Menelusuri Tempat Bersejarah di Kalsel

Pernah Jadi Pusat Pemerintaha dan Perdagangan, Kota Barabai Dijuluki Paris van Borneo

Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dulunya merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan.

Penulis: Syaiful Anwar | Editor: Eka Dinayanti
istimewa
Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dulunya merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan. 

Editor: Eka Dinayanti

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Kota Barabai, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dulunya merupakan pusat pemerintahan dan perdagangan.

Tak mengherankan, jika kalangan Belanda menamakan Barabai sebagai Paris van Borneo.

Berdasarkan tulisan di situs Sejarah Kalsel dari FKIP Pendidikan Sejarah Universitas Lambung Mangkurat, dikatakan di bawah kepemimpinan Gerard Louwrens Tichelman, yang menjadi Controleur Belanda di Barabai pada 1926-1929, derap pembangunan ala Eropa merasuki ‘Kota Apam’.

Baca juga: Tempat Bersejarah di Kalsel, Titik Nol Kilometer Bandjermasin

Pegawai negeri Pemerintahan Kolonial Belanda yang lahir di Palembang pada 31 Januari 1893, dan meninggal dunia di Harlem Belanda, 3 Januari 1962 ini, mengabadikan foto-foto pembangunan Kota Barabai yang menggambarkan bagaimana kota ini didesain apik menuju kota modern ala Paris, Perancis.

Ada bioskop Juliana Theater (926) di Jalan Prinsen Adrian Weg (atau Prinsedran ala dialek Barabai), yang kemudian berganti menjadi Pasar Garuda.

Dan, setiap kali memeriahkan hari ulang tahun Ratu Belanda, diadakan pacuan kuda dan sepeda di Paardenrances, di lokasi yang sama.

Dengan mengambil rute, start dari Simpang Tengkarau hingga finish di Kerkof (pekuburan Belanda) Simpang Manjang.

Atau, pembangunan Ziekenhuis atau Hostipal Barabai yang merupakan fasilitas kesehatan terbuka bagi masyarakat umum, merupakan peninggalan Gerrad Louwrens Tichelman.

Barabai menjadi tempat permukiman elit Belanda, ada arena pacuan kuda, lapangan tenis, bioskop, rumah sakit.

Berbagai fasilitas jalan dan jembatan dibenahi serius, hingga menciptakan Kota Barabai sebagai kota modern di eranya.

Hal ini bisa dilihat dari peta yang dibuat antara 1920-1921 yang dipublikasikan Koninglijk Instituut voor taal, land en volkenkunde, Leiden Belanda pada tahun 1924, sebagai bagian dari tata kota ala Negeri Kincir Angin.

Era kolonial Belanda, Barabai merupakan daerah bawahan atau administrasi (onderafdeeling) Kandangan yang menjadi pusat kontrol di wilayah Banua Lima (kini menjadi Banua Anam).

Hal ini merujuk pada Staatblaad Tahun 1898 Nomor 178, Barabai yang bernama Onderafdeeling Batang Alai en Labooan Amas dipimpin seorang controller (setingkat bupati di era sekarang).

Sejak 14 Februari 1957, Barabai kemudian memisahkan diri dari induknya Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS).

Namun, dalam memori orang-orang Belanda tempo dulu, Barabai tetap dikenang sebagai ‘surga’ di kaki Pegunungan Meratus.

(banjarmasin post.co.id/syaiful anwar)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved