Dinsos P3AP2KB Banjar
Dinsos P3AP2KB Banjar Gelar Koordinasi Lintas Sektor, Fokus Tekan Kasus Kekerasan Anak di Martapura
Dinsos P3AP2KB Kabupaten Banjar menggelar Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Martapura, Senin (3/11/2025)
Penulis: Nurholis Huda | Editor: Ratino Taufik
BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (P3AP2KB) Kabupaten Banjar menggelar Rapat Koordinasi Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak di Aula Kecamatan Martapura, Senin (3/11/2025).
Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai pihak terkait, antara lain perwakilan dari Pengadilan, Polres Banjar, pengacara dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT DPPA), Rumah Singgah, Forum Anak Daerah, tujuh lurah se-Kecamatan Martapura, serta petugas PPA.
Kepala Dinas P3AP2KB, Erny Wahdini, melalui Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinsos P3AP2KB Banjar, Merilu Ripner, mengatakan kegiatan ini digelar sebagai langkah konkret memperkuat sinergi antarinstansi dalam mencegah kekerasan terhadap anak.
“Dari data Simfoni PPA, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Banjar paling tinggi terjadi di Kecamatan Martapura. Karena itu, kami memilih Martapura sebagai lokasi pertama untuk sosialisasi dan koordinasi lintas sektor,” ujar Merilu Ripner
Merili Ripner menambahkan, bentuk kekerasan yang paling sering dialami anak di wilayah ini adalah kekerasan seksual, diikuti kekerasan fisik dan psikis. Adapun faktor penyebabnya beragam, mulai dari tekanan ekonomi, rendahnya pendidikan, pola asuh keluarga yang keliru, hingga perilaku anak yang kurang positif.
“Melalui kegiatan ini, kami ingin meningkatkan kepedulian semua pihak mulai dari pemerintah desa, lurah, aparat, hingga masyarakat agar lebih waspada dan aktif melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Polres Banjar Rudy Antoni, Kanit PPA, mengungkapkan saat ini terdapat sekitar 25 kasus kekerasan terhadap anak yang sedang dalam proses hukum.
Sementara itu, pengacara Abdul Hamid, S.H., M.H. dari Peradi yang menjadi narasumber menjelaskan bahwa tidak semua kasus kekerasan anak harus berujung di meja hijau. Menurutnya, penyelesaian dengan pendekatan restorative justice bisa menjadi solusi alternatif dalam kasus tertentu.
“Jika memungkinkan, kasus bisa diselesaikan secara restorative justice dengan tetap memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Pendekatan ini bukan untuk menghapus hukuman, tetapi untuk memulihkan kondisi korban dan mencegah trauma lebih lanjut,” jelasnya.(AOL)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.