Hari Kesaktian Pancasila 2020
Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020, Sejarah G30S PKI, Pahlawan Revolusi Gugur di Lubang Buaya
Jelang Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020, ini sejarah G30S PKI 2020. Kisah tujuh Pahlawan Revolusi Gugur di Lubang Buaya.
Penulis: Noor Masrida | Editor: Nia Kurniawan
BANJARMASINPOST.CO.ID - Tak terasa kita akan memperingati Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020, sejarah G30S PKI 2020 atau Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia tahun 1965 silam.
Peristiwa berdarah ini merenggut sejumlah nyawa dan di antaranya adalah para Pahlawan Revolusi.
G30S PKI merupakan peristiwa sejarah kelam bagi Indonesia yang diperingati setiap tanggal 30 September.
Pada G30S PKI ini merupakan aksi kejam PKI (Partai Komunis Indonesia) dimana anggotanya menculik perwira TNI, membunuh mereka secara kejam, dan membuang jasadnya di Lubang Buaya.
• LINK Live Streaming TV One Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI, Hari Kesaktian Pancasila 2020
• UCAPAN Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020, Ada 38 Contoh Bisa di Facebook Hingga Twitter
• UCAPAN Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2020 di Facebook Hingga Instagram, Cerita Asal Usul
Peristiwa tersebut tepatnya terjadi pada tanggal di Jakarta dan Yogyakarta.
Saat itu terjadi pemberontakan G 30 S dengan menculik beberapa TNI Angakatan Darat.
Para perwira TNI yang gugur dalam peristiwa tersebut kemudian sering disebut sebagai Pahlawan Revolusi.
Berdasar pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, ada 10 perwira TNI yang dianugerahi sebutan Pahlawan Revolusi.
Namun dari 10 sosok tersebut, ada 7 yang gugur di Lubang Buaya.
Siapa saja mereka?
Banjarmasinpost.co.id telah melansir dari Tribun Style yang merangkum ulasannya sebagai berikut:
1. Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani lahir di Purworejo pada 19 Juni 1922.
Ia mengawali karir dengan mengikuti wajib militer di Malang saat pemerintahan Belanda.
Ahmad Yani juga sempat bergabung dengan PETA saat zaman Jepang.
Ia dijadikan target penculikan dan pembunuhan G30S karena menolak pembentukan Angkatan Kelima, yakni buruh dan tani yang dipersenjatai.
Ahmad Yani dibuang di sumur Lubang Buaya, dengan tubuh penuh luka tembak.
2. Letjen Suprapto
Suprapto lahir di Purwokerto, 20 Juni 1920.
Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar Sudirman.
Sama dengan Ahmad Yani, Suprapto juga menolak usul pembentukan Angkatan Kelima. Oleh karena itu pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, Suprapto diculik dan dibunuh.
3. Letjend MT Haryono
M T Haryono adalah jenderal bintang 3 kelahiran Surabaya, 20 Januari 1924.
Jenderal bintang tiga ini dikenal sangat cerdas dan menguasai tiga bahasa asing yakni Belanda, Inggris serta Jerman.
Dia ditembak hingga meninggal dan jenazahnya disembunyikan di Lubang Buaya bersama perwira TNI yang lain.
4. Letjen Siswondo Parman
Pria kelahiran Wonosobo tanggal 4 Agustus 1918 ini merupakan seorang tentara intelijen.
Ia juga menolak usul D. N. Aidit tentang pembentukan Angkatan Kelima.
Malam itu, bersama dengan tentara lain yang telah ditangkap hidup-hidup, Parman ditembak dan tubuhnya dibuang di sebuah sumur bekas yang dikenal dengan Lubang Buaya.
5. Mayjen D. I. Pandjaitan
Panjaitan lahir di Balige, Tapanuli, 19 Juni 1925.
Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Karirnya terus naik, mulai dari komandan batalyon, lalu menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi, hingga menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Mayjen D. I. Pandjaitan juga menjadi sasaran penculikan dalam G30S.
6. Mayjen Sutoyo Siswomiharjo
Sutoyo lahir di Kebumen, Jawa Tengah. Ia menyelesaikan sekolahnya sebelum invasi Jepang pada tahun 1942, dan selama masa pendudukan Jepang, ia belajar tentang penyelenggaraan pemerintahan di Jakarta.
