Pilkada Banjarbaru

MK Lanjutkan Sidang Pilkada Banjarbaru, Tolak Tiga Perkara Lainnya

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan melanjutkan persidangan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru

Editor: Hari Widodo
Screenshot Youtube MK
Ketua Hakim Konstitusi, Arief Hidayat saat memimpin sidang Pilkada Banjarbaru, di Ruang Panel III Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin, (20_01_2025) 

BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan melanjutkan persidangan sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Banjarbaru untuk perkara nomor 05 PHPU.WAKO-XXIII/2025.

Perkara ini diajukan oleh Muhamad Arifin selaku pemantau pemilihan dari Lembaga Studi Visi Nusantara Kalimantan Selatan. Keputusan tersebut diambil majelis hakim dalam sidang putusan sela pada Selasa (4/2/2025).

Ketua Tim Hukum Banjarbaru Hanyar, Muhamad Pazri, saat dihubungi, mengaku bersyukur sembilan hakim MK telah mengabulkan permohonan pengajuan perkara ini.

“Alhamdulillah diterima. Selanjutnya adalah tahap pembuktian dan kami siap untuk membuktikan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara Pilkada,” ujarnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banjarbaru memutuskan pasangan calon nomor urut 1 Erna Lisa Halaby-Wartono memenangi pemilihan wali kota-wakil wali kota setelah menyatakan suara yang diraih paslon nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin-Said Abdullah tidak sah.

 Suara Aditya-Said dinyatakan tidak sah karena telah didiskualifikasi. Kendati didiskualifikasi, gambar keduanya masih tercantum di surat suara.

Kemarin, MK juga mengeluarkan putusan sela terhadap tiga perkara lain mengenai Pilkada Banjarbaru. Namun majelis hakim menyatakan menolak melanjutkan perkara tersebut karena  pemohon dinilai tidak memiliki  kedudukan hukum (legal standing) yakni sebagai peserta, pemantau atau pihak terkait Pilkada.

Perkara tersebut antara lain bernomor 06/PHPU.WAKO-XXIII/2025. Perkara ini diajukan Udiansyah dan Abdul Karim sebagai pemilih terdaftar.

Pemohon yang tergabung dalam Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya menyatakan hak mereka sebagai pemilih tak dipenuhi KPU karena hanya ada satu paslon dan tidak ada kolom kosong pada surat suara.

MK beralasan pemohon tidak memiliki legal standing sebagaimana diatur dalam Pasal 157 ayat (4) UU 10/2016 dan Pasal 4 ayat (1) PMK 3/2024. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan Udiansyah dan Abd Karim mengajukan gugatan sebagai warga negara perseorangan, yang bukan termasuk kategori peserta atau pemantau pemilihan. Oleh karena itu mereka tidak memenuhi syarat mengajukan sengketa hasil Pilkada.

“Meskipun para pemohon meminta agar mahkamah mengesampingkan syarat formil tersebut, mahkamah tidak menemukan alasan yang cukup kuat untuk mengesampingkan ketentuan tersebut,” jelas Arief saat membacakan pertimbangan hukum.

Udiansyah dan Abdul Karim mempersoalkan langkah KPU Banjarbaru tetap menggunakan surat suara yang mencantumkan paslon nomor urut 2, meski mereka telah didiskualifikasi. Seharusnya KPU Banjarbaru menggantinya dengan kolom kosong.

Dari hasil perhitungan suara, 68,5 persen pemilih mencoblos gambar Aditya-Said dan hanya 31,5 persen yang memilih Lisa-Wartono.

Meski demikian, MK menegaskan substansi permasalahan tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut karena pemohon tidak memenuhi syarat legal standing.

MK juga menolak perkara nomor 07/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang diajukan Hamdan Eko Benyamine, Hudan Nur, Zepi Al Ayubi dan Sandi Firly.

Pemohon yang tergabung dalam Lembaga Akademi Bangku Panjang Mingguraya dinilai MK tidak memiliki legal standing.

“Dalam pokok permohonan, menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” tegas Suhartoyo.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan pemohon bukanlah pemantau pemilihan resmi.

“Tidak terdapat cukup alasan yang kuat dan meyakinkan bagi Mahkamah untuk mengesampingkan syarat tersebut,” jelas Enny.

Gugatan ini juga bermula dari keberatan para pemohon mengenai tidak adanya kolom kosong dalam surat suara. Selain itu, pemohon menuding adanya pelanggaran sistematis untuk memenangkan satu pasangan calon.

MK juga menolak perkara nomor 09/PHPU.WAKO-XXII/2025 yang diajukan oleh Calon Wakil Wali Kota Said Abdullah.

MK menilai pemohon tidak memiliki legal standing karena bukan peserta pemilihan. Pemohon mengajukan gugatan sebagai pribadi, bukan sebagai pasangan calon bersama calon wali kota.

“Amar putusan menyatakan, dalam pokok permohonan menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” Sebut Suhartoyo saat membacakan amar putusan tersebut.

Hakim Konstitusi Arief Hidayat menegaskan permohonan tidak mengikutsertakan calon wali kota yang menjadi pasangannya sebagai satu kesatuan. Dengan demikian pemohon tidak bisa dinyatakan sebagai peserta pemilihan. (nan/msr/lis)

 

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved