Haul Datu Kalampayan

Jelang Haul ke-218 Datu Kalampayan, Berikut Aliran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Adapun aliran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1702-1807) atau Datu Kalampayan Martapura adalah seorang ulama yang menganut Madzhab Syafi’i.

|
Editor: Mariana
banjarmasinpost.co.id
Petugas atau panitia Haul ke-218 Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari atau Datu Kelampayan sibuk menghias Masjid Tuhfaturraghibin Dalam Pagar, Minggu (7/4/2024). 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Menghitung hari jelang Haul ke-218 Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, persiapan telah dilakukan semua pihak, termasuk di antaranya disiapkan kurang lebih 40 dapur umum untuk para jemaah haul.

Adapun aliran Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1702-1807) atau yang dikenal juga dengan sebutan Datu Kalampayan Martapura adalah seorang ulama yang menganut Madzhab Syafi’i.

Beliau dilahirkan di Desa Lok Gabang, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Datu Kalampayan adalah anak pertama dari lima bersaudara, lahir dalam keluarga yang sederhana. Ayahnya seorang yang zuhud, alim dan pernah juga menjadi seorang pimpinan panglima dalam melawan penjajahan Portugis dan Belanda.

Dari jalur ayah, nasabnya sampai pada Rasulullah SAW. yaitu, Maulana Muhammad Arsyad Al-Banjari, bin Abdullah, bin Tuan Penghulu Abu Bakar, bin Sultan Abdurrasyid Mindanao, bin Abdullah, bin Abu Bakar Al-Hindi, bin Ahmad Ash-Shalaibiyyah, bin Husein bin Abdullah, bin Syekh Abdullah Al-Idrus Al-Akbar (datuk seluruh keluarga Al-Aidrus), bin Abu Bakar As-Sakran, bin Abdurrahman As-Saqaf, bin Muhammad Maula Dawilah, bin Ali Maula Ad Dark bin Alwi Al-Ghoyyur, bin Muhammad Al-Faqih Muqaddam (574-653 H), bin Ali Faqih Nuruddin, bin Muhammad Shahib Mirbath, bin Alwi bin Muhammad Maula Shama’ah,bin Alawi Abi Sadah, bin Ubaidillah, bin Imam Ahmad Al-Muhajir (820-924) dikenal dengan panggilan Al-Imam Ahmad bin Isabin Imam Isa Ar-Rumi, bin Al-Imam Muhammad An Naqib, bin Al-Imam Ali Uraidhy, bin Al-Imam Ja’far As-Shadiq, bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir, bin Al-Imam Ali Zainal Abidin, bin Al-Imam Sayyidina Husein, bin Al Imam Amirul Mu’minin Ali Karamallah wajhah, wa Sayyidah Fatimah Az Zahra, binti Rasulullah SAW.

Baca juga: Pemandangan Indah saat Sholat Idul Fitri Ada di Wonosobo, Pegunungan Persis di Depan Para Jemaah

Baca juga: Kemunculan Ular Piton Jebol Plafon Rumah Warga Sungai Lulut Bikin Geger, Ukurannya Terkuak

Sejak kecil, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari sudah menunjukkan keahliannya di bidang seni lukis. Suatu ketika, Sultan Kerajaan Banjar (Sultan Tahmidullah) mengelilingi kampung-kampung dengan tujuan untuk melihat keadaaan rakyatnya.

Kemudian ia terhenti pada sebuah rumah yang terletak di Desa Lok Gabang. Ia merasa kagum dan terkesima ketika menemui sebuah lukisan yang ada di rumah tersebut.

Alhasil Sultan Banjar tersebut menanyai siapakah yang membuat lukisan seindah ini. Karena merasa kagum dan terkesima akhirnya Sultan Banjar menemui yang mempunyai rumah tersebut dan bertanyalah tentang perihal lukisan yang telah membuat hatinya senang. Dan ternyata yang melukis itu masih anak-anak.

Melihat kelebihan yang ada pada Syekh Arsyad, terbesitlah di hati Sultan untuk mengasuh dan mendidik Syekh Arsyad di Istana. Sebetulnya, sang ibu sangat berat hati menerima tawaran tersebut.

