BTalk
BTalk, Mengenal Sisi Lain Undang-Undang ITE Agar Unggahan Tak Berujung Pidana
Menurut dua praktisi hukum di Banjarmasin, Kalsel, M Agung Wicaksono dan Adik Sanjaya, UU ITE sifatnya mendunia karena didasarkan pada dunia digital.
Penulis: Achmad Maudhody | Editor: Alpri Widianjono
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Bagi sebagian masyarakat, Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang lebih sering disebut ITE adalah suatu hal asing.
Bukan berarti tidak pernah mendengar istilah UU ITE, namun belum semua masyarakat mengerti tentang dasar, tujuan dan manfaat UU ITE disahkan dan diterapkan.
Tak dipungkiri bagi masyarakat awam, UU ITE identik dengan suatu ancaman terhadap kebebasan berpendapat.
Melalui program B-Talk, Rabu (25/8/2021), Banjarmasinpost.co.id menggali secara detail terkait UU ITE dengan menghadirkan perspektif dari dua praktisi hukum, M Agung Wicaksono dan Adik Sanjaya.
Keduanya merupakan pengacara muda yang tak sekali dua kali menjadi penasihat hukum pihak berperkara terkait UU ITE.
Baca juga: BTalk, Kenali Penyebab Gagal Ginjal
Baca juga: BTalk, Bahagia Walau Belum Punya Buah Hati
Bersama-sama keduanya membeberkan pengalaman dan pengetahuannya atas UU tersebut.
Adik Sanjaya tak menampik bahwa dari berbagai aspek UU ITE, perihal ancaman hukuman pidana bagi pelanggarnya memang lebih populer di telinga masyarakat.
Pihak yang terbukti melalui persidangan melakukan tindak pidana seperti yang diatur dalam UU ITE, bisa dijerat dengan pidana kurungan maksimal enam hinga tujuh tahun.
Selain itu, ada pula ancaman denda maksimal yang bisa mencapai Rp 750 juta. Hal ini diatur dalam Pasal 27, 28 sampai Pasal 35 dalam UU ITE.
"Kalau KUHP berhubungan antara individu dengan individu, individu dengan lembaga dan yang lainnya, UU ITE terkait dunia maya. Diciptakan untuk kepentingan warga masyarakat, baik di dalam maupun luar negeri. Sifatnya Undang-Undang ini mendunia, didasarkan pada dunia digital," kata Adik Sanjaya.

Agung mengatakan, meski mengatur terkait hal di dunia maya, namun dalam UU tersebut perihal unsur dan alat bukti yang ditetapkan dan dijabarkan sudah sangat valid dan terukur.
Salah satu unsur di dalamnya khususnya yang banyak disebut yaitu terkait penghinaan didasarkan pada delik aduan.
"Suatu penghinaan atau orang merasa disudutkan, memang harus melapor. Karena, pasal penghinaan itu adalah delik aduan. Tapi ketika dia tidak merasa dirugikan, maka tidak ada delik aduan," terang Agung.
Menurut Adik Sanjaya, salah satu perkara yang pernah ditanganinya terkait UU ITE yaitu perkara penghinaan melalui unggahan Facebook atau status di Whatsapp berisi fitnah atau ancaman yang merugikan salah satu pihak termasuk secara moril dan psikis.
Namun menurutnya, tidak serta merta setiap unggahan di dunia maya bisa memenuhi unsur pidana.
Baca juga: BTalk, Peran Ulama di Hari Kemerdekaan
Baca juga: BTalk, Pelajar Kalsel Jadi Anggota Paskibraka di Istana Merdeka pada HUT Ke-76 RI