Imlek 2021
IMLEK 2021, Perjalanan Cap Go Meh di Indonesia, Dilarang Soeharto Dibebaskan Gus Dur
Dilansir dari National Geographic, kata Imlek berasal dari dialek Hokkian atau bahasa Mandarin Yin Li yang berarti kalender bulan.
IMLEK 2021, Perjalanan Cap Go Meh di Indonesia, Dilarang Presiden Soeharto Dibebaskan Presiden Gus Dur
Editor : Didik Trio Marsidi
BANJARMASINPOST.CO.ID - Tahun Baru Imlek merupakan hal yang sangat penting dan ditunggu-tunggu setiap tahun bagi masyarakat etnis Tionghoa ataupun keturunan China.
Perayaan itu biasanya sangat meriah dan juga banyak dirayakan oleh berbagai masyarakat keturunan Tionghoa yang ada di berbagai negara, termasuk di Indonesia.
Pada penanggalan kalender khusus Tionghoa, Tahun Baru Imlek dirayakan setiap tanggal 1 di tahun yang baru.
Sedangkan akhir perayaan Imlek tersebut ada di pertengahan bulan pada saat bulan purnama atau tanggal 15.
Baca juga: IMLEK 2021, Ini 5 Shio Keberuntugan di Tahun 2021, Ayo Cocokan dengan Tahun Lahir Kamu!
Baca juga: IMLEK 2021 dan Makna Tahun Kerbau Logam, Saat Tepat Berinvestasi Bagi Shio Babi
Baca juga: IMLEK 2021 Transisi Tahun Kematian, Berikut 5 Shio Beruntung dan Jadwal Libur dan Cuti Bersama
Perayaan akhir Imlek sering disebut Cap Go Meh.
Imlek atau Sin Cia tak kalah bedanya dengan tahun baru lainnya. Imlek merupakan Tahun Baru Tionghoa dan biasanya yang merayakan Imlek adalah warga Tionghoa.
Dilansir dari National Geographic, kata Imlek berasal dari dialek Hokkian atau bahasa Mandarin Yin Li yang berarti kalender bulan.
Sin Cia merupakan sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru.
Perayaan ini juga berkaitan erat dengan pesta perayaan datangnya musim semi. Perayaan Imlek dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama atau dikenal dengan istilah Cap Go Meh.
Sejarah Imlek masuk ke Indonesia
Diambil dari buku Nusa Jawa: Silang Budaya- Warisan Kerajaan-Kerajaan Konsentris (2005) karya Denys Lombard, sejak permulaan Masehi masyarakat China mulai migrasi ke Indonesia. Sejak saat itu perayaan Imlek telah dilakukan.
Seorang pendeta Fa Hsien sering berlayar dari China ke India dan sebaliknya. Pada 412, Fa Hsien berlayar dari Sri Lanka namun kapal yang dinaikinya terkena badai.
Kemudian Fa Hsien mendarat di Yawadwi yang sekarang bernama Pulau Jawa dalam bahasa Sansekerta.
Budaya China ini memiliki pengaruh bagi masyarakat Asia Tenggara, khususnya masyarakat Jawa. Pengaruh tersebut tidak hanya pada aspek kebudayaan, tetapi juga kehidupan sehari-hari.

Budaya China juga memberikan pengaruh pada perkembangan teknik produksi dan budi daya berbagai komoditas seperti gula, padi, arak, tiram, udang, garam, dan lainnya.
Bahkan China juga memberikan pengaruh besar pada sistem kongsi, teknik kemaritiman, perdagangan, dan sistem moneter di Jawa.
Buku Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 (2014) karya Anthony Reid mengatakan kemunculan China memiliki peran penting dalam perdagangan dunia. Ketika itu rempah-rempah merupakan komoditas utama dalam perdagangan antarbenua.
Oleh karena itu permintaan rempah-rempah dari Maluku ke Laut Tengah mengalami lonjakan. Sehingga banyak armada China yang dikirim ke Asia Tenggara.
Perayaan Imlek Orde Lama
Pada era Orde Lama, Imlek tidak bisa terlepas dari dimensi politik. Saat itu, Presiden Soekarno membangun persahabatan dengan pemerintah China. Untuk itu, perayaan Imlek diberikan tempat.
Hal tersebut dibuktikan dengan Ketetapan Pemerintah tentang Hari Raya Umat Beragama Nomor 2/OEM Tahun 1946.
Pada butir Pasal 4 disebutkan, Tahun Baru Imlek, Ceng Beng (berziarah dan membersihkan makam leluhur) dan hari lahir serta wafatnya Khonghucu sebagai hari libur.
Presiden Soekarno pernah mengundang Menteri Luar Negeri China, Zhou Enlai untuk datang pada Koferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955. Konferensi tersebut melahirkan Dasasila Bandung.
Di era tersebut, juga tercatat seorang etnis Tionghoa menjadi gubernur DKI Jakarta, Henk Ngantung. Seorang seniman pelukis yang membuat sketsa Tugu Selamat Datang di depan Bundaran Hotel Indonesia.
Perayaan Imlek Orde Baru

Pada masa Orde Baru, etnis Tionghoa mengalami kekangan dari pemerintah. Presiden Soeharto mengeluarkan Intruksi Presiden (Inpres) No 14/1967 tentang Pembatasan Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Tiongkok
Inpres tersebut menetapkan bahwa seluruh upacara agama, kepercayaan dan adat istiadat Tiongkok hanya boleh dirayakan di lingkungan keluarga dan dalam ruangan tertutup.
Dengan adanya Inpres, seluruh perayaan tradisi dan keagamaan etnis Tinghoa termasuk Tahun Baru Imlek, Cap Go Meh, dan sebagainya dilarang dirayakan secara terbuka.
Bahkan tarian Barongsai dan Liong dilarang dipertunjukkan pada publik.
Kebijakan represif tersebut dikeluarkan karena Orde Baru khawatir muncul kembali benih-benih komunis melalui etnis Tionghoa.
Selain Inpres, ditetapkan juga Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor 06 Tahun 1967 dan Keputusan Menteri Predagangan dan Koperasi Nomor 286/KP/XII/1978 yang isinya menganjurkan WNI keturunan yang masih menggunakan tiga nama untuk mengganti dengan nama Indonesia sebagai upaya asimilasi.
Bahkan etnis Tionghoa dianjurkan menikah dengan penduduk setempat, menanggalkan bahasa, agama, kepercayaan, dan adat istiadat dalam kehidupan sehari-hari.
Perayaan Imlek era Reformasi
Pada masa tersebut, Gus Dur diangkat menjadi presiden ke-4 dan membuka kebebasan beragama bagi masyarakat Tionghoa.
Hal tersebut ditandai dengan menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 pada tanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif (hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya).
Bahkan Gus Dur sempat menjadi saksi dan secara lantang membela pasangan Tionghoa yang ingin menikah namun ditolak oleh kantor catatan sipil yang merupakan institusi legal negara dalam pengesahan pernikahan.
Kebijakan Gus Dur kemudian disempurnakan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri. Dirinya mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek sebagai hari Libur Nasional.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2014 tentang pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/Pred.Kab/6/1967 tanggal 28 Juni 1967.
Keppres tersebut berisi menghapus istilah China dengan kembali ke etnis Tionghoa. Sampai saat ini Tahun Baru Imlek telah diakui kembali.(*)