Subsidi BBM

Subsidi BBM Diakui Jokowi Tidak Besar, Tapi Besar Sekali dan Bisa Bangun Ibu Kota Nusantara

Subsidi BBM di Indonesia diakui Presiden Jokowi bukan besar. Melainkan besar sekali dan bisa digunakan untuk membangun Ibu Kota Nusantara.

Editor: M.Risman Noor
tribunnews
Jokowi mengatakan subsidi BBM bukan besar melainkan besar sekali. 

Namun, dirinya jadi paham di mana kekuatan Indonesia. Di sisi lain, saat Indonesia menghentikan ekspor minyak goreng, ada juga dua hingga tiga kepala negara yang menelepon Jokowi.

Baca juga: Bertolak Belakang dengan Disdukcapil, PN Surabaya Izinkan Perkawinan Beda Agama

"Waktu minyak goreng stop ekspor, batu bara juga untuk kebutuhan dalam negeri juga ada 2-3 presiden telepon saya. Pak, kalau enggak segera kirim, kami akan ada gejolak politik di negara saya tolong dikirim," ungkap Jokowi menirukan permintaan para presiden itu.

"Saya cek kira-kira ada (persediaan) 3 juta ton, permintaan 200.000 ton. Ya sudah kirim saja. Jadi kita tahu posisi kita di mana, di sini mulai kelihatan, batu bara kita punya kekuatan besar, CPO, nikel kita punya kekuatan besar," lanjutnya.

Namun, Jokowi mengingatkan bahwa pemerintah tidak bisa terus-menerus melakukan ekspor bahan mentah. Sebab, Indonesia sedang menggencarkan industrialisasi dan hilirisasi.

Dalam waktu dekat mobil mewah, mobil dinas TNI/Polri serta BUMN dilarang mengkonsumi Bahan Bakar Minyak (BBM)  jenis Pertalite atau Ron 90.

Pasalnya Pertalite saat ini masih dibawah harga atau mendapatkan subsidi dari Pemerintah.

video Jokowi Tahan Harga Pertalite agar Tak Naik dan Subsidi hingga Rp502 Triliun.
video Jokowi Tahan Harga Pertalite agar Tak Naik dan Subsidi hingga Rp502 Triliun. (capture video)

Rencana pelarangan mobil mewah dan mobil dinas membeli Pertalite di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ini akan diatur Pemerintah melalui Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

"Pertalite ini harganya masih di bawah harga keekonomian dan pemerintah harus memberikan kompensasi dan diperuntukkan untuk masyarakat kurang mampu. Mobil mewah tentu tak diperkenankan," kata Kepala BPH Migas, Erika Retnowati saat rapat dengan Komisi VII DPR, beberapa waktu lalu.

Erika menjelaskan pihaknya tengah menyusun petunjuk teknis kriteria pembeli Pertalite, termasuk definisi kendaraan mewah yang dimaksud.

"Upaya yang kami lakukan saat ini adalah kami sedang mengusulkan untuk perubahan atau revisi atas Perpres 191 Tahun 2014. Jadi kemarin sudah disampaikan Pak Menteri (ESDM) ke Presiden untuk kemudian kami bahas dengan Setneg dan Setkab," katanya.

Baca juga: LPPL dan Bawaslu Tabalong Teken Nota Kesepahaman, Bupati :Bentuk Kebersamaan Pengawasan Partisipatif

Erika mengatakan kategori mobil mewah itu nantinya akan merujuk pada besarnya Cubicle Centimeter (cc) mesin.

"Memang pada saat kami membahas banyak perdebatan dan kami sampai pada kesimpulan akan ditetapkan pada cc-nya. Kenapa? Kami melihat konsumsinya karena cc-nya besar maka akan mengonsumsi BBM yang banyak dan mereka itu dirancang untuk tidak konsumsi Pertalite dengan spesifikasi mesin dan bahkan lama-lama akan merusak mesin juga," ujar Erika.

Kajian soal kategori mobil mewah berdasarkan cc itu akan dilakukan dengan menggandeng Universitas Gadjah Mada.

Diharapkan ketetapan soal itu bisa terbit pada Agustus atau September.

"Kami harapkan sekitar Agustus-September bisa kita launching, bisa kita lakukan uji coba ini kan masih proses penerbitan regulasi, setelah ditetapkan kita akan lakukan sosialisasi terlebih dahulu. Sehingga itu diharapkan bisa di Agustus dan September," kata Erika.

Sumber: Kompas.com
Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved