Berita Nasiona

Meresapi Aromaterapi Batik dari Madura, Warits Juga Tawarkan Kain Beraroma Stroberi

Toko Al-Warits di Bangkalan, Madura, Jawa Timur menjual banyak Batik khas Madura, ia perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi

Editor: Irfani Rahman
Foto Ist
Pemilik Toko Al-Warits, Warisatul Hasanah 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Lembaran-lembaran kain batik dipajang rapi di berbagai sudut ruangan Toko Al-Warits di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Begitu masuk ruangan, aroma wangi khas rempah menguar dan menelusup ke hidung.

Saat hidung mencoba mencari sumber wangi tersebut, ternyata berasal dari kain batik. Batik dengan wangi layaknya aromaterapi mungkin belum familiar bagi sebagian masyarakat Indonesia.

Produk batik dengan wangi aromaterapi muncul dari sosok pemilik Al-Warits, Warisatul Hasanah (34). Warits, sapaan perempuan lulusan STIE Perbanas Surabaya tersebut membuat inovasi batik aromaterapi untuk memasarkan batik produksi perajin dari Pulau Madura.

“Ada banyak wangi aromaterapinya. Totalnya ada puluhan aroma. Kalau untuk anak-anak, ada aroma jeruk, anggur, stoberi untuk anak-anak TK. Kalau untuk remaja, untuk wangi eksotis yang mix tanpa rempah. Kalau untuk dewasa, yang ada rempahnya,” kata Warits saat ditemui di tokonya beberapa waktu lalu.

Wangi aromaterapi dengan varian rempah tersebut adalah pengembangan dari awal produksi batik inovasinya. Awalnya, Warits menghadirkan wangi kayu cendana untuk kain batiknya. Inovasi batik aromaterapinya bahkan sudah berhasil menembus pasar mancanegara di berbagai belahan dunia.

Warits mengenang perjalanan bisnis batik aromaterapinya dengan penuh lika-liku. Kala itu, Warits bermodalkan semangat untuk mandiri secara ekonomi saat menjalani masa kuliah. Namun, bisnis batik rintisannya tetap penuh perhitungan.

Baca juga: Logistik Paman Jadi Kode Suap Gubernur Kalsel, KPK Tetapkan Sahbirin Noor sebagai Tersangka

Baca juga: Tak Hanya Kantor, KPK Juga Geledah Kediaman Gubernur Kalsel

“Awalnya, merintis batik aromaterapi ini pada tahun 2008 saat di bangku kuliah semester 2. Waktu itu saya bercita-cita ingin menyelesaikan S-1 tanpa membebani biaya orangtua. Akhirnya saya berjualan batik,” ujar Warits.

Pada Agustus 2008, Warits mendapatkan kesempatan untuk belajar ke Australia. Ia pun membawa batik produksi para perajin di Kabupaten Bangkalan. Batik yang ia bawa punya motif yang besar dan berwarna cerah. Saat dipresentasikan di depan calon pembeli, batiknya dianggap sama dengan lukisan, norak, dan tak spesial.

Warits yang masih hijau di dunia bisnis batik tak patah arang. Ia menjelaskan apa itu batik dan proses pembuatannya. Tantangannya pun bertambah saat mahasiswa dari Malaysia pun mengklaim batik merupakan produk asal Negeri Jiran.

“Tapi mereka belum bisa terima karena motif yang besar dan mencolok, warna yang cerah-cerah, mereka enggak mau pakai jadi baju. Kulit mereka yang sensitif, enggak mau asal pakai pakai pewarna sintetis. Saya berpikir kemudian bagaimana motif saya bisa diterima di Australia,” tambah Warits.

Ia pun memutar otak. Warits menemukan fakta bahwa orang Australia suka dengan kayu cendana. Awalnya, Warits heran dengan temuan itu. Setelah bertanya, ia tahu kalau orang Australia menyukai wangi kayu cendana.

“Pulang dari Australia, saya riset gimana batik kami bisa wangi kayu cendana. Pada tahun 2009, batik saya bisa dipasarkan, dijual, dan bisa wangi. Walaupun pas riset itu sering gagal. Ada yang berjamur, bercak-bercak, putih-putih, dan belang-belang. Tapi saya terus mencoba hingga dapat formula yang tepat, dan akhrinya bisa dijual dengan manfaatnya dan bisa diterima,” pungkas Warits.

Pembuatan batik wangi aromaterapi diakui Warits cukup sulit pada awal idenya tercetus. Ia kesulitan untuk melekatkan wangi aromaterapi di batik. Namun, Warits teringat dengan tradisi membatik nenek moyangnya. “Kalau orang dulu, ibu, nenek saya itu dimandiin batiknya. Dimandiin itu diratus itu. Dulu pakai dupa setiap malam Jumat. Karena itu ada mistisnya. Kalau kata orang dulu itu, batik ada nyawanya yang harus dijaga. Itu kata orang di daerah sini. Batik orang tua saya itu bau dupa ya. Tapi bukan dupa bau kemenyan. Tapi dupa-dupa bau kayu,” ujar Warits.

Batik pada masa nenek dan ibunya, kerap kali disimpan di lemari bersama ragi, kemiri, dan lada. Penggunaan rempah tersebut untuk mengantisipasi kain batik rusak atau bolong digigit serangga. (kompas.com)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved