Pemilu 2024
Himpunan Psikolog Indonesia Kalsel Imbau Jangan Fanatik Hadapi Pemilu 2024, Berlebihan Bisa Stres
Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Kalsel mengimbau masyarakat mendukung salah satu calon boleh tapi jangan fanatik
Penulis: Eka Pertiwi | Editor: Edi Nugroho
BANJARMASINPOST.CO.ID- Sebelas hari lagi pemungutan suara atau pencoblosan Pemilu 2024 digelar, baik untuk pemilihan anggota legislatif (pileg) maupun pemilihan presiden (pilpres).
Suhu politik makin panas.
Kontestasi makin sengit. Tidak hanya antarcalon, juga para pendukung.
Di tengah persaingan meraih kursi kekuasaan, ancaman stres mengintai. Tak cuma kontestan, pendukung fanatik pun terancam.
Baca juga: Warga Kalsel Kehilangan Ulama Kharismatik, Guru Danau Tutup Usia di Danau Panggang
Baca juga: Polres Banjarbaru Beri Hadiah ASN-nya Umrah, Langsung Ucapkan Kalimat-kalimat Syukur
“Mendukung boleh tapi jangan fanatik. Kalau berlebihan bisa stres. Stres akan menjadi masalah ketika dia tidak bisa menemukan pemecahan. Bisa depresi hingga gangguan jiwa. Oleh karena itu perlu menjauhkan diri. Relaksasi agar tidak berlebihan,” saran Ketua Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi) Kalsel Sukma Noor Akbar dalam diskusi bersama Jurnalis BPost Hari Widodo.
Program Tribun Series Suara Rakyat ini ditayangkan di akun YouTube Banjarmasin Post News Video, Facebook BPost Online dan Instagram @banjarmasinpost, Jumat (2/2) sore. Berikut petikannya:
Para pendukung caleg dan capres telah saling beradu terutama di media sosial. Bahkan sudah saling menyerang. Apakah ini bisa menimbulkan stres?
Saya lihat memang situasi semakin memanas. Ketika menonton televisi yang dilihat selalu capres. Di jalan juga banyak sekali baliho. Apalagi, di media sosial, peperangan antar pendukung sudah luar biasa. Benar jelang pemilu ada istilah election stress disorder. Ini merupakan stres jelang pemilu.
Di lapangan bahkan terjadi pengerusakan baliho sampai saling serang secara langsung?
Itu bisa jadi karena fanatisme yang tidak masuk akal. Harusnya mendukung sesuai dengan visi misi. Akibatnya bisa sampai putusnya hubungan keluarga dan teman kerja. Ini seperti pada Pemilu 2019 dimana ada sebutan kampret dan cebong. Ini membuat kita secara psikologis terganggu.
Baca juga: Polres Banjarbaru Beri Hadiah ASN-nya Umrah, Langsung Ucapkan Kalimat-kalimat Syukur
Mengenai election stress disorder, cirinya yakni kecemasan, kekhawatiran, ketakutan, sulit tidur. Jadi ada anggota masyarakat yang berpikir keras bagaimana nasibnya.
Apa penyebab election stress disorder?
Penyebabnya adalah fanatisme yang berlebihan. Ketika memiliki fanatisme terhadap caleg atau capres tertentu, dia menganggap harus jadi. Dia pun melakukan perjuangan di atas normal atau berlebihan.
Adakah tips menghindari hal ini?
Mendukung boleh tapi jangan fanatik. Kalau berlebihan bisa stres. Stres akan menjadi masalah ketika dia tidak bisa menemukan pemecahan. Bisa depresi hingga gangguan jiwa. Oleh karena itu perlu menjauhkan diri. Relaksasi agar tidak berlebihan.
Dinilai Langgar Kode Etik, DKPP Jatuhkan Sanksi Peringatan Keras ke Tiga Komisioner Bawaslu Kalsel |
![]() |
---|
Gugatan Ditolak MK, Begini Respons Sekretaris DPD PDIP Kalsel |
![]() |
---|
MK Tolak Gugatan PDIP dan Demokrat Soal Pemilu di Kalsel, Sudian dan Khairul Tetap ke Senayan |
![]() |
---|
Pasca Putusan MK, Begini Strategi Divisi Teknis Penyelenggara KPU Batola Tatap Pilkada Serentak |
![]() |
---|
Ini Komposisi Anggota DPR RI 2024-2029 dari Kalsel Pascaputusan MK atas Gugatan PDIP dan Demokrat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.