Seseorang yang bergaji Rp 7 juta harus mencicil 15 tahun dengan angsuran bulanan sekitar Rp 2,1 juta.
Apabila dicicil dengan tenor 10 tahun, maka harus membayar sebulan Rp 2,6 juta.
Tetapi kalau Rusunami seharga Rp 320 juta tipe 36 cicilan untuk tenor 15 tahun menjadi Rp 3,64 juta.
"Dengan demikian apakah dengan UMR Rp 3,6 juta per bulan, seseorang mampu untuk membeli rusun tersebut, meski dp nol persen?" kata Trubus.
3. Cenderung Membohongi Publik
Trubua beranggapan ebijakan Rusun DP nol rupiah cenderung membohongi publik.
Sebab pada akhirnya masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sulit membelinya meskipun dengan cicilan ringan dan bunga rendah.
Andaikan masyarakat mengalami kegagalan membayar cicilan atau macet, siapakah yang akan menanggung?
"Kebijakan ini nampaknya hanya sekedar pencitraan untuk memenuhi janji politik. Dan dilakukan tanpa perencanaan, formulasi yang matang, serta cenderung dipaksakan," ujar Trubus.
Akibatnya nanti masyarakat juga akan dirugikan. Apalagi masa Jabatan Gubernur hanya 5 tahun.
"apakah ketika gubernur berganti menjamin tidak akan mengganti kebijakan tersebut. Sudah menjadi rahasia umum, ketika pejabat berganti maka kebijakan juga akan berganti," ucap Trubus. (TRIBUNNEWS.com)