Berita Banjarbaru
Hutan Kalsel Berkurang Dalam 10 Tahun, WALHI Sebut 50 Persen Kalsel Dibebani Ijin Tambang
Dalam kurun waktu 10 tahun ada penurunan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah dan semak belukar di Kalsel
Penulis: Milna Sari | Editor: Hari Widodo
Editor : Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) RI melakukan analisa penyebab banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Berdasarkan rilis LAPAN dari analisa selain karena curah hujan, juga diketahui adanya perubahan penutup lahan di DAS Barito sebagai respon terhadap bencana banjir yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Menarik juga juga disebutkan dalam kurun waktu 10 tahun ada penurunan luas hutan primer, hutan sekunder, sawah dan semak belukar yaitu masing-masing menurun sebesar 13 ribu hektar, 116 ribu hektar, 146 ribu hektar dan 47 ribu hektar.
Sebaliknya, terjadi perluasan area perkebunan yang cukup signifikan sebesar 219 ribu hektar.
Baca juga: TNI AD Kirim Puluhan Dus Popok Bayi Hingga Alat Berat, Bantu Korban Banjir di Kalsel & Gempa Sulbar
Baca juga: Banjir Kalsel 2021, Tim Satgas SAR Gabungan TNI AL Banjarmasin Evakuasi Balita dan Lansia
Perubahan penutup lahan dalam 10 tahun ini dapat memberikan gambaran kemungkinan terjadinya banjir di DAS Barito, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu masukan untuk mendukung upaya mitigasi bencana.
Sementara Direktur WALHI Kalsel, Kisworo mengatakan Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis.
Kalsel dengan luas 3,7 juta Ha, ada 13 Kab/Kota 50 persen Kalsel sudah dibebani ijin tambang 33 persen dan perkebunan kelapa sawit 17 persen belum HTI dan HPH.
Selain carut marut tata kelola lingkungan dan SDA, rusaknya daya tamping dan daya dukung lingkungan, termasuk tutupan lahan dan DAS, banjir kali ini juga sudah bisa diprediksi terkait cuaca oleh BMKG. Dan pemerintah lagi-lagi tidak siap dan masih gagap.
"Akhirnya rakyat lagi yang menanggung akibatnya. Sudah pandemi covid dihajar banjir, sudah jatuh ketimpa tangga," ujarnya.
Kisworo mendesak agar Pemerintah baik Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota untuk segera turun tangan dan segera bertindak.
Menetapkan status darurat dan benar-benar serius dan tidak gagap dalam penanganannya.
"Sama Armada Semen CONCH suruh stop. Mengganggu transportasi, proses distribusi dan evakuasi. Jalan dan jembatan juga akan cepat rusak," katanya.
Kedatangan Presiden Joko Widodo menurutnya juga harus harus menjamin keselamatan rakyatnya.
Salah satunya berani memanggil pemilik perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH dengan dialog terbuka.
Berdasarkan data LAPAN RI Hasil perhitungan luas genangan tertinggi terdapat di Kabupaten Barito Kuala dengan luas sekitar 60 ribu hektar, Kabupaten Banjar sekitar 40 ribu hektar, Kabupaten Tanah Laut sekitar 29 ribu hektar.
Baca juga: Banjir Kalsel 2021, Banjir Masih Genangi Jalan A Yani Km2 Hingga Km9 Banjarmasin Arah Luar Kota
Kemudian, Kabupaten Hulu Sungai Tengah sekitar 12 ribu Hektar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan sekitar 11 ribu hektar, Kabupaten Tapin sekitar 11 ribu hektar, dan Kabupaten Tabalong sekitar 10 ribu hektar.
Selainnya Kabupaten Balangan, Barito Selatan, Barito Timur, Barito Utara, Hulu Sungai Utara, Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Murung Raya antara 8-10 ribu hektar.
(Banjarmasinpost.co.id/Milna sari)