Berita Banjar

Pertahankan Kuliner Banjar, Pedagang di Sekumpul Martapura ini Pakai Alat Masak Berusia 1 Abad

Nur Aina, warga Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar yang setiap hari berjualan secara bergilir di sejumlah pasar rakyat di Banjarbaru.

Penulis: Salmah | Editor: Eka Dinayanti
banjarmasinpost.co.id/salmah
Nur Aina, pembuat dan penjual apam bandangkak atau apam batil dengan menggunakan alat masak yang berusia 100 tahun lebih 

BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Masyarakat Kalimantan Selatan punya banyak kuliner khas.

Beberapa di antara kuliner tradisional itu adalah kategori makanan berat dan makanan ringan.

Masuk kategori makanan ringan atau kudapan tradisional Banjar itu berupa apam atau serabi, lupis, laksa, kokoleh, puracit alias putu mayang.

Di Kalsel, mendapatkan makanan khas tersebut tidak sulit.

Di sejumlah pasar tradisional masih banyak penjual makanan tersebut.

Baca juga: Paralayang Bakal Hadir di Tahura Sultan Adam Mandiangin Kabupaten Banjar

Baca juga: Wakapolres Banjar Raih Gelar Doktor di Unissula Semarang dengan Predikat Cum Laude

Salah satu penjual, Nur Aina, warga Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar yang setiap hari berjualan secara bergilir di sejumlah pasar rakyat di Banjarbaru.

Dagangan kulinernya terdiri apam batil, putu mayang, kokoleh, lupis, pais sagu.
Khusus apam batil dimasak langsung di tempat berjualan.

Lainnya sudah siap saji.

Apam batil ini nama lainnya adalah apam badangkak, karena merujuk kebiasaan orang di pasar zaman dulu saat makan itu sambil jongkok alias badangkak.

Menurut Nur Aina, berjualan makanan tradisional Banjar ini sudah menjadi pekerjaan keluarganya secara turun-temurun dimulai dari pedatuan (orangtua dari kakek-nenek).

"Sejak dulu pekerjaan kami berjualan ini. Bahkan peralatan masak berupa wajan yang kami pakai adalah warisan dari pedatuan kami yang asal Amuntai (Hulu Sungai Utara)," ujarnya.

Ada sekitar dua puluh wajan peninggalan padatuan yang dipakai turun-temurun dan usia wajan tersebut sudah seratusan tahun lebih.

"Wajan tersebut dibagi-bagi untuk anak cucu dan cicit yang berjualan makanan tradisional ini. Dan memang kami semua tidak ada pekerjaan lain selain ini," ungkap Nur Aina yang suami dan anaknya juga berprofesi sama.

Orangtua Nur Aina berjualan makanan tradisional di Palangkaraya.

Adapun suami NurAina berjualan di Tanjung Rema dan anak sulungnya di Sekumpul, Martapura.

Tiga wajan berbentuk segitiga berusia seabad yang dipakai Nur Aina masih terlihat kokoh meski ada yang sudah tak sempurna bentuknya karena ada bagian yang patah.

"Satu wajan ada yang ujungnya himpal (terpotong). Memang sengaja dipotong karena ada orang yang minta, katanya untuk syarat membangun rumah dan ada juga yang membangun rumah walet," papar Nur Aina.

Dalam sehari setidaknya bahan baku diperlukan untuk membuat makanan tradisional itu memerlukan 1-2 blek (1 blek; 20 liter) tepung beras.

"Dalam seminggu saya jualan ada yang dua pasar dalam sehari. Seperti hari ini pagi jualan di Pasar Palam, sorenya di pasar lain, tergantung hari pasarnya. Nah kalau seperti ini dalam sehari memasak hingga dua blek," papar Nur Aina.

Di Pasar Palam, Banjarbaru, Nur Aina berjualan dua kali seminggu yaitu Senin dan Rabu.

Sejak pagi pukul 06.30 Wita ia sudah menata lapak dan mulai memasak apam.

"Alhamdulillah selalu banyak pembeli. Pukul 10-an saya bereskan dagangan, setelah itu pulang dan jelang sore siap jualan lagi di pasar lainnya," tutur Nur Aina.

Harga per satuan baik apam, kokoleh, lupis, putu mayang, terbilang murah.
Cukup membayar Rp2000 saja.

Dengan harga itu wajar jika banyak yang beli dan yang makan di tempat bisa bertambah.

Baca juga: Cegah PMK, Bhabinkamtibmas Polres Tabalong Sambangi Kandang Sapi Warga di Kelua

Baca juga: Subsidi Dicabut, Penjual Minyak Goreng Curah di Banjarbaru Tetap Jual Rp 14 Ribu Per Liter

"Ada yang makan di sini dan ada yang dibungkus dibawa pulang. Selain jualan di pasar saya juga melayani pesanan untuk acara-acara macam resepsi perkawinan dan ulang tahun," papar Nur Aina.

Konsisten dan sabar berjualan meski tidak menetap, namun urusan penghasilan tidak bisa dianggap enteng.

Nur Aina dan keluarganya bisa hidup nyaman seperti pedagang yang punya kios atau toko.

Hanya dari jualan makanan tradisional yang tempat jualannya berupa lapak di pasar rakyat, keluarga Nur Aina mampu punya rumah dan beli mobil.

"Ya, alhamdulilah, bersyukur atas pemberian Allah SWT. Berapapun rezeki hari itu harus disyukur, ditabung untuk keluarga," paparnya.

Bahkan, lanjut Nur Aina, ibunya mampu berangkat haji dari uang berjualan makanan tradisional tersebut.

Baginya, pekerjaan apapun asalkan halal, harus ditekuni dan sabar menjalaninya, maka insya Allah akan membuahkan hasil," tandasnya.

(banjarmasinpost.co.id/Salmah Saurin)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved