Btalk

KPU Banjarbaru Batalkan Paslon Nomor Urut 2 Aditya-Said, Pengamat Hukum: Proses Pemilu Ada Aturan

Sejumlah hal tak terduga terjadi hingga membuat pemilihan wali kota-wakil wali kota Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan ini menarik perhatian banyak

Penulis: Muhammad Rahmadi | Editor: Edi Nugroho
Banjarmasinpost.co.id/Rahmadi
Pengamat Hukum Dr I Wayan Suka Wirawan SH MH dalam Program Tribun Series Suara Rakyat, Senin (2/12) sore. Perbincangan yang dipandu Jurnalis BPost Achmad Maudhody ini ditayangkan di akun YouTube Banjarmasin Post News Video, Facebook BPost Online dan Instagram @banjarmasinpost. 

BANJARMASINPOST.CO.ID- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjabaru 2024 berlangsung penuh dinamika. 

Sejumlah hal tak terduga terjadi hingga membuat pemilihan wali kota-wakil wali kota Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan ini menarik perhatian banyak kalangan. 

Di antaranya pendiskualifikasian salah satu dari dua pasangan calon dan tidak adanya kotak kosong sebagai pengganti.

Pengamat Hukum Dr I Wayan Suka Wirawan SH MH mengupasnya dalam Program Tribun Series Suara Rakyat, Senin (2/12) sore. Perbincangan yang dipandu Jurnalis BPost Achmad Maudhody ini ditayangkan di akun YouTube Banjarmasin Post News Video, Facebook BPost Online dan Instagram @banjarmasinpost.

Baca juga: Wacana Warga Gugat Pilwali Banjarbaru, Guru Besar FISIP ULM: Pilkada Ulang Hanya Instruksi KPU Pusat

Baca juga: Massa Desak Tahapan Pilkada 2024 Ditunda, Ketua KPU Banjarbaru: Kami tak Ada Kewenangan

 Berikut petikannya:

KPU Banjarbaru membatalkan Paslon Nomor Urut 2, Aditya-Said Abdullah di masa kampanye. Bagaimana pendapat anda?

Persoalannya cukup menarik karena ada sesuatu yang spesifik. Itu kemudian menimbulkan dinamika kompleksitas, yang sekilas terlihat tidak lazim. Katakanlah tentang diskualifikasi.
Apapun dinamikanya, kompleksitasnya, kita sepakati dulu bahwa persoalan tersebut adalah persoalan hukum. Oleh karena itu untuk menyelesaikannya harus berangkat dari prinsip-prinsip hukum. Proses pemilu ini juga ada aturan hukumnya. Jangan main hakim sendiri.

Menyinggung Keputusan KPU Nomor 1774 Tahun 2024 sebagai acuan pelaksanaan Pilkada, apa bedanya dengan pasal 54 Undang Undang Pilkada?

Persoalannya justru berangkat dari pasal 54 C, kalau enggak salah ayat 1, yang mengatakan dimungkinkan ada diskualifikasi. Tindaklanjut daripada diskualifikasi itu adalah mekanisme pemilihan dengan calon tunggal. Artinya bisa dibilang satu pasangan melawan kotak kosong. Nah persoalannya ketentuan ini masih bersifat sangat umum.

Apakah mekanisme pemilihannya harus seperti yang dilakukan KPU Banjarbaru tanpa kotak kosong?

Aturan melawan kotak kosong ini masih sangat umum dan tidak mengakomodir semua.
Pada kenyataannya KPU Banjarbaru melakukan seperti itu. Masih sangat umum sekali itu.

Bagaimana dengan keputusan yang diambil KPU Banjarbaru untuk menangani dinamika ?
Yang dilakukan KPU itu menurut hemat saya bisa berangkat dari dinamika kepemiluan
yakni diskualifikasi dihadapkan pada peraturan perundang-undangan yang bersifat sangat umum.
KPU tidak punya opsi lain. Di sinilah berperan kewenangan KPU. Termasuk kewenangan menafsirkan legislasi atau regulasi agar bersesuai dengan fakta yang dihadapi, untuk menjamin terselenggaranya Pemilu berdasarkan prinsip yang telah ditentukan.

Nah untuk menjamin pelaksanaan Pemilu ternyata ada hambatan.Menurut informasi yang masuk ke saya, terkait surat suara dan waktu dilakukannya diskualifikasi. Surat suara sudah tercetak, kemudian terjadi diskualifikasi. Padahal pencoblosan sudah sangat dekat. KPU mengklaim tidak mungkin mencetak ulang surat suara. Otomatis KPU harus memberikan penafsiran peraturan berdasarkan kewenangannya. Ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan KPU melakukan tindakan. Jadi mau enggak mau, terima enggak terima, ini sudah sangat tepat. (Banjarmasinpost.co.id/Rahmadi).

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved