B Focus Urban Life

Pelanggaran Pengiriman Barang Meningkat 100 Persen, Paling Banyak Penyelundupan Daging Sapi

Badan Karantina Indonesia Kalsel mencatat kasus pelanggaran pengiriman barang di Kalsel meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Banjarmasinpost.co.id/Rifki soelaiman
Karantina Kalsel bersama insan maritim yang lain melaksanakan operasi gabungan patuh karantina 2024. Sembilan truk diamankan.  


    
BANJARMASINPOST.CO.ID. BANJARMASIN - Badan Karantina Indonesia (Barantin) Provinsi Kalimantan Selatan yang terbentuk sejak Februari 2024, mencatat kasus pelanggaran pengiriman barang di Kalsel meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. 

Ketua Tim Gakkum, Ichi Buana menyatakan, tren pelanggaran di 2024 meningkat menjadi 12 kasus. Berkaca di tahun sebelumnya, hanya ada enam kasus pelanggaran yang ditangani.  

Mayoritas pelanggaran itu terkait dokumen yang tidak sesuai. Alhasil, para pengirim menyelundupkan komoditasnya di komoditas yang lain untuk menyamarkan pengiriman tersebut. 

Selain itu, ia mengakui jika komoditas daging yang paling sering diselundupkan. “Yang paling menonjol adalah penyelundupan 22 ton daging sapi beberapa waktu silam di tahun 2024,” ungkap Ichi, Senin (12/8/2024).

Menurutnya kasus pelanggaran ini beragam, mulai dari kelalaian hingga kejahatan murni.
Ichi juga menyoroti kesulitan dalam pengurusan dokumen yang menjadi alasan penyelundupan. 

“Pengurusan dokumen, terutama daging yang dirasa sulit membuat para pelaku menyelipkan komoditas ilegal di antara barang-barang lainnya," tambah dia. 

Pemasukan daging sapi, menurut Ichi memerlukan surat rekomendasi dari daerah asal dan tujuan, serta sertifikat veteriner. 

“Karena itu wajib dan mungkin kepengurusannya dirasa sulit, maka diselipkanlah di barang atau komoditas yang lain,” kata dia. 

Meski begitu, tidak semua pelanggaran berakhir dengan penyidikan, beberapa cukup dibina. 

"Kami pertimbangkan dulu dimensi volume dan lainnya sebelum memutuskan sanksi," jelasnya.

Meskipun ada sanksi yang diterapkan, seperti penolakan barang dan pembinaan, Ichi menegaskan pentingnya menyeimbangkan tindakan hukum dengan rasa keadilan. 

“Untuk kasus seperti sirip pari, kuda laut, dan teripang yang volumenya tidak terlalu besar, kami harus mempertimbangkan apakah ancaman pidana memenuhi rasa keadilan," pungkasnya. (sul)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved