Badan Restorasi Gambut
Kain Sasirangan dan Upaya Melestarikan Nilai Budaya Masyarakat Desa Gambut di Kalimantan Selatan
Kain sasirangan memiliki nilai sejarah yang cukup panjang sebelum akhirnya diproduksi massal oleh masyarakat terutama di perdesaan Gambut
Penulis: Didik Triomarsidi | Editor: Didik Triomarsidi
Badan Restorasi Gambut (BRG) sebagai lembaga non-struktural yang bekerja untuk mengkoordinasi dan memfasilitasi restorasi gambut juga terlibat melestarikan dan mempromosikan kain sasirangan. Sejak 2018 lalu, BRG melatih masyarakat di desa-desa gambut membuat kerajinan kain sasirangan.
BRG mendukung pembentukan Kelompok Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang memproduksi kain sasirangan di sejumlah Desa Peduli Gambut di Kalimantan Selatan. Berbagai pelatihan dan akses pasar dihubungkan kepada kelompok yang banyak diisi oleh generasi milenial ini.
“Kami memberikan bantuan peralatan seperti mesin jahit dan sekarang dalam proses mengirimkan paket kamera digital untuk memudahkan pelaku UMKM menghasilkan foto produk yang bagus. Hal ini kami lakukan setelah sebelumnya memberikan pelatihan pemasaran digital,” kata Yuyus Afrianto, Plt. Kepala Sub Kelompok Kerja yang mengurusi Kemitraan dan pemberdayaan UMKM di BRG.

Pelatihan kepada anggota UMKM itu kini membuahkan hasil. Produksi kelompok usaha kain batik sasirangan telah merambah ke pasar nasional dan telah dipamerkan di manca negara. Sekarang, kelompok UMKM produsen kain sasirangan ini juga sudah mampu memasarkan produk mereka secara online melalui beberapa marketplace.
Dinamisator Desa Peduli Gambut Kalimantan Selatan, Enik Maslahah, mengungkapkan masyarakat dilatih memanfaatkan lahan gambut yang ada secara bijak. Menurut Enik, lahan gambut memiliki banyak keistimewaan. Bahkan lahan gambut bisa menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat yang hidup di perdesaan itu.
Termasuk menyediakan berbagai warna-warna alam yang indah untuk kain-kain sasirangan.
Perbedaan kain sasirangan biasa dengan kain sasirangan masyarakat desa gambut terletak pada penggunaan pewarna kainnya. Masyarakat desa gambut menggunakan pewarna alami yang tumbuh di lahan gambut sebagai pewarna utama pada kain sasirangan mereka.
Masyarakat menggunakan kunyit, daun rambutan, akar pohon-pohonan hingga bunga kamboja dan kenanga. Penggunaan pewarna alami juga mempermudah perajin mendapatkan bahan baku dari lingkungan sekitar dan efisiensi dari segi biaya produksi. Apalagi nilai jual ternyata lebih tinggi.
“Kain sasirangan juga sudah dikenalkan kepada pemerintahan kabupaten, provinsi dan instansi-instansi lain,” kata Enik Maslahah, Kamis (1/10).
Pemerintah kabupaten memamerkan kain sasirangan karya masyarakat desa-desa gambut di Festival Sasirangan Banjarmasin tahun lalu. Pada perhelatan itu, UMKM Desa Peduli Gambut mendapat juara 1 kategori stand kelompok usaha yang menjual produk ramah lingkungan.
Awalnya, kegiatan produksi sasirangan hanya dilakukan satu kelompok, yaitu Kelompok Eco Teratai di Kabupaten Hulu Sungai Utara.
Sekarang, mereka menularkan keterampilan ini kepada desa-desa lain seperti Desa Teluk Karya dan Desa Banuahanyar di Kabupaten Balangan.
Pemerintah daerah juga mendukung kegiatan kelompok usaha kain sasirangan di desa-desa gambut. Dukungan itu direalisasikan dengan banyak melibatkan kelompok usaha untuk mempromosikannya ke khalayak luas.
Menurut Pembina UMKM Kain Batik Sasirangan Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan, Hj Nursidah, kualitas kain batik sasirangan karya masyarakat desa gambut dinilainya cukup baik dan laku di pasaran. Bahan yang digunakan untuk memproduksi kain sasirangan tersebut mudah didapatkan sehingga mempercepat kerja para pengrajin.
Memang, kata dia, menggunakan pewarna alami cenderung tidak ‘ngejreng’ seperti pada kain sasirangan yang diwarnai oleh warna buatan. Namun, soal kualitas dia menjamin sangat baik untuk digunakan.