Nasional
Raih Doktor di Jepang, EM Guru Besar Farmasi UGM Resmi Dipecat karena Skandal Pelecehan Mahasiswi
Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa EM Guru Besar Farmasi UGM itu terbukti melakukan pelecehan terhadap mahasiswi S1 hingga S3
BANJARMASINPOST.CO.ID - Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM, menjadi sorotan karena terbukti melecehkan mahasiswinya.
Kejadian tersebut bahkan berlangsung sejak 2023 hingga 2024, dengan korban mahasiswi S1 hingga S3 UGM.
Terbaru, UGM secara resmi memberi sanksi pemberhentian alias pemecatan terhadap EM.
Dalam rilis di laman resminya Sabtu (6/4/2025), disebutkan salah satu tindakan cepat awal yang dilakukan oleh UGM dan fakultas adalah dengan membebaskan Terlapor dalam hal ini EM dari kegiatan tridharma perguruan tinggi dan jabatan sebagai Ketua Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi. Jabatan Terlapor selaku Ketua CCRC dicopot berdasarkan pada Keputusan Dekan Farmasi UGM pada 12 Juli 2024.
"Keputusan Dekan Farmasi ini ditetapkan jauh sebelum proses pemeriksaan selesai dan dijatuhkan sanksi kepada yang bersangkutan, untuk kepentingan para korban dan untuk memberikan jaminan ruang aman bagi seluruh sivitas akademika di fakultas," tulis rilis resmi UGM.
Baca juga: Sosok EM Guru Besar Farmasi UGM Lecehkan 13 Mahasiswi Modus Bimbingan Skripsi, Profesor Berprestasi
Baca juga: Profil Abu Janda, Sempat Ikut Dipanggil Prabowo, Kini Dikabarkan Jadi Komisaris PT Jasamarga MTO
Secara kronologis, Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) UGM langsung menindaklanjuti laporan dari Fakultas Farmasi dengan pembentukan Komite Pemeriksa melalui Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 750/U N1.P/KPT/HUKOR/2024 dengan perubahan masa kerja Komite Pemeriksa dari tanggal 1 Agustus 2024 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2024.
Komite Pemeriksa melakukan pemeriksaan mulai dari meminta keterangan lebih lanjut dari para korban secara terpisah, melakukan pemeriksaan pada Terlapor, para saksi, memeriksa bukti-bukti pendukung yang ada hingga tahap pemberian rekomendasi.
Berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan, Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa EM Guru Besar Farmasi UGM itu terbukti melakukan Tindakan Kekerasan Seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023.
EM kemudian disebut juga terbukti telah melanggar kode etik dosen. Hasil putusan penjatuhan sanksi berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
Pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM) juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku.
Sosok EM
Guru besar fakultas farmasi UGM, EM diketahui memiliki segudang prestasi.
Disadur dari laman resmi UGM, EM merupakan lulusan asli UGM. Ia juga mengambil S2 di UGM.
Sementara gelar doktornya didapat dari universitas bergengsi Jepang, Molecular Oncology, Nara Institute Science and Technology (NAIST) Jepang.
Memiliki satu paten, EM juga pernah menjabat wakil dekan di Fakultas Farmasi UGM.
Keterangan UGM
Sebelumnya, Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, mengungkapkan bahwa laporan kasus ini pertama kali diterima pada tahun 2024 dan langsung diproses oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM.
“Jadi memang yang dilaporkan ke UGM itu di tahun 2024, dan proses pemeriksaannya itu dilakukan oleh Satgas PPKS,” kata Andi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (4/4/2025) dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Nasib Mahasiswi UGM para Korban Pelecehan EM Guru Besar Farmasi UGM Kini Pascapelaku Dipecat
Modus Melalui Bimbingan dan Diskusi
Satgas PPKS melibatkan berbagai unsur dalam pemeriksaan, termasuk dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, serta pengawas internal dan pihak fakultas.
Total 13 orang dimintai keterangan sebagai korban dan saksi.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dugaan kekerasan seksual dilakukan sepanjang tahun 2023 hingga 2024. EM diduga menggunakan modus pendekatan melalui kegiatan akademik, seperti diskusi, bimbingan, serta pembahasan lomba.
Sebagian besar pertemuan berlangsung di luar lingkungan kampus.
“Kalau dilihat (modusnya), ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti,” jelas Andi.
“Lokasi kejadian itu berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagian memang dilakukan di luar kampus,” tambahnya.
Telah Dibebastugaskan sejak Pertengahan 2024
Berdasarkan hasil investigasi awal, EM telah dibebastugaskan sejak pertengahan tahun 2024 dari seluruh aktivitas akademik dan jabatan strukturalnya di kampus.
Ia juga dicopot dari posisi sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana dan Kepala Cancer Chemoprevention Research Center di Fakultas Farmasi UGM.
“Sudah sejak pelaporan dari fakultas, itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas,” terang Andi.
Pihak kampus menyatakan bahwa tindakan EM melanggar Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
Sanksi Sedang hingga Berat, Menunggu Keputusan Final
Andi mengatakan, berdasarkan keputusan rektor, EM berpotensi dijatuhi sanksi sedang hingga berat, mulai dari skors hingga pemberhentian tetap.
“Keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Nah, sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skorsing hingga pemberhentian tetap,” ujarnya.
Karena EM berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan juga Guru Besar, pemberian sanksi melibatkan koordinasi dengan tiga kementerian.
Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi.
“Oleh karena itu, kami setelah liburan Idul Fitri ini akan menetapkan keputusan itu,” kata Andi.
Status Guru Besar Menunggu Keputusan Kementerian
Mengenai status EM sebagai Guru Besar, Andi menegaskan bahwa kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait.
“Harus dipahami, status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya (dicabut), mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” tegasnya.
UGM memastikan bahwa pendampingan kepada para korban masih terus dilakukan oleh Satgas PPKS. Evaluasi dilakukan secara berkala berdasarkan kondisi psikologis masing-masing korban.
“Masih. Itu kan juga kami lihat per case. Nah itu detailing, teman-teman dari Satgas PPKS masih terus mendampingi,” ucap Andi.
“Jadi kita lihat case-nya seperti apa. Kalau memang sudah membaik dan dipandang dari sisi psikologis dan psikis korban sudah membaik, ya kami kemudian menyatakan selesai.”
Kabar terakhir yang dihimpun, EM disebut sudah dipecat sebagai dosen UGM.
Baca juga: Isi Rekaman Suara Lisa Mariana Viral, Sebut Ridwan Kamil Banyak Punya Simpanan: Saya Aja Kecelakaan
Baca juga: Bos Skincare Mira Hayati Keluar dari Penjara, Alasan Punya Bayi, si Ratu Emas Kini Berubah Status
(Banjarmasinpost.co.id)
Guru Besar UGM Lecehkan Mahasiswi
Skandal Guru Besar UGM
Universitas Gadjah Mada (UGM)
Guru Besar Farmasi UGM
Presiden Jadikan Pulau Galang Kepri Lokasi Pengobatan Warga Gaza, Hasan Nasbi: Bukan Evakuasi |
![]() |
---|
Perempuan di Riau Tewas Diserang Gajah saat Berladang, Jasad Ditemukan Suami Keesokan Harinya |
![]() |
---|
Pujian Presiden Prabowo untuk Jokowi dalam Pidato Sidang Kabinet, Juga Sentil Sentil Pemain Ekonomi |
![]() |
---|
Anggota TNI Prada Lucky Tewas Diduga Dianiaya Senior, Ada Luka Sayat dan Lebam: Ayah Korban Prajurit |
![]() |
---|
Menko Polkam Sebut Ada Konsekuensi Pidana, Presiden Prabowo Bolehkan Kibarkan Bendera One Piece |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.