Berita HSS

Kacangai dari Biji Kepayang, Penganan Tradisional yang Langka, Penjualnya Hanya Ada Dua di Kandangan

Penulis: Eka Pertiwi
Editor: Eka Dinayanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

di Kota Kandangan hanya ada dua pedagang kepayang.

BANJARMASINPOST.CO.ID, KANDANGAN - "Kepayang kepayang tukarikan kepayang," suara perempuan di Pasar Rakyat Terpadu Kandangan, lantang terdengar menjajakan panganan dari biji kepayang.

Yap, jika biji kepayang selama ini hanya dikenal sebagai kluwek bumbu rawon, di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, biji kepayang yang masih segar bisa dijadikan panganan.

Bisa dimakan langsung dengan cocolan samu atau beras sangrai yang sudah ditumbuk dan diberi garam.

Bedanya samu untuk kepayang tidak berwarna kecoklatan.

Beras yang disangrai hanya sampai matang.

Sedangkan samu untuk fermentasi ikan, warnanya harus coklat.

Nah, rasa buah kepayang yang sudah direbus dan dipotong kecil-kecil ini rasanya mirip dengan kacang mentah.

Bedanya ada rasa pahit jika kalian tidak biasa.

Baca juga: Vonis Lima Tahun Pelaku Pencabulan di HSS, Keluarga Korban Bikin Surat Pernyataan Damai

Baca juga: Persiapan Pemilu 2024, KPU Kabupaten HSS Sampaikan ke Bupati Tahapan pada Juni 2022

Makanya menghilangkan rasa pahit, diberi cocolan samu.

Bentuknya lebih mirip jengkol yang sudah dipotong-potong.

Namun, warnanya jauh lebih putih ketimbang jengkol.

Bernama latin, pangium edule, buah kepayang rupanya masih banyak ditemui di Kecamatan Loksado dan Padang Batung.

Biji keluak dipakai sebagai bumbu dapur masakan Indonesia yang memberi warna cokelat kehitaman pada rawon.

Sebenarnya biji kluwak mentah sangat beracun karena mengandung asam sianida dalam konsentrasi tinggi.

Bila dimakan dalam jumlah tertentu dapat menyebabkan mabuk.

Makanya ada istilah mabuk kepayang.

Disamping asam sianida, terdapat pula beberapa zat yang tergandung dalam keluak, seperti asam hidnokarpat, asam khaulmograt, asam glorat, dan tanin.

Lalu bagaimana pengrajin kepayang atau kacangai di Kabupaten Hulu Sungai Selatan?Sayangnya pengrajin panganan ini tak banyak.

Misal di Kota Kandangan hanya ada dua pedagang kepayang.

Keduanya pun merupakan keluarga dan berasal dari Desa Jambu Hulu Kecamatan Padang Batung.
Keduanya biasanya berjualan di Pasar Rakyat Terpadu Kandangan.

Pedagang sekaligus pengrajin panganan kacangai ini bernama Aminah dan Lisadawati.

Aminah menyebut membuat kacangai ini mudah-mudah susah.

Dalam sehari Aminah mampu mengolah 400 biji kepayang.

Biji kepayang ini diperolehnya dari petani di daerahnya atau dari Kecamatan Loksado.

Ada yang menjual per biji ada juga yang berjualan per pohon.

Jika per biji, harga kepayang dihargai Rp 20 hingga Rp 25 ribu per 100 biji.

Kalau per pohon dihargai Rp 250 ribu.

Dalam sehari Aminah mampu mengolah kacangai sebanyak 400 biji.

Pengolahannya juga tergantung ketersediaan buah kepayang.

Jika buah sedang kosong, ia tidak akan mengolah.

Semisal pada Jumat (20/5) Aminah menyebut tidak mengolah kacangai.

Mengingat bahan baku sudah habis.

Rencananya, ia akan mencari bahan baku terlebih dahulu.

Bahan baku ini bisa didapat dengan membeli langsung atau diantar oleh petani.

Dari 400 biji kepayang yang diolah jadi kacangai dan dicincang sedemikian rupa, Ia mampu mengantongi uang Rp 250 ribu.

Itu dengan catatan kacangai yang ia jual habis semua.

"Biasanya sih habis," kata Aminah.

Aminah menyebut panganan ini merupakan makanan judul yang susah didapat saat ini.

Ia pun baru mengetahui setelah menikah dengan suami.

Sebab, di daerah asalnya di Nagara tidak ada panganan seperti ini.

Kepayang olahannya laku hingga ke berbagai daerah, mulai dari Tanah Laut, Banjarmasin, dan daerah lainnya di Kalimantan Selatan.

Baca juga: Puncak Kegiatan Mappanre Ritasie, Dishub Tanbu Larang Kendaraan Roda 6 Atau Lebih ke Arah Pagatan

Baca juga: Diultimatum Bongkar Bangunan, PKL Jalan Irigasi Tanjung Rema Sudah Diberi Toleransi Selama Ramadan

Aminah menjual kacangai Rp 5 ribu per takar kecil dan diberi samu.

Untuk mengolahnya, tidak rumit. Aminah hanya perlu mengupas dan membelah biji kepayang.

Setelah itu biji kepayang yang sudah dibelah dipotong-potong.

Usai dipotong dimasukkan ke air yang sudah mendidih dan direbus selama 30 menit.

"Merebus tidak lama. Hanya segurakan (sekali air mendidih, red)," katanya.

Proses paling penting untuk menghilangkan getah yang terkandung pada kepayang, Aminah merendamnya di sungai selama satu malam.

"Dimasukan ke karung bawang. Direndam semalaman. Saya jamin aman dimakan. Tidak bikin pusing," katanya.

Ia menjelaskan pengolahannya tidak rumit asalkan dikerjakan dengan benar dan tepat.

(banjarmasinpost.co.id/eka pertiwi)

Berita Terkini