Berita Viral

Viral Pria Punya 2 Anak Putuskan Jadi Transgender, Sikap Istri Tak Terduga, Ngaku Tetap Saling Cinta

Viral di media sosial kisah pria yang sudah 8 tahun menikah malah memutuskan jadi transgender. Padahal, pria itu juga sudah memiliki dua anak.

Editor: Murhan
Morning Post
8 Tahun Nikah, Pria Ini Putuskan Jadi Transgender, Sikap Istri Malah Tak Terduga: Kami Tetap Saling Mencintai 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Viral di media sosial kisah pria yang sudah 8 tahun menikah malah memutuskan jadi transgender. Padahal, pria itu juga sudah memiliki dua anak.

Memang, sejak awal, sang istri ternyata sudah tahu suaminya suka memakai pakaian wanita.

Akhirnya, sang suami ternyata mantap menjadi wanita seutuhnya. Bahkan ia berencana melakukan operasi kelamin.

Mengetahui keputusan suaminya menjadi transgender, sang istri mengaku akan tetap mencintainya.

Kisah rumah tangga ini pun jadi sorotan.

Baca juga: Viral Bocah 12 Tahun Bertinggi Badan 2 Meter, Sagil Muhammad Diajak Ketua Perbasi Jadi Atlet Basket

Berikut kisah lengkapnya.

Pria yang memutuskan menjadi transgender ini diketahui berasal dari Vietnam.

Ia bernama Van Tien, dulunya bernama Thuy Tien.

Sudah menikah dan punya anak, Tien kini memutuskan menjadi transgender.

Saat masih pacaran, Tien jujur kepada Huy kalau ia senang mengenakan pakaian wanita.

Seiring berjalannya usia, Tien menyadari kalau ia ingin hidup menjadi wanita seutuhnya.

Huy yang bisa menerima keadaan Tien pun bersedia menikah.

Kini pasangan asal Vietnam tersebut sudah delapan tahun menikah dan dikaruniai dua orang putri.

Pria berusia 41 tahun ini mengutarakan kepada istri dan orangtuanya mengenai keputusan tersebut.

Tien memilih menjadi seorang wanita dan berencana menjalani operasi ganti kelamin.

Tien juga menuturkan bahwa ia merupakan seorang lesbian transgender dan masih tertarik dengan wanita.

Huy awalnya terkejut dengan keputusan Tien untuk berganti kelamin ini.

Kendati demikian, ia tetap mendukung apa yang akan dilakukan suaminya.

"Awalnya, saya terkejut dengan keputusan suami saya, tetapi saya tidak menyalahkannya. Tidak adil jika saya tidak membiarkannya menemukan jati dirinya," ujar Huy.

Menyadari akan ada banyak tantangan, Huy yakin ia dan sang suami akan tetap saling mencintai.

“Saya paham akan ada beberapa tantangan, tapi yang terpenting adalah kami tetap saling mencintai," lanjutnya, seperti TribunTrends kutip dari South China Morning Post, Sabtu (29/6/2024).

Tien mengatakan bahwa istrinya mendorongnya untuk menjalani masa transisinya dan melakukannya dengan indah dan lengkap.

"Saya menganggap diri saya sangat beruntung memiliki istri yang mendukung penuh, berempati, dan sangat mencintai saya," ujar Tien.

Dalam persiapan transisinya, Tien mulai menurunkan berat badannya akhir tahun lalu dan berhasil menurunkan 11 kg.

Ia mengenakan gaun yang feminim dan elegan, merias wajah, merawat kulit, memanjangkan rambut, dan meminum obat hormon.

Tien, yang merupakan anggota klub sepeda motor, juga suka memasak, mendekorasi rumah, dan membuat kue.

Di akun media sosial miliknya, Tien bahkan pernah memamerkan potretnya naik motor gede (moge).

"Saya biasa memamerkan kejantanan saya dan mengendarai sepeda motor besar. Agak ironis untuk mengatakan, meskipun saya mengidentifikasi diri saya sebagai seorang wanita, saya tidak suka menjadi terlalu feminin," kata Tien.

Tien berencana pergi ke Thailand untuk menjalani operasi ganti kelamin pada akhir tahun ini.

