Berita Banjarmasin
Gelar Upacara Peringatan Hari Guru Nasional, Murid dan Guru SDN Basirih 10 Banjarmasin Lepas Sepatu
Tanpa alas kaki, seluruh murid hingga dewan guru SD Negeri Basirih 10 Banjarmasin menggelar upacara bendera
Penulis: Muhammad Syaiful Riki | Editor: Hari Widodo
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Tanpa alas kaki, seluruh murid hingga dewan guru SD Negeri Basirih 10 Banjarmasin menggelar upacara bendera, di lapangan sekolah, Jumat (25/11/2022) pagi.
Upacara dilakukan sebagai peringatan Hari Guru Nasional yang ke-77.
Di tengah lapangan yang becek dan rumput-rumput tinggi, warga SDN Basirih 10 tetap khidmat melaksanakan upacara pengibaran bendera merah putih.
"Seperti inilah kondisi di sekolah kami, apabila upacara di lapangan harus lepas sepatu agar tidak basah dan kotor," ucap Kepala SDN Basirih 10, Irnawati.
Baca juga: Hari Guru Nasional ke-77, Ini Harapan Guru Honorer di Banjarmasin yang Sudah Mengabdi 18 Tahun
Baca juga: Sambut Hari Guru Nasional ke-77, Siswa di SMPN 32 Banjarmasin Lakukan Aksi Ini
Baca juga: Spesial di Hari Guru Nasional, Bupati Balangan Bagikan Bunga untuk Para Pahlawan Tanpa Tanda Jasa
Setelah peringatan upacara bendera, para murid dan guru SDN Basirih 10 berkumpul di satu ruang kelas.
Mereka menggelar doa sekaligus makan bersama.
"Walaupun dengan penuh kesederhanaan, tetapi kebersamaannya dapat," ujar Irnawati menambahkan.
Kondisi SDN Basirih 10 memang cukup memprihatinkan. Beberapa dinding dan plafon bangunan di sekolah tersebut jebol. Selain itu, kondisi pondasi toilet juga miring.
Sejauh ini, perhatian dari pemerintah setempat diakui masih minim.
Irnawati menginginkan agar adanya perbaikan terhadap SDN Basirih 10, minimal pada lapangan.
Sebab, kondisi lapangan yang becek dan rumput-rumput tinggi itu membuat aktivitas murid terbatas. Seperti olahraga dan upacara.
"Alangkah baiknya lapangan ini bisa lebih ditinggikan, biar saat air pasang itu tidak kebanjiran," tuturnya.
Tak hanya lapangan dan bangunan, SDN Basirih 10 juga belum memiki akses jalur darat.
Selama ini akses yang tersedia hanya jalur sungai. Alhasil, murid hingga para guru hanya bisa berangkat menggunakan kelotok dan jukung menuju sekolah.
Belum lagi, mereka harus bergantung dengan kondisi pasang surut air. Berangkat saat pagi buta, dan harus pulang sebelum sungai surut.