BANJARMASINPOST.CO.ID - Penurunan kekebalan tubuh semakin banyak diderita warga Kalimantan Selatan. Terjadi penambahan kasus HIV/AIDS setiap tahunnya. Angkanya di atas 600 dalam tiga tahun terakhir.
Pada Januari-November 2024 ditemukan 646 kasus. Ini hanya 71 persen dari estimasi atau perkiraan sebanyak 904 kasus. Pada 2023, kasus yang ditemukan ada 705 dan pada 2022 sebanyak 605.
Pada tahun ini, Banjarmasin menjadi daerah dengan kasus tertinggi yakni 243 kasus, diikuti Banjarbaru dengan 70 kasus, Kabupaten Banjar 67 dan Tanah Bumbu 64 kasus. Selanjutnya Tabalong 42 kasus, Tanahlaut 39, Hulu Sungai Utara 28, Hulu Sungai Selatan 24, Kotabaru 20, Hulu Sungai Tengah 19, Tapin 14, Balangan 10 dan Baritokuala 6 kasus.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Nurul Ahdani menegaskan pentingnya komitmen bersama dalam menanggulangi HIV/AIDS. “Pemerintah berkomitmen memberikan perlindungan dan dukungan penuh bagi individu yang terdampak HIV/AIDS,” ujar Nurul, Sabtu (14/12).
Pemprov Kalsel menargetkan Three Zero HIV/AIDS pada 2030 yakni Zero Infection (tidak ada infeksi baru), Zero AIDS-related Deaths (tidak ada kematian terkait AIDS) dan Zero Discrimination (tidak ada diskriminasi terhadap ODHA/Orang dengan HIV AIDS).
Baca juga: Ada Perbaikan Pompa Distribusi, Warga di Sejumlah Wilayah Banjarbaru dan Banjar Diminta Tampung Air
Baca juga: Bom Rakitan Meledak di Sebuah Festival di Thailand, 3 Meninggal 48 Luka, Pemerintah Urai Kronologi
Langkah strategis yang dilakukan seperti sosialisasi pendidikan, layanan kesehatan yang merata, dan perlindungan hukum yang inklusif.
“Penanganan HIV/AIDS adalah tanggung jawab bersama untuk meningkatkan kesejahteraan dan melindungi hak asasi manusia,” tambah Nurul.
Nurul pun memastikan stok obat untuk penderita HIV/AIDS di Kalsel aman hingga tahun depan. Ini untuk mendukung keberlanjutan perawatan ODHA.
Saat dikonfirmasi, Sabtu, Kadinkes Banjarmasin Tabiun Huda mengatakan kasus HIV/AIDS di kota ini sepanjang 2024 ada 167. Ini turun dibandingkan 2023, yang sebanyak 354 kasus.
“Penurunan ini cukup signifikan. Namun, faktor risiko seperti seks sesama jenis, berganti pasangan, dan penggunaan jarum suntik masih menjadi penyebab utama,” jelasnya.
Untuk memudahkan akses perawatan, Dinkes Banjarmasin menyediakan layanan Perawatan Dukungan dan Pengobatan (PDP) di lima puskesmas dan lima rumah sakit. “Fasilitas ini kami hadirkan agar ODHA bisa mendapatkan pengobatan lebih mudah dan dekat,” tambah Tabiun.
Seorang ODHA yang tidak ingin disebutkan namanya membagikan pengalamannya sebagai pasien HIV sejak 2015. “Awalnya saya merasa sendiri dan tidak tahu harus bagaimana, sampai saya bergabung dengan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Di sana, saya mendapatkan dukungan emosional dan informasi pengobatan,” ungkapnya kepada BPost.
Namun, ia mengeluhkan berkurangnya frekuensi pertemuan kelompok dukungan. “Dulu kegiatan rutin setiap bulan, sekarang hanya satu atau dua kali setahun. Padahal, pertemuan itu membuat kami merasa tidak sendiri dan membantu kami saling berbagi pengalaman,” tambahnya penuh harap.
ODHA ini juga menyoroti pentingnya komunikasi dan pendampingan. “Saya berharap kegiatan seperti ini dirutinkan lagi. Informasi tentang pengobatan pun lebih cepat didapat, dan rasa kekeluargaan di antara pasien tetap terjaga,” ujarnya. (msr/sul)
Harus Dimotivasi Berobat
BPOST/nurholishuda
Edi Sampana
Sekretaris KPA Banjarbaru
Jumlah Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kota Banjarbaru terus bertambah. Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Banjarbaru Edi Sampana SKM, M.Kes, Sabtu (14/12), mengatakan totalnya hingga November 2024 ada 620 orang. Ini belum termasuk 300-an ODHA yang belum ditemukan.
Dari 620 ODHA tersebut, hanya 323 orang yang masih terpantau. “Sisanya pindah dari Banjarbaru, wafat dan tidak mau berobat,” kata ahli penyebaran penyakit (epidemiolog) Dinas Kesehatan (Dinke) Banjarbaru tersebut.
Edi mengatakan 95 persen penyebaran HIV melalui hubungan seks. “Namun jika dikaitkan dengan adanya lokalisasi, tidak bisa diklaim karena itu. Sangat sedikit hubungan lokalisasi dan penularan HIV. Karena penularan HIV tidak hanya terjadi di Pambatuan misalnya,” ujarnya.
Edi menegaskan HIV bisa menular karena ODHA melakukan hubungan seks tanpa pelindung. “Karena masih banyak ODHA yang belum terdeteksi. Mereka ini yang tanpa sadar menularkan HIV kepada orang lain, termasuk istri,” jelasnya.
Oleh karena itu Dinkes melalui puskesmas dan rumah sakit terus melakukan tes HIV sukarela pada populasi kunci seperti mereka yang suka gonta-ganti pasangan, waria, pekerja seks komersial, ibu hamil dan calon pengantin. “Terbukti selama Januari-November 2024 ditemukan ODHA baru,” ungkapnya.
Dia pun menyampaikan pihak terkait termasuk media massa perlu memberikan penyuluhan mengenai cara penularan HIV. Ini agar masyarakat bisa mencegahnya. “Jadi harus pakai kondom kalau hubungan seks itu berisiko,” ujarnya.
Dinkes dan KPA Banjarbaru, menurut Edi, terus melakukan imbauan dan motivasi agar ODHA mau berobat. Mereka pun diminta untuk mengikuti konseling atau edukasi. “Tujuannya agar mereka tahu penyakitnya, mau berobat dan tidak menulari orang lain. Karena pengobatan HIV seumur hidup, maka kemauan berobat harus datang dari diri sendiri,” urainya.
Selama ini, lanjut dia, setiap mendeteksi ODHA, fasilitas kesehatan memberikan konseling.
“Dengan konseling diharapkan pasien mau segera mengonsumsi obat ARV. Obat ARV biasa diberikan selama 30 hari. ODHA pun bisa melakukan konsultasi baik tatap muka atau melalui telepon,” urainya. (lis)