"Hidup ini singkat, seperti mimpi. Mengapa tidak menjalani hidup seindah mungkin?" kata Tien.

Tien juga membeberkan seperti apa reaksi kedua putrinya.

Kedua anak Tien disebut telah menerima identitas baru ayah mereka ini.

Mereka bahkan juga memuji cantiknya penampilan sang ayah.

Bisakah LGBT Disembuhkan?

Kecintaan terhadap dunia yang berlebihan merupakan sumber dari kegelisahan dan kesedihan yang dapat berujung pada penyakit hati.

Hal tersebut dikarenakan kebahagiaan manusia di dunia cenderung diukur dengan materi.

Salah satu isu yang sedang hangat saat ini berkaitan dengan kesehatan mental manusia ialah perilaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT).

Untuk membahas isu tersebut, Ikatan Mahasiswa Muslim Psikologi (IMAMUPSI) Universitas Islam Indonesia (UII) mengadakan Kajian Rutin dengan tema “Mengenal Akar Gangguan Psikologis dengan Terapi Taubat (Isu LGBT)”.

Kajian yang digelar pada Kamis (22/3) di Gedung FPSB UII ini menghadirkan Dr. Phil. Qorrotul’uyun. S. Psi,. M. Psi. sebagai pemateri.

Pada kajian tersebut, Qorrotul’uyun menjelaskan mengenai penyebab terjadinya gangguan psikologis hingga berujung pada perilaku LGBT.

Pertama, sejak tahun 1970 LGBT dihapuskan dari kategori gangguan kejiwaan. Dengan demikian, perilaku LGBT oleh sebagian orang dianggap bukan merupakan gangguan kejiwaan.

Terdapat dua tolak ukur yang dapat digunakan untuk melihat fenomena ini. Pertama tolak ukur barat yang menganggap LGBT bukan gangguan kejiwaan karena dalam aktifitasnya terjalin hubungan baik sesama manusia.

Sementara dalam tolak ukur Islam, perilaku LGBT dikategorikan sebagai perilaku yang melanggar aturan Allah SWT.

Manusia yang sehat mentalnya ialah manusia yang melakukan hubungan dengan Allah atau hasbuminallah dan juga hubungan dengan manusia atau Hasbuminanah.

“Jiwa manusia diciptakan Allah dengan dua kecendrungan yaitu baik dan buruk. Malaikat bertugas untuk mendorong serta menjaga keimanan manusia, sehingga manusia memilih untuk berteman dengan malaikat atau setan,” ungkap Qorrotul’uyun dikutip situs resmi Universitas Islam Indonesia.

Di dalam psikologi pembahasan hati terbagi tiga yaitu hati yang mati, hati yang sakit, dan hati yang sehat.

Hati yang mati dimiliki manusia ketika manusia merasa senang melakukan tindakan maksiat, sementara hati yang sakit adalah ketika manusia merasa ragu terhadap sesuatu, sementara hati yang sehat dimiliki manusia yang beriman yang yakin kepada Allah dan melakukan kebaikan.

“Ketika seseorang semakin mendekatkan diri kepada Allah, maka akan berpengaruh terhadap akhlaknya yang semakin baik, karena sesungguhnya yang dapat mengubah hati hanyalah Allah,” Jelas Qorrotul’uyun.

Terkait dengan perilaku LGBT sendiri, salah satu peserta kajian, Iswan Saputro berpendapat akar permasalahannya terletak pada disfungsi dalam keluarga.

“Khususnya sejak usia dini saat anak kehilangan sosok orang tua baik karena perceraian maupun kematian, sehingga anak menjadi korban dari pola asuh yang salah. Saat dewasa anak akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya yang tidak ia peroleh di masa kecil,” pungkasnya.

Proses penyembuhan perilaku LGBT secara individu dirasa kurang efektif karena individu cenderung melakukan pembenaran terhadap apa yang ia yakini.

“Metode terapi penyembuhan LGBT dengan pendekatan berbasis kelompok akan lebih efektif karena masalah yang terjadi di individu terkadang juga dipengaruhi lingkungannya. Saat individu merasa ada orang lain yang juga memiliki masalah yang sama maka motivasi untuk dapat berubah cenderung lebih besar,” ungkap Iswan.

(Banjarmasinpost.co.id/Tribun Jatim)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved