Pengeluaran membengkak, sementara pemasukan dari investasi apartemen tidak ada. Malah bikin boncos.
3. Susahnya mencari penyewa apartemen
Apartemen terkesan mewah bagi sebagian besar pekerja. Gaji bulanan bisa habis hanya untuk membayar sewa apartemen yang lumayan mahal.
Oleh karenanya, tidak mudah mencari penyewa apartemen. Membuat apartemen yang kamu beli kosong melompong dalam beberapa bulan, mungkin sampai tahunan.
Sedangkan biaya pengelolaan apartemen dan cicilan KPA wajib dibayar. Akhirnya, karena tidak ada pemasukan sama sekali dari sewa apartemen, terpaksa IPL dan cicilan KPA dibayar menggunakan kocek pribadi.
Tujuan mendapatkan tambahan uang dari penyewaan apartemen atau investasi apartemen tidak sesuai harapan. Kamu juga yang rugi.
4. Harga jual berpotensi turun
Tidak seperti rumah maupun tanah yang harganya berpotensi naik ketika dijual, berbeda dengan apartemen. Kemungkinan harga jual apartemen turun tetap ada.
Terlebih jika terjadi kelebihan suplai atau pasokan unit apartemen di suatu wilayah, pasti akan mempengaruhi harga jualnya.
Jadi, kalau kamu ingin menjual apartemen, harganya belum tentu naik, tetapi justru merosot. Ini yang harus menjadi perhatianmu sebelum membeli atau investasi apartemen.
5. Sulit menjual cepat
Investasi reksadana, emas, dan saham terkenal investasi yang likuid. Artinya mudah dicairkan atau ditarik jika sewaktu-waktu membutuhkan dana.
Sementara investasi properti, termasuk investasi apartemen tidak likuid. Butuh waktu cukup lama untuk menjual atau menggadaikannya.
Belum lagi kalau lokasi kepemilikan properti tidak strategis, sangat susah menjualnya lagi atau sepi peminat. Mungkin bisa memakan waktu berbulan-bulan atau hingga tahunan.
6. Kapan balik modal?
Investasi apartemen sebaiknya tidak mengharapkan balik modal dalam waktu cepat. Misalnya dengan menyewakan apartemen, jika setiap bulan kamu memperoleh pemasukan bersih setelah dipotong IPL, dan lain-lain, sekitar Rp 4 juta, dengan modal Rp 500 juta, maka balik modal membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun.