selebrita

Insiden Mata Kru Panji Petualang Disembur Ular Kobra, Ini Cara Heru Gundul Beri Pertolongan Pertama

Pawang ular Panji Petualang memang memiliki banyak koleksi ular hasil rescue yang dipelihara olehnya dengan baik dan aman

Penulis: Kristin Juli Saputri | Editor: Edi Nugroho
YouTube PANJI PETUALANG
Salah satu kru Panji Petualang mengalami insiden berbahaya. Salah satu matanya disembur ular kobra. Matanya menjadi iritasi setelah terkena semburan bisa ular kobra Jawa. Heru Gundul memberikan pertolongan pertama untuk korban. 

Taring ular ini seperti pistol air dan racun yang membutakan tidak sepenuhnya tepat untuk melumpuhkan mangsa. Jadi para peneliti melihat ini sebagai kesempatan sempurna untuk menyelidiki sejarah evolusi ular dari karakteristik ular berbisa yang tidak biasa ini.

Ular pertama kali mengembangkan kemampuan untuk menyuntikkan racun antara 60 hingga 80 juta tahun yang lalu.

Sejak itu, ribuan spesies ular dalam superfamili Colubroidea telah mengubah resep aslinya dan memodifikasi bagian mulut mereka agar sesuai dengan kebutuhan makanan mereka.

Dalam studi ini, peneliti menggunakan fosil sebagai kalibrasi dengan teknik penanggalan molekuler pada genom sejumlah ular kobra meludah (Naja species), rinkhals (Hemachatus haemachatus), dan kerabat spesies ini yang tidak meludah (Walterinnesia aegyptia dan Aspidelaps scutatus).

Hasil studi yang telah dipublikasikan di jurnal Science ini menunjukkan kobra meludah Afrika mengembangkan kebiasaan mereka antara 6,7 hingga 10,7 juta tahun yang lalu. Sedangkan kerabat dekat mereka dari Asia mengikutinya pada 4 juta tahun kemudian.

Rinkhal sulit dijelaskan, tetapi kemampuan menyemburkan bisa telah terpisah dari kobra meludah lainnya pada lebih dari 17 juta tahun yang lalu.

Berdasarkan analisis racun pada bisa ular kobra tersebut, peneliti mengungkapkan bahwa penampilan mereka tampak memiliki lebih banyak kesamaan satu sama lain, daripada kerabat yang tidak meludah.

Kecuali kandungan racun neurotoksik pada spesies ular kobra Naja philippinensis.

Efek kimia pada racun yang menyakitkan juga telah diuji dengan menggunakan jaringan dan saraf yang hidup.

"Kami menguji bagaimana komponen racun memengaruhi saraf penginderaan rasa sakit dan menunjukkan bahwa kobra yang meludahkan racunnya menyebabkan rasa sakit yang lebih efektif dibandingkan kobra yang tidak meludah," kata ahli saraf Irina Vetter dari University of Queensland, Australia.

Selain itu, dari jumlah hasil menunjukkan kobra meludah dan rinkhal menggunakan kembali racun dan taring mereka secara independen, berubah menjadi mekanisme pertahanan yang mampu mengurangi ancaman dari predator besar.

Namun, peneliti tidak bisa memastikan predator besar yang dimaksudkan. Mereka menduga berdasarkan bukti yang ada, kemungkinan predator besar adalah primata, sebab ular telah memengaruhi neurologi dan perilaku primata.

"Sangat menarik untuk berpikir bahwa nenek moyang kita mungkin telah mempengaruhi asal mula senjata kimia pertahanan pada ular," kata pakar bisa ular Nick Casewell dari University of Liverpool, Inggris.

Ironisnya, dengan memahami hubungan evolusi antara racun dan tubuh kita sendiri, kita berada pada posisi yang lebih baik dalam mengidentifikasi mekanisme potensi untuk kelas pengobatan baru.

Sifat analgesik dari bisa ular derik, misalnya, ternyata dapat memberi kesempatan untuk sembuh pada jutaan orang yang hidup dengan nyeri neuropatik.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved