Lifestyle
Lestarikan Kerajinan Tradisional Sasirangan, Pemuda Pelopor dari HSU Berdayakan Masyarakat Kampung
Zainal Fuad yang sejak 2019 menggeluti sasirangan dan mengajarkan proses pembuatannya kepada masyarakat sekitar di Amuntai
Penulis: Salmah | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID - Sasirangan sebagai kain khas Kalsel produsennya banyak di Banjarmasin. Sedangkan daerah lain sangat sedikit pengrajinnya, padahal potensi pasar sasirangan masih terbuka lebar.
Hal inilah yang memotivasi pemuda satu ini hingga giat memberdayakan masyarakat untuk belajar membuat sasirangan.
Sebagaimana di Amuntai, Hulu Sungai Utara, pengrajin sasirangan belum banyak, yang dominan adalah pengrajin purun dan enceng gondok yang memang banyak bahan bakunya di sana.
Adalah Zainal Fuad yang sejak 2019 menggeluti sasirangan dan mengajarkan proses pembuatannya kepada masyarakat sekitar di Amuntai.
Baca juga: Pemuda Pelopor Banjarmasin 2020 Azmi Galang Dana Bantuan untuk Bantu TK Alquran Nurul Ulum Tapin
Baca juga: Tiga Wakil Kalsel Bertarung di Ajang Pemilihan Pemuda Pelopor Tingkat Nasional Jakarta
Baca juga: Kabupaten HSU Persiapkan Lomba Pemuda Pelopor Tingkat Nasional
Ia memberdayakan warga dari beberapa kecamatan antara lain kalangan ibu rumah tangga, pelajar dan mahasiswa dengan jumlah 90 orang.
Ketertarikan Zainal pada sasirangan yaitu ketika kuliah di FKIP Prodi Fisika ULM Banjarmasin dan mengerjakan tugas akhir.
Saat itu ia diminta dosennya membuat skripsi yang berbasis ilmu fisika namun terkait dengan budaya Banjar.
"Saya pun belajar membuat sasirangan dengan menggunakan pewarna alami. Proses tersebut membuat saya paham tak hanya teori tapi juga dalam praktik," jelas putera Ekowisata Indonesia 2020 ini.
Zainal yang sehari-hari bekerja sebagai guru IPA di Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah Amuntai kemudian menjadikan sasirangan sebagai usaha sampingan.
"Ngajar sejak pagi hingga siang, selanjutnya masih ada waktu luang sehingga saya kembangkan hasil penelitian saat kuliah. Saya gunakan pewarna alami berbahan limbah gergaji kayu ulin untuk pewarna," kata Zainal yang menyandang sebagai pemuda pelopor tingkat nasional 2020 bidang Agama, Sosial, dan Budaya.
Awalnya tidak punya modal namun ketika ada pelatihan pewarnaan sasirangan ia ikut sebagai Duta Genre sekaligus mendampingi istri bupati HSU. Selesai kegiatan ia lanjut lagi belajar selama enam hari.
"Usai pelatihan saya lihat masih ada sekitar 13 lembar kain kemudian saya minta izin panitia untuk meminta bahan sisa itu. Saya bawa pulang dan dikerjakan memggunakan bahan alami yaitu sabut kelapa, daun mangga, akar mengkudu," jelasnya.
Saat melapor perihal produk sasirangan karyanya kepada istri bupati HSU, ia pun mendapat kesempatan ikut pameran di Banjarbaru pada Hari Keluarga Nasional dan terjual 300 lembar.
"Dapat uang penjualan Rp1,3 juta kemudian bagi tiga orang yang masing-masing Rp100 ribu. Selebihnya dibelikan kain untuk produksi lagi," tukasnya.
Saat ada lomba desain motif sasirangan yang digelar Dekranasda Kalsel, Zainal meraih Juara II se-Kalsel. Lantas motif kreasinya itu menjadi moti sasirangan untuk seragam hari jadi HSU pada 2020 lalu.
"Awalnya mengira bakal mengerjakan 50-100 lembar sasirangan ternyata malah ordernya 1.800 lembar. Bupati dam istri kemudian membantu saya dalam pendanaan karena ketiadan modal yang cukup untuk memproduksi order tersebut," jelasnya.
Modal sudah ada tinggal bagaimana mengerjakan sebanyak itu. Akhirnya Zainal menyisir dari rumah ke rumah. Masyarakat kampung itu dikelompokan menjadi khusus menjelujur, khusus menyisit dan khusus mewarna.
Selama dua tahun terakhir, Zainal menjadi desainer dan pengrajin untuk membuat seragam hari jadi HSU. Dalam pengembangan karya ia pun sering baca jurnal ilmiah dan YouTube.
Saat ini pesanan sudah banyak dari berbagai kalangan dan jika ordernta banyak maka ia minta bantuan warga sekitar untuk memproduksi.
Zainal yang juga ketua ECOmel Sasirangan kini berusaha mengembangkan sasirangan kombinasi bordir dan sasirangan kombinasi prada atau serbuk semacam gliter warna emas yang diaplikasi ke sasirangan.
Selain itu karya Zainal juga sudah ditampilkan di Pameran Singapura dan Pameran di Perancis. Meski demikian Zainal masih punya keinginan agar generasi muda HSU terus belajar membuat sasirangan.
Alasannya di Amuntai ada situs Candi Agung yang menandakan bahwa inilah cikal bakal kerajaan Banjar dan sasirangan itu kain yang ada sejak zaman kerajaan tersebut.
Baca juga: Kain Sasirangan dan Upaya Melestarikan Nilai Budaya Masyarakat Desa Gambut di Kalimantan Selatan
"Kenyataannya masih banyak generasi muda tidak mengenali budayanya. Semoga semakin banyak yang tertarik dengan melestarikan kerajinan tradisional tersebut," harapnya.
Sebagaimana di Pagatan ada produk khas berupa Tenun Pagatan, keinginan Zainal pula di Amuntai bisa dikembangkan usaha Tenun Sarigading yang selama ini hanya untuk pengobatan. (banjarmasinpost.co.id/salmah saurin)