Berita Tanahlaut
Warga kawasan Jalan Mufakat Pelaihari Keluhkan Armada Pabrik Pengolahan Rajungan, Begini Ihwalnya
Warga di kawasan Jalan Mufakat belakang markas Kompi Senapan Pelaihari, keluhkan lalu lintas armada pabrik pengolahan rajungan di wilayah setempat.
Penulis: BL Roynalendra N | Editor: Syaiful Akhyar
Editor: Syaiful Akhyar
BANJARMASINPOST.CO.ID, PELAIHARI - Warga di kawasan Jalan Mufakat belakang markas Kompi Senapan Pelaihari, Kelurahan Angsau, Kecamatan Pelaihari, Kabupaten Tanahlaut, keluhkan lalu lintas armada pabrik pengolahan rajungan di wilayah setempat.
Penyebabnya hingga kini aktivitas produksi di pabrik tersebut kerap berimbas terhadap tersendatnya lalu lintas di Jalan Mufakat. Hal ini dikarenakan pada waktu tertentu ada angkutan armada besar yang membawa kontainer.
"Kalau trailer yang mengangkut kontainer masuk, lalu lintas di Jalan Mufakat otomatis tersendat. Ya, karena kan cuma jalan lingkungan yang sempit dan kapasitas bebannya terbatas," tutur Rumani, tokoh warga Jalan Mufakat, Jumat (17/7/2020).
Dikatakannya, saat trailer kontainer lewat, pengendara lain terpaksa menepi karena seluruh bentang badan jalan penuh oleh badan armada besar tersebut. Hal itu cukup mengganggu warga.
• Ternyata Pengedara Tewas di Binderang Kabupaten Tapin Tabrak Truk Diam karena Pecah Ban
• Jaga Hak Pedestrian, Satpol PP dan Damkar Kapuas Lakukan Penertiban Banner dan Spanduk
• Bupati Tanahlaut Terima Bantuan Herbal Peningkat Imunitas dari KPH Tanahlaut, Begini Harapannya
• Titik Terang Pembunuhan Editor Metro TV Yodi Prabowo: Kejanggalan Pemilik Warung Diendus Anjing K-9
"Yang mengherankan, armada sebesar dan seberat itu kok bisa masuk ke jalan lingkungan yang sempit. Kok tak ada pengawalan, sedangkan truk tronton saja dikawal kalau melintas di jalan Trans Kalimantan," tandasnya.
Ia menuturkan setidaknya dalam sebulan trailer kontainer tersebut dua kali masuk ke Jalan Mufakat ke pabrik rajungan setempat. Umumnya masuk saat malam, namun kadang penah juga pagi.
Catatan banjarmasinpost.co.id, Pemkab Tanahlaut melalui instansi teknis terkait telah menghentikan aktivitas produksi pengolahan/pengemasan rajungan tersebut sejak sekitar tiga tahun lalu.
Hal itu dikarenakan ketiadaan izin usaha. Selain itu juga adanya keluhan warga sekitar yang tak tahan terpapar polusi udara (aroma amis) dari air limbah di pabrik tersebut.
"Setahu saya juga begitu (ditutup). Tapi kenyataannya kan masih ada aktivitasnya meski tak semaksimal dulu," sebut Rumani.
Dikatakannya, hingga sekarang pun masih ada warga sekitar yang bekerja di pabrik rajungan itu. Jumlahnya sekitar sepuluh orang.
(banjarmasinpost.co.id/idda royani)