Selebrita

Imutnya Meshwa, Anak Ketiga Denny Cagur dan Santy Widihastuti Yang Baru Lahir, Ini Instagramnya

Denny Cagur dan Santy Widihastuti dikaruniai anak ke 3 bernama Fazeela Meshwa Athari yang di panggil Meshwa. Bayi ini bahkantelah dibikinkan instagram

Editor: Irfani Rahman
Instagram/dennycagur
Denny Cagur dan istri 

Bikin Aturan

Selain melibatkan kakak dalam mengurus adik, orang tua juga bisa melakukannya lewat dongeng sebelum tidur. "Pilih cerita yang mengajarkan nilai-nilai tanggung jawab seorang kakak. Jika tak ada buku cerita yang menggambarkan hal demikian, bisa bikin dongeng kreasi sendiri. Entah tentang dua anak ayam kakak beradik yang tiap hari bertengkar terus, tak saling sayang, akhirnya dampaknya jadi apa," tutur Retno.

Tentunya, cerita/dongeng tersebut akan lebih merasuk ke benak anak bila diceritakan dengan intonasi yang mengena. Yang tak kalah penting, orang tua harus menjadi contoh bagi anak. Bukankah anak selalu belajar dari orang tua? Bila orang tua tak punya waktu untuk duduk sama-sama dengan anak atau main bersama, tentu anak pun akan meniru. "Ia tak akan tergerak mengajak orang lain, juga adiknya untuk main bersama dirinya," ujar Retno.

Tapi bila orang tua selalu menyempatkan diri untuk main bersama anak-anak, mengajarkan berbagi antara kakak-adik, maka anak-anak pun lama-lama akan terbiasa dengan hal demikian. Bahwa kemudian terjadi juga pertengkaran antara kakak-adik tentulah bisa dipahami.

Soalnya, anak usia prasekolah egonya masih tinggi, walaupun ada juga yang sudah mereda egoisnya dan mulai bisa sharing. Jadi, ujar Retno, tak usah heran bila menjumpai si kakak tak mau berbagi mainan dengan adiknya atau mengajaknya main bersama. "Yang penting orang tua terus mengajarkan kasih sayang, berbagi, dan tanggung jawab pada anak-anak."

Disamping, tentunya orang tua juga perlu menerapkan aturan terhadap kakak dan adik. Misalnya, kakak tak mau berbagi mainan dengan adik. "Pertama kali kita harus lihat, mainan itu milik siapa.

Juga, mainan itu sedang dimainkan oleh pemiliknya atau tidak. Bila si kakak sedang memainkan mainan itu dan adiknya ingin main pula, maka si adik harus menunggu sebentar sampai kakaknya selesai main," tutur Retno. Bisa juga dengan meminta izin dari si kakak, "Kak, boleh enggak Adik pinjam mainannya?"

Bila ia menjawab, "Mainan ini, kan, punyaku," tanyakan lagi, "Sampai berapa lama Kakak akan main? Sesudah itu, bolehkah Adik pinjam? Nah, ini lihat jam, Kakak main sampai jarum panjang jam terletak di angka ini, ya? Habis itu Adik boleh pinjam."

Konsekuen

Jadi, tandas Retno, orang tualah yang harus membuat aturan. Jangan sampai orang tua malah langsung memarahi si kakak, "Kamu, kan, kakaknya. Harus mengalah, dong!" Bila demikian, si kakak akan merasakan ketidakadilan dari orang tua. Bukankah si kakak juga punya hak pribadi yang sama seperti si adik?

"Kita saja kalau sedang asyik baca koran atau buku, lalu tiba-tiba ada yang merebut, kan, jadi marah. Nah, demikian juga anak-anak." Aturan ini juga bisa dibuat menyangkut masalah disiplin dan tanggung jawab pribadi. Misalnya, usai bermain harus membereskan mainannya, sebelum tidur gosok gigi, atau menaruh sandal dan sepatu di tempatnya jika masuk ke rumah, dan sebagainya. Namun aturan sebaiknya tak panjang-panjang mengingat usianya masih balita.

"Tentu saja, bila sudah membuat aturan harus dijalani dengan konsekuen. Jangan malah orang tua sendiri yang melanggar aturannya," lanjut Retno. Misalnya, aturan boleh menonton TV setelah mandi. Bila si anak tak mandi, ya, jangan nyalakan TV. Jangan sampai, anak belum mandi tapi karena orang tua ingin nonton telenovela, maka dinyalakan juga TV-nya. Tapi bila si anak sendiri yang melanggar aturan, menurut Retno, orang tua bisa menerapkan konsekuensi. Misalnya, adik boleh pinjam mainan kakak tapi setelah selesai main harus dibereskan. Nah, kalau ia tak mau membereskannya, katakan, "Nanti Adik tak boleh main mainan Kakak lagi, lo."

Dengan demikian tanggung jawab pun tak melulu milik kakak, tapi sang adik pun tetap harus bertanggung jawab pula atas segala perbuatannya. Jadi, konsekuensinya dalam bentuk mengingatkan, bukan hukuman. "Meskipun hanya diingatkan, anak juga akan tergerak memperbaikinya, kok," ujar Retno.

Hanya memang, lanjutnya, kebanyakan orang tua cenderung kurang sabar. "Dikiranya kalau anak sudah sekali diberi tahu akan langsung mengerti. Anak, kan, tak bisa seperti itu. Ia harus terus diingatkan." Selanjutnya, bila anak sudah melakukan seperti apa yang kita inginkan, berilah rewards semisal pujian, "Wah, anak Mama memang hebat, deh!" Sudah paham, kan, Bu-Pak!

Berantem itu Ada Bagusnya, Kok!

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved