Religi
Hukum Kripto dan NFT Menurut Ustadz Adi Hidayat, Simak Juga Fatwa MUI Soal Cryptocurrency
Saat ini sedang ramai soal Kripto dan NFT. Lantas bagaimana pandangan Islam? Simak penjelasan Ustadz Adi Hidayat terkait ini. Simak juga Fatwa MUI.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Saat ini sedang ramai soal Kripto dan NFT. Lantas bagaimana pandangan Islam? Simak penjelasan Ustadz Adi Hidayat terkait ini.
Sementara, sebelumnya, Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia ke-7 yang digelar pada 9-11-2021 di Jakarta telah membahas soal ini.
Ijtima Ulama diikuti oleh 700 peserta. Peserta terdiri dari unsur Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat, anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, pimpinan komisi/badan/lembaga di MUI Pusat.
Selain itu, dalam pertemuan itu dihadiri pimpinan MUI Provinsi, pimpinan Komisi Fatwa MUI Provinsi, pimpinan Majelis Fatwa Ormas Islam, pimpinan pondok pesantren, pimpinan Fakultas Syariah/IAIAN/PTKI di Indonesia.
Baca juga: Berdoa di Sujud Terakhir Saat Shalat, Ustadz Adi HIdayat Ungkap Hal yang Dibolehkan
Baca juga: Posisi Tidur Ini Bikin Perut Buncit Jadi Kempes, dr Zaidul Akbar Juga Ungkap Jurus Buat Perut Rata
Perhelatan rutin tiga tahunan ini menyepakati 17 poin bahasan salah satunya adalah Hukum Cryptocurrency.
Mengutip MUI.co.id, keterangan lengkap hasil pembahasan tentang Hukum Cryptocurrency adalah sebagai berikut:
Ketentuan Hukum
1. Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.
2. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.
Sementara, Ustadz Adi Hidayat menerangkan pandangan Islam tentang uang kripto dan NFT.
Dilansir dari kanal YouTube Adi Hidayat Official, Ustadz Adi Hidayat menjelaskan hukum uang kripto dalam Islam.
Menurut Ustadz Adi Hidayat Islam menyediakan 5 pedoman atau pegangan dalam berkehidupan dan ini menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.
Yang pertama adalah Hifdun Nafs atau menjaga jiwa.
Maksudnya adalah jangan sampai kemajuan-kemajuan dalam berteknologi, misalnya di bidang militer, arsitektur dan sebagainya ini mengancan jiwa.
“Maka diturunkan pedoman-pedoman dalam islam yakni misalnya wajibkan seperti ini, seharusnya seperti ini dan jangan sampai membahayakan jiwa-jiwa yang ada,” ujar Ustadz Adi Hidayat.
Yang kedua, hifdul mal atau kedudukan harta.
Ini adalah tujuan syariah, pedoman agama serta membimbing manusia dalam menjaga harta.
Memastikan hak dan kewajiban terpenuhi serta mendukung nilai-nilai kehidupan serta tatanan sosial sehingga tidak ada yang dirugikan.
Hal ini, kata Ustadz Adi Hidayat, dijelaskan pula ada turunan-turunan pedoman ini dalam kehidupan sosial.
“Misalnya dalam kewajiban sosial, ada kewajiban berzakat sehingga kekayaan tidak hanya dimonopoli oleh satu golongan atau unsur manusia manapun,” ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Dalam ranah pembahasan kripto dan segala turunan-turunannya yang ada di blockchain ini, Ustadz Adi Hidayat mengatakan bahwa semuanya diatur dalam pedoman yang tadi.
“Pendampingan syariahnya yakni di tujuan pokok syariat yang tadi kedua yakni Hifdul Mal, dalam konteks menjaga harta, sebab semua pokok pembahasan ini ada dalam konteks yang kedua,” ujar Ustadz Adi Hidayat.
Dia melanjutkan bahwa hal tersebut masuk dala kategori interaksi yang melibatkan unsur harta.
Lalu bagaimana islam memberikan perlindungan dalam transaksi dan iteraksi harta ini dalam konteks mu' amallah atau dalam konteks kehidupan manusia satu dengan yang lain.
“Maka nanti ada konsep dasar yang nantinya semua orang akan sepakat dan secara logika juga diterima, dan dibutuhkan oleh siapapun, apalagi oleh insan beriman yang sejatinya harus menaati ini semua,” jelas Ustadz Adi Hidayat.
Dijelaskan jika yang digunakan dalam berinteraksi ini ada unsur transaksi misalnya pertukaran antara benda dengan benda atau benda dengan jasa denga nominal tertentu maka ada ketentuan-ketentuan pokok.
“Jika barang dengan barang ataupun jasa dengan satu barang maka mesti jelas nantinya, yakni benda jelas bendanya kalau jasa jelas jasanya yang memang memiliki nilai yang bisa dipertukarkan,” sambung Ustadz Adi Hidayat.
Jelas di sini menurutnya adalah sesuatu yang wujudnya terlihat, atau keberadaannya terlihat.
Dirinya mengatakan bahwa contohnya antara uang dengan barang, sebab keduanya bersifat materi dan bisa dipertanggung jawabkan keberadaannya.
“Maka syarat utama dalam dalam fikih islam itu adalah barangnya mesti terlihat atau ada secara materi, maka dengan itu kepemilikan dari barang tersebut bisa dipastikan sempurna. Atau yang menandakan jika itu milik kita, artinya wujud dari barang itu memang ada,” jelas Ustadz Adi Hidayat.
Jangan sampai menurutnya seperti fatamorgana yang bisa dilihat tapi wujudnya tidak bisa dirasakan, menurutnya transaksi seperti ini tidak bisa memberikan kepastian.
Tidak memberikan kepastian disini adalah seperti judi ata qimar yang sifatnya gambling atau tidak pasti.
“Dimana orang yang mengeolola uang tersebut juga bisa untung sendirian tanpa memikirkan nasib dari orang yang menaruh hartanya di situ. Hal ini menimbulkan sesuatu yang sifatnya manipulatif itu qharar namanya, sehingga qharar dan qimar adalah sesuatu yang sangat dicegah oleh agama,” ungkap Ustadz Adi Hidayat.
Sehingga menurut UIstadz Adi Hidayat bisa menimbulkan mudarat atau ketidakseimbangan dalam transaksi ini sehingga berpotensi merugikan.
“Sekarang saya contohkan, jika saya memiliki barang, misalnya peci ini lalu akan dijual, lalu anda punya alat tukar, artinya kita akan bertransaksi dengan barang yang terlihat, uangnya kelihatan dan pecinya juga kelihatan,” ucap Ustadz Adi Hidayat.
Nah dirinya menambahkan ada juga transaksi yang digunakan untuk mengumpukan sedekan bgi kaum duafah, itu wujud fisiknya ada sebab bentuk dan keberadaan uangnya bisa dilihat secara materi.
“Akan tetapi jika dalam transaksi kripto itu bisa menimbulkan hal yang gambling, sebab secara wujud hal tersebut bisa dihadirkan. Di sini saya jelaskan bahwa memang dalam menjual NFT bisa dibuktikan wujudnya dengan disimpan di galeri lalu diptint itu wujudnya ada, tapi yang menjadi persoalan adalah dia ditransaksikan dengan uang kripto yang wujudnya tidak ada,” lanjut Ustadz Adi Hidayat.
Dirinya mengatakan bahwa memang secara digital nilai-nilai dari mata uang kripto ini bisa terlihat, tetapi tidak bisa dimunculkan dalam wujud yang bisa dibuktikan secara mateil.
“Jika kripto ini bisa diwujudka secara materil maka tidak ada masalah, tetapi hal ini tidak terjadi. Maka kenapa dalam urusan ini ulama sangat ketat, sebab hal ini tidak sesuai dengan syariat yang ada,” lanjut Ustadz Adi Hidayat.
"Jangan sampai dari transaksi uang kripto dan NFT ini malah hanya menguntungkan salah satu komunitas tertentu namun malah menimbulkan kerugian bagi banyak umat,” jelas Ustadz Adi Hidayat.
Baca juga: Nasib Ghozali Everyday yang Dulu Raih Miliaran dari NFT, Kini Wajahnya Bakal Sering Muncul di TV
Baca juga: Penampakan Wajah Bayi Ustadz Abdul Somad dan Fatimah, Arie Untung dan Sandiaga Uno Ikut Komentar
Dapatkan informasi lainnya di Googlenews, klik : Banjarmasin Post
(Banjarmasinpost.co.id/Mariana)