Religi
Waktu Menunaikan Shalat Isyraq, Simak Juga Niat & Tata Caranya serta Keistimewaan Shalat Sunnah Ini
Buya Yahya menjelaskan soal Shalat Isyraq . Simak juga waktu dan tata cara shalat sunnah ini
BANJARMASINPOST.CO.ID - Berikut ini adalah waktu untuk menunaikan Shalat Isyraq. Buya Yahya berikan penjelasan tentang shalat sunnah ini.
Simak juga niat dan tata cara serta keistimwaaan Shalat Isyraq ini.
Di pekan ketiga bulan Syawal 1443 H ini hendaknya kita terus meningkatkan ibadah kita.
Ibadah wajib jangan ketinggalan dan ibadah sunnah harus ditambah.
Umat Islam yang melaksanakan ibadah shalat sunnah termasuk Shalat Isyraq, akan mendapatkan pahala.
Baca juga: Doa Rasulullah Ketika Kesusahan Dijabarkan Ustadz Khalid Basalamah, Baik Dibaca Ketika Ada Masalah
Baca juga: Keutamaan Menjalankan Puasa Senin Kamis, Puasa Sunnah yang Dianjurkan Rasulullah SAW
Shalat isyraq dikerjakan pada pagi hari, yang mana waktu pelaksanaannya mensekati shalat dhuha.
Bagaimana tata cara Shalat Isyraq?
Buya Yahya menjelaskan terdapat perbedaan pendapat tentang adanya shalat isyraq.
Menurut Imam al-Ghazali, Imam as-Suyuthi, dan Syekh Alil Muttaqi al-Hindi, shalat Isyraq bukan shalat Dhuha, sedangkan menurut kebanyakan ulama adalah shalat Dhuha.
Dalil yang mendasari kesunnahan shalat Isyraq di antaranya adalah hadits berikut:
كَانَ إِذَا أَشْرَقَتْ وَارْتَفَعَتْ قَامَ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَإِذَا انْبَسَطَتِ الشَّمْسُ وَكَانَتْ فِي رُبُعِ النَّهَارِ مِنْ جَانِبِ الْمَشْرِقِ صَلَّى أَرْبَعًا (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي)
Artinya, “Ketika matahari terbit dan mulai naik (satu atau dua tombak) maka Rasulullah ﷺ berdiri dan shalat dua rakaat; dan ketika matahari mulai menjulang tinggi dari arah timur dalam seperempat siang maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali t).
Baca juga: Bacaan Doa Masuk WC, Buya Yahya Jelaskan Hukum Membaca Dzikir di Toilet
Baca juga: Niat dan Tata Cara Mandi Wajib, Simak Penjelasan Ustadz Adi Hidayat Tentang Pentingnya Mandi Ini
(Abdurrahman bin Husain al-‘Iraqi, al-Mughni ‘an Hamlil Asfâr fî Takhrîji Mâ fil Ihyâ’ ‘anil Akhbâr pada Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, [Dârul Kutubil Islamiyyah], juz I, h. 197).
كَانَ النَّبِيُّ ﷺ إِذَا زَالَتِ الشَّمْسُ مِنْ مَطْلَعِهَا قِيْدَ رُمْحٍ أَوْ رُمْحَيْنِ كَقَدْرِ صَلَاِة الْعَصْرِ مِنْ مَغْرِبِهَا صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ أَمْهَلَ حَتَّى إِذَا ارْتَفَعَ الضُّحَى صَلَّى أَرْبَعًا. (رواه الترمذي والنسائي وابن ماجه من حديث علي. حسن)
Artinya, “Ketika matahari bergeser dari tempat terbitnya seukuran satu atau dua tombak, sebagaimana ukuran waktu shalat Ashar dari Maghribnya, maka Nabi ﷺ shalat dua rakaat, kemudian beliau diam (tidak shalat) sampai ketika waktu Dhuha naik, maka beliau shalat empat rakaat.” (HR at-Tirmidzi, an-Nasai dan Ibnu Majah dari hadits Ali. Hadits hasan).