Anggota Gerakan 30 September memaksa dan menjemputnya dengan mengatakan bahwa Sutoyo dipanggil Presiden Soekarno.
Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya.
Di sana, dia dibunuh dan gugur sebagai Pahlawan Revolusi.
7. Kapten Pierre Tendean
Kapten Pierre Tendean mengawali karir militer sebagai intelejen.
Saat G30S terjadi, ia menjadi ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution.
Kala itu, anggota Gerakan 30 September mengira Pierre adalah AH Nasution.
Oleh karena itu, ia dibawa ke Lubang Buaya.
Di sana, ia disiksa dan dibunuh.
Jasadnya dimasukkan ke sumur tua bersama enam orang lainnya.
Sementara itu melansir laman serambinews.com berita dengan judul "Sejarah G30S/PKI - Kisah Jenderal ke-8 yang Lolos dari Maut.
Sosok Penting Militer dan Dibenci PKI" ada delapan jenderal menjadi target Gerakan 30 September atau G30S PKI pada 1965.
Seorang di antaranya lolos dan selamat dari penculikan dan pembunuhan malam itu.
Dia adalah Brigjen Ahmad Soekendro
Achmad Sukendro dilahirkan di Banyumas tahun 1923.
Seperti banyak anak muda seusianya, di zaman Jepang, ia memilih mendaftar menjadi anggota PETA.
Saat revolusi, Sukendro bergabung dengan Divisi Siliwangi. Nasution yang ‘menemukannya’ segera tahu dia bukan perwira biasa.
Cara berpikir dan kemampuan analisa Sukendro di atas rata-rata perwira lainnya.
Karena itu saat Nasution menjadi KSAD, ia menarik Sukendro sebagai Asintel I KSAD. Nyatanya, Sukendro tak mengecewakan.
Pada 1957, saat perwira-perwira daerah resah dengan kebijakan Jakarta dan berniat menuntut opsi otonomi, Sukendro – tentunya atas perintah Nasution – menggelar operasi intelijen.
Orang-orangnya masuk ke daerah dan menginfiltrasi pola pikir para perwira di daerah.
Hasilnya, saat suasana memuncak, praktis hanya komandan di Sumatra (PRRI) dan Sulut (Permesta) yang menyatakan diri berpisah dari Indonesia.
Lainnya, menarik dukungannya dan tetap dalam kibaran Merah Putih.
Tak hanya dalam lingkup nasional saja kiprah Sukendro.
Seiring dengan tugas belajar yang diperolehnya di Amerika Serikat (AS), ia juga sukses menjalin kontak dengan CIA.
Beberapa program kerjasama TNI dan CIA, mampir lewat tangannya.
Sampai-sampai ada anggapan pada masa itu, sosok Sukendro-lah temali utama yang menghubung Nasution dan juga Achmad Yani dengan CIA.
Bahkan dalam salah satu versi skenario Gestok, karena kecerdasan dan lobi baiknya dengan CIA.
Sukendro disebut-sebut sebagai salah satu orang yang layak dicurigai sebagai dalang, seperti disebut dalam buku Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto karangan FX. Baskara Tulus Wardaya.
Jika di satu sisi dianggap sebagai dalang, sisi lain apa yang membuat Sukendro masuk dalam daftar bidikan PKI?
Sukendro termasuk sosok penting di tubuh militer. Namanya masuk dalam grup jenderal elite yang dekat dengan Nasution maupun Yani.
Belakangan grup ini dikenal sebagai Dewan Jenderal. Anggotanya 25 orang, namun empat motornya adalah Mayjen S Parman, Mayjen MT Haryono, Brigjen Sutoyo Siswomihardjo dan Brigjen Sukendro.
Grup ini aktif melakukan counter politik untuk menandingi dominasi PKI. Nah, pokal Sukendro ini tentu saja membuat PKI geram.
Bagi PKI, perwira intelektual yang satu ini adalah bahaya laten.
Ia selamat dari penculikan itu, karena Soekarno meminta Sukendro menjadi anggota delegasi Indonesia untuk peringatan Hari Kelahiran Republik Cina, 1 Oktober 1965.
• Jadwal Film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI Tayang di TV One, Hari Kesaktian Pancasila 2020
(Banjarmasinpost.co.id/Noor Masrida/Editor: Nia Kurniawan)