Namun ia sadar, jika puteranya itu perlu mendapat pendidikan yang lebih baik dan bagus. Otak secerdas Syekh Arsyad perlu diasah supaya menghasilkan sebuah berlian. Akhirnya Sang Sultan membawanya ke kerajaan.

Di istana, Sultan memperlakukannya seperti anak kandung sendiri. Para ulama terbaik didatangkan untuk mengajar di sana.

Dengan kecerdasannya, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari mampu menyerap semua materi-materi yang diajarkan guru-gurunya. Sekitar umur 7 tahun ia sudah fasih membaca al-quran. Di saat itu pula bakat tulis menulis sudah tampak pada dirinya.

Setelah dewasa, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menikahi wanita pilihan Sultan yang bernama Siti Aminah. Ia adalah perempuan yang shalihah dan juga sangat taat serta berbakti kepada suaminya.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari-11
Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Sanad Keilmuan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari

Setelah 35 tahun tinggal di istana dan mendapatkan pendidikan yang sangat baik, terlintas dalam hati Datu Kalampayan untuk menimba ilmu ke Haramain.

Selama belajar di Haramain, Syekh Arsyad dibiayai oleh kerajaan. Sehingga Arsyad Al-Banjari mampu membeli rumah di daerah Syamsiyah, Makkah, yang sampai saat ini masih di pertahankan oleh imigran Banjar. Kampung Syamsiyah ini juga sebut dengan Barhat Banjar.

Kebetulan pada saat itu tidak hanya Syekh Arsyad saja yang diberangkatkan. Ada dua tokoh yang ikut diberangkatkan oleh Sultan Tahlilullah, yaitu Syekh Abdul Hamid yang dikenal dengan sebutan Datu Ambuluang dan Syekh Muhammad Nafis bin Idris Al-Husain, yang lebih dikenal dengan sebutan Datu Nafis.

Selain dari rombongan Borneo, pada saat itu ada pula tokoh-tokoh Nusantara lain yang menempuh pendidikan agama di tanah haram, mereka adalah Syekh Abdus Shamad al-Falimbani, Syekh Abdur Rahman al-Mashri al-Batawi dan Syekh Abdul Wahab al-Bugisi.

Selama di Haramain, Syekh Arsyad mengambil sanad keilmuan dari beberapa ulama Arab antara lain:

1. Syekh Athaillah bin Ahmad Al-Mihsri Al-Azhar.
2. Syekh Muhammad bin Sulaiman Al-Kurd, Madinah.
3. Syekh Muhammad bin Abdu Karim as-Samany Al Madany.
4. Syekh Ahmad bin Abdul Mun’in Ad-Damanhuri
5. Syekh Sayyid Abdul Faydh Muhammad Murtadha Az-Zabidi.
6. Syekh Hasan bin Ahmad ‘Akisy Al-Yamani.
7. Syekh Salim bin Abdullah Al-Bashri.
8. Syekh Shiddiq bin Umar Khan.
9. Syekh Abdullah bin Hijazi bin Asy-Syarqawi.
10. Syekh Abdurrahman bin Abdul Aziz Al-Maghrabi.
11. Syekh Sayyid Abdurrahman bin Sulayman Al Ahdal.
12. Syekh Abdurrahman bin Abdul Mubin Al-Fathani.
13. Syekh ‘Abid as-Sindi.
14. Syekh Abdul Wahab Ath-Thanthawi.
15. Syekh Maulana Sayyid Abdullah Mirghani.
16. Syekh Muhammad bin Ahmad Al-Jawahir.
17. Syekh Muhammad Zayn bin Faqih Jalaludin Aceh Sang Pembaharu di Borneo

Selain itu, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari juga berguru kepada ulama-ulama dari Nusantara yang sudah lama mukim di Haramain seperti Syekh Abdur Rahman bin Abul Mubin Pauh Bok al-Fathani, Syekh Muhammad Zain bin Faqih Jalaludin Aceh, Syekh Muhammad Aqib bin Hasanudin al-Palimbani, dan masih banyak lagi guru-gurunya yang berasal dari Nusantara.

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari menghabiskan waktu selama 35 tahun di sana dan akhirnya kembali ke Nusantara bersama Syekh Abdur Rahman al-Mashri al-Betawi, dan Syekh Abdul Wahab al-Bugisi pada tahun 1186 H/1773 M.

Artikel ini dilansir dari Jatman Online 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved