BANJARMASINPOST.CO.ID - Tradisi amalan Rebo Wekasan dipercayai oleh sebagian masyarakat Indonesia dan dilaksanakan di berbagai daerah, cek daerah mana saja.
Tradisi ini pertama kali dilaksanakan pada masa Wali Songo.
Kala itu, terdapat ulama di Indonesia yang menyebutkan pada saat bulan Safar, Allah akan menurunkan lebih dari 500 macam penyakit.
Sebagai langkah antisipasi, masyarakat berusaha untuk memperbanyak ibadah dan berdoa.
Hal ini dimaksudkan agar orang-orang dapat terhindar dari penyakit, musibah, hingga malapetaka yang mungkin terjadi.
Baca juga: Referensi Ide Hadiah Lomba 17 Agustus 2025 Momen HUT Ke-80 RI, Bisa untuk Semua Kalangan
Baca juga: Modus Pungli Ibu-ibu Tagih Rp500 Ribu Sumbangan 17 Agustusan, Berujung Dilaporkan ke Polisi
Tradisi inilah yang kemudian disebut sebagai Rebo Wekasan, karena biasanya terjadi pada saat Rabu Terakhir di bulan Safar dalam kalender Islam.
Tradisi Rebo Wekasan ini mulai muncul di abad 17-an, dan mulai dilaksanakan di beberapa daerah di Indonesia seperti Aceh, Sumatera, Jawa, Kalimantan hingga Maluku.
Tradisi Rebo Wekasan di Aceh
Melansir dari kompas.com, Rebo Wekasan di Aceh ini dikenal dengan istilah Makmegang.
Ritual Rebo Wekasan di Aceh atau Makmegang ini dilaksanakan di tepi pantai.
Masyarakat akan berdoa bersama, dengan dipimpin oleh seorang Tengku dan diikuti oleh tokoh agama dan berbagai elemen masyarakat Aceh.
Tradisi Rebo Wekasan di Jawa
Hampir sama dengan di wilayah lainnya, di Jawa tradisi Rebo Wekasan ini juga dilaksanakan oleh masyarakat yang mempercayainya.
Rebo Wekasan di Jawa juga dilakukan di pinggir pantai oleh masyarakat.
Mereka akan memanjatkan doa-doa dengan cara dan kepercayaan mereka masing-masing.
Tradisi Rebo Wekasan di Tasikmalaya dan Banten
Di Tasikmalaya dan Banten, traidisi Rebo Wekasan ini juga dipercayai oleh sebagian besar masyarakat.
Mereka yang percaya dengan tradisi ini akan melaksanakan tradisi dan melakukan shalat khusus pada pagi hari di Rabu Terakhir pada bulan Saffar.
Jadi tradisi Rebo Wekasan di Tasikmalaya dan Banten akan dilaksanakan sesuai kepercayaan mereka masing-masing.
Tradisi Rebo Wekasan di Bantul
Tradisi Rebo Wekasan juga banyak dilaksanakan oleh masyarakat yang tinggal di Bantul, tepatnya wilayah Wonokromo.
Mereka akan melaksanakan Rebo Wekasan dengan tradisi khusus seperti membuat lemper raksasa.
Nantinya lemper ini akan dibagikan kepada warga yang menghadiri acara Rebo Wekasan ini.
Tradisi Rebo Wekasan di Banyuwangi
Hampir sama dengan daerah lain, warga Banyuwangi juga melaksanakan tradisi Rebo Wekasan di pinggir pantai.
Biasanya mereka melakukan ritual pembacaan doa dan petik laut di Pantai Waru Doyong.
Tak hanya itu, warga Banyuwangi juga akan melaksanakan tradisi makan nasi yang dibuat secara khurus di pinggir jalan.
Tradisi Rebo Wekasan di Kalimantan
Sementara untuk tradisi Rebo Wekasan di daerah Kalimantan, biasanya dilaksanakan dengan melakukan shalat shunnah dan pembacaan doa.
Masyarakat Kalimantan yang percaya dengan Rebo Wekasan akan membaca doa-doa tolak bala.
Tak hanya itu, masyarakat Kalimantan juga akan melaksanakan acara selamatan di kampungnya masing-masing dan menghindari bepergian jauh terlebih dahulu.
Mereka juga mempercayai unuk tidak mandi hingga Saffar, yang dimaksudkan untuk membuang kesialan yang mungkin terjadi.
Sebagian masyarakat Indonesia yang percaya dengan Rebo Wekasan akan melaksanakan tradisi dan menghindari pantangan-pantangannya.
Kata Ustadz Abdul Somad
Ustadz Abdul Somad menerangkan ada kebiasaan umat muslim di Indonesia melakukan ziarah di bulan Safar.
"Berziarah di Rabu terakhir bulan Safar berdoa dijauhkan dari bala dan musibah, karena menurut ulama tasawuf musibah paling banyak diturunkan pada Rabu terakhir di bulan Safar, itu mereka dapatnya dari ilham, bukan hadits Nabi SAW," terang Ustadz Abdul Somad dikutip Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Irman Hidayah.
Istilah ziarah di Rabu terakhir bulan Safar termasuk salah satu amalan Rebo Wakasan.
Maka berdoa dan ziarah kubur di bulan Safar termasuk dibolehkan sebab baik dilakukan dan tidak dilarang.
Hal ini disebut bertawassul dengan wali-wali Allah SWT, bertawassul dengan Syekh Abdul Qodir Jaelani, bertawassul dengan Wali Songo, itu bukan meminta kepada wali melainkan kepada Allah SWT berkat kemuliaan wali-wali-Nya.
"Yang membolehkan tawassul itu ulama-ulama, di antaranya Ulama asal Maroko, Syekh Sayid Abdullah bin Muhammad bin ash-Shiddiq al-Ghumari," ucap Ustadz Abdul Somad.
Di saat berziarah hendaknya mengucap salam kepada ahli kubur, bacaan salam yang dicontohkan Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
السَّلامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنينَ وَأتاكُمْ ما تُوعَدُونَ غَداً مُؤَجَّلُونَ وَإنَّا إنْ شاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاحقُونَ
Assalâmu‘alaikum dâra qaumin mu’minîn wa atâkum mâ tû‘adûn ghadan mu’ajjalûn, wa innâ insyâ-Allâhu bikum lâhiqûn
Artinya: Assalamu’alaikum, hai tempat bersemayam kaum mukmin. Telah datang kepada kalian janji Tuhan yang sempat ditangguhkan besok, dan kami insyaallah akan menyusul kalian.
Setelah membaca salam ini, Rasulullah SAW lalu menyambungnya dengan berdoa “Ya Allah, ampunilah orang-orang yang disemayamkan di Baqi’.”
Amalan-amalan yang bisa diamalkan di bulan Safar di antaranya puasa sunnah, sholat sunnah, sedekah, membaca Alquran dan amalan kebaikan lainnya sebagaimana bisa dilaksanakan di bulan-bulan lainnya.
Penjelasan Buya Yahya
Buya Yahya menjelaskan ritual khusus yang sering tersebar atau tersiar di bulan Safar adalah rebo wekasan bukan bersumber dari hadist Rasulullah SAW.
"Tidak boleh mengatakan itu dari Nabi SAW sama artinya dengan dusta, kalau memang ada seorang yang shaleh, alim, tidak tampak pada dirinya kemaksiatan kemudian mengucapkan amalan itu, mungkin bisa benar, tapi itu berupa ilham," jelas Buya Yahya dikutip Banjarmasinpost.co.id dari kanal youtube Al-Bahjah TV.
Ia menambahkan Allah memberikan ilham kepada seseorang yang kemudian diketahui dan diamalkan oleh orang tersebut.
Meski demikian, ilham yang dimaksud tidak wajib dipercayai. Kendati ilham wali sekalipun tak wajib diyakini.
"Namun bagi orang yang ingin mempercayai boleh, misalnya anjuran banyak membaca doa karena diyakini bakal ada musibah yang datang di suatu tempat," terang Buya Yahya.
Terkait hal demikian hendaknya berhusnudzon atau berprasangka baik yang mana hal itu adalah ilham dari para ulama di waktu tertentu bakal banyak musibah. Soal ini boleh dipercayai ataupun tidak.
Mengingkari hal demikian adalah tidak berbahaya bagi kaum muslim, yang berbahaya itu su'ul adzab kepada orang shaleh atau alim ulama.
"Kalau ada amalan lainnya misal baca Yasin, baca doa, sedekah, agar ditolak dari bencana, itu amalan yang sah, tak hanya dibaca saat rebo wekasan, tapi setiap saat boleh dilakukan," urai Buya Yahya.
Selain itu, saat membaca surah Yasin boleh mengulang-ulang beberapa ayat, misalnya "Salaamun qoulam mirrobbirrohim" sebanyak tiga kali.
Amalan lainnya shalat malam, sebanyak-banyaknya jumlah rakaat yang dilakukan adalah sah.
Namun afdholnya melakukan shalat malam dua rakaat sekali salam, namun dilakukan empat dan enam rakaat sah.
"Apakah ada shalat tolak bala, yang benar adalah shalat hajat untuk menolak bala, berapapun rakaatnya setelah shalat membaca doa dijauhkan dari marabahaya, atau saat sedekah diniatkan untuk menolak bala, sah," ucap Buya Yahya.
Karena itu, tidak perlu menghujat amalan-amalan itu. Yang terpenting adalah tidak melakukan kebohongan misalnya mimpi bertemu Nabi SAW.
Selagi tidak bertentangan dalam Islam dan tidak dinisbatkan kepada Nabi Muhammad SAW maka boleh-boleh saja.
(Banjarmasinpost.co.id/Tribunnews.com)