Kalsel Maju

Sampah Plastik Masih Banyak, BRUIN: Kalsel Masuk 10 Besar Wilayah Pencemar

Masih banyaknya sampah plastik membuat Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) ungkap Kalsel masuk 10 besar wilayah pencemar

|
Editor: Irfani Rahman
PEMKAB HSU
Pemilahan sampah plastik bernilai ekonomis. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Sensus sampah plastik yang dilakukan oleh Badan Riset Urusan Sungai Nusantara (BRUIN) pada tahun 2023, menyatakan Kalimantan Selatan (Kalsel) termasuk 10 wilayah jadi pencemar terbesar.

Sensus sampah plastik itu adalah audit sampah plastik di perairan, yang pertama kali dilakukan di sejumlah titik terbanyak di Indonesia.

Rupanya upaya mengurangi sampah plastik di Kalsel, belum mampu secara optimal menurunkan angka pencemaran di wilayah sungai. Padahal sejumlah wilayah mulai melakukan pembatasan penggunaan kantong plastik seperti di Banjarmasin dan Banjarbaru.

Di Banjarbaru sejak 1 Januari 2017 mensyaratkan seluruh ritel, toko moderen dan minimarket dilarang menyediakan kantong plastik. Penggunaan sampah plastik itu diatur pengelolaannya oleh Pemerintah Kota Banjarbaru, melalui Perwali No 66 tahun 2016.

Selain itu juga juga dilakukan pengurangan sampah plastik melalui bank sampah yang ada di masyarakat. “Pengurangan sampah plastik sudah dilakukan di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) dan Pusat Daur Ulang (PDU), kata Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 DLH Banjarbaru, Subrianto, Selasa (26/3).

Sementara itu, jumlah sampah yang dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Gunung Kupang, Cempaka, rata-rata berjumlah sebanyak 75 ton. Dari total seluruh sampah tersebut, paling sedikit 10 persen di antaranya merupakan sampah plastik.

Subri mengakui bahwa dalam mengelola sampah plastik, pihaknya masih mendapati sejumlah kendala. Yakni tidak terpilahnya sampah rumah tangga menjadi tiga fraksi pemisahan, organik, anorganik dan plastik.

Kemudian juga, ujar Subri, masih kurangnya fasilitas pemilahan, dan pengolahan sampah plastik. “Sehingga dalam pengelolaan sampah plastik, kami kesulitan memisahkannya saat di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA),” jelasnya.

Lanjut Subri menjelaskan, pengelolaan sampah di Banjarbaru juga telah memiliki kebijakan dan strategi seperti termuat di dalam Perwali No 32 tahun 2018, tentang kebijakan dan strategi Kota

Banjarbaru dalam pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. “Kemudian juga pada Perda No 5 tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah,” ujarnya.

Sementara di Banjarmasin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin, Alive Yoesfah Love mengatakan, untuk pengurangan sampah plastik pihaknya juga sudah memberlakukan pengurangan sampah plastik di toko modern dan ritel.

Alive mengakui mereka tidak bisa membatasi plastik yang masuk ke Banjarmasin. Selain itu pihaknya juga membuat aturan terkait retribusi plastik sekali pakai. Bahkan, itu sudah tertuang di dalam peraturan daerah. Hanya saja, nanti bagaimana pemberlakuannya dan kriteria untuk retribusi sampah sekali pakai tersebut masih dalam pembahasan.

“Retribusi yang akan diambil dari penggunaan botol minum, atau gelas minum kemasan sekali pakai. Jadi kami juga masih menunggu perwalinya,” jelasnya.

Selain itu pihaknya tidak ada pengelolaan khusus untuk sampah plastik. Hanya saja mereka mengajak masyarakat untuk mengurangi penggunaan kemasan sekali pakai. Termasuk plastik. Karena kemasan sekali pakai itu kebanyakannya plastik terutama kresek.

“Jadi programnya pembatasan penggunaan plastik di ritel modern. Selain itu program lainnya yakni anak sekolah bawa tumbler sendiri. Itu bagian dari usaha pengurangan plastik kemasan sekali pakai,” jelasnya.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved