gatot tersebut mendapat perhatian pemerintah daerah dan perusahaan sekitar. Bahkan ia telah mendapat penghargaan dari Bpati Tala dan pada 2018 lalu pernah mengikuti pameran di JCC Jakarta.
Saat mengikuti pameran di ibu kota tersebut, Gatot dapat order lumayan banyak dari warga Malaysia. Orang dari negeri jiran itu memesan cermin berbingkai limbah kayu ulin.
Dikatakannya, sebenarnya saat itu sudah deal harga, ongkos kirim juga ditanggung. Namun permintaan barang cukup jumlah banyak. Hal tersebut yang kala itu membuatnya bimbang mengingat tak gampang mendapatkan bahan baku.
• Aipda Joko Ciptakan Kompor dengan Limbah Kayu Bantu Atasi Kelangkaan Elpiji, Ide Berawal dari ini
"Apalagi kemudian saat itu Dishut pindah ke provinsi sehingga kan kalau mengurus ini itu meski ke Banjarmasin. Akhirnya orderan tersebut tak dapat saya penuhi," papar Gatot.
Selain meja dan kursi serta cermin, juga ada produk lainnya. Di antaranya asbak seharga Rp250-500 ribu dan tasbih menang (timbul) seharga Rp 500-an ribu.
Gatot kini juga mulai mencoba memanfaatkan bahan baku kayu hutan lainnya, termasuk kayu akasia. Dengan begitu diharapkan pemenuhan bahan baku menjad lebih mudah dan dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak.(banjarmasinpost.co.id /idda royani)