Berita Banjarmasin

Buntut Peretasan Pusat Data Nasional, Imigrasi Kalsel Cuma Cetak 30 Paspor Sehari

Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalsel mengalami kendala dalam memprosesnya.

Editor: Edi Nugroho
Humas Kanwil Kemenkumham Kalsel
Ilustrasi: Petugas Kanim Banjarmasin melaksanakan perekaman biometrik pemohon paspor dalam program Eazy Passport di Kabupaten Tanah Laut. 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARMASIN - Warga Kalimantan Selatan yang tengah mengurus paspor harus bersabar.

Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kalsel mengalami kendala dalam memprosesnya.

Ini buntut dari bobolnya Pusat Data Nasional (PDN) sejak 20 Juni 2024. Hacker bahkan minta tebusan 8 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 131 miliar.

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan serangan siber tersebut mengganggu layanan 210 instansi. Terparah di Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi.

Baca juga: Paman Birin Sebut Tour de Loksado 2024 Jadi Promosikan Geopark Meratu

Baca juga: Diduga Korsleting Listrik, Sebuah Rumah di Desa Sesulung Pamukan Selatan Kotabaru Terbakar

“Kalau di Kalsel, yang terdampak terutama layanan penerbitan paspor,” kata Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Kalsel Junita Sitorus, Sabtu (29/6).

Pada awal serangan, Junita mengatakan pihaknya bahkan tak bisa mencetak paspor satupun. “Waktu awal-awal serangan hacker itu, tidak bisa mencetak paspor sama sekali meskipun untuk permohonan tetap bisa dilakukan. Dampaknya tentu saja penumpukan pencetakan paspor,” katanya.

Mengenai kondisi sekarang, Junita mengatakan sudah ada progresnya meski belum pulih sepenuhnya. Pencetakan paspor masih sangat terbatas. Jika biasanya dalam satu hari bisa mencetak ratusan paspor, saat ini hanya puluhan.

“Rata-rata pencetakan paspor per hari 200. Tapi saat ini yang bisa dicetak maksimal 30 saja. Jadi kondisinya belum pulih 100 persen,” pungkasnya.

Anggota DPR RI Sukamta mempertanyakan sistem tata kelola PDN yang tidak mewajibkan back-up atau pencadangan data. Hal ini membuat insiden peretasan berdampak parah. “Masalahnya dari dalam tata kelolanya, Kominfo tidak membuat keharusan untuk membuat back up. Jadi back up itu diserahkan kepada pemilik data,” ujarnya dalam diskusi publik, Sabtu.

Padahal berdasarkan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), seluruh kementerian/Lembaga tidak lagi memiliki tempat penyimpanan data mandiri.

“Ketika anggaran dipotong sehingga mereka tidak boleh membuat pusat data sendiri, tapi ternyata tidak ada back-up dalam tata kelola yang dibuat oleh Kominfo. Ini kebodohan yang konyol,” imbuhnya.

Sukamta juga menilai penjelasan Kemenkominfo dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mengenai peretasan PDN tidak masuk akal. Keduanya juga tidak terbuka saat rapat dengan Komisi I DPR pada Kamis (27/6).

“Oh ini rahasia negara kalau disampaikan terbuka begini begitu katanya. Jadi penjelasannya sulit diterima oleh berbagai ahli yang memahami persoalan,” kata Sukamta.

Berlarut-larutnya persoalan ini membuat Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menga audit tata kelola PDN. Perintah itu disampaikan Jokowi saat rapat dengan BPKP di Istana Negara, Jumat (28/6). “Nanti kami mengaudit, disuruh audit tata kelola PDN,” kata Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh.

Yusuf mengatakan audit diperlukan untuk mengetahui potensi kesalahan tata kelola dan dampak dari kebocoran data PDN.

Dia pun mengakui PDN belum pernah diaudit. Yusuf tidak menjelaskan kapan audit selesai. “Secepatnya. The sooner, the better,” ujar Yusuf. (tribun network/ran)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved