Nasional

Dalih DPR RI 17 Tahun Tak Juga Sahkan RUU Perampasan Aset: Ada Empat RUU Lain yang Belum Rampung

Sudah tiga presiden telah berganti atau sudah 17 tahun tak ada bayangan RUU Perampasan Aset benar-benar menjadi undang-undang, ini alasan DPR RI

|
Editor: Rahmadhani
Kompas.com/Ridho Danu Prasetyo
RUU PERAMPASAN ASET - Puluhan pengemudi ojek online turut memadati area depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat untuk mengikuti unjuk rasa 25 Agustus, Senin (25/8)2025). Wakil Ketua DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, membeberkan penyebab Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak kunjung disahkan hingga saat ini. 

BANJARMASINPOST.CO.ID - Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang tidak kunjung disahkan hingga saat ini, menjadi salah satu tuntutan utama dalam aksi massa yang berlangsung di sejumlah wilayah Indonesia beberapa waktu lalu.

UU Perampasan Aset diharapkan jadi senjata ampuh untuk menangani korupsi yang sudah mendarah daging di Indonesia.

Namun, RUU Perampasan Aset yang sudah diusulkan sejak tahun 2008 lalu oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) belum juga disahkan DPR RI hingga kini.

Padahal sudah tiga presiden, yaitu Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY); Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi); hingga sekarang Presiden Prabowo Subianto telah berganti atau sudah 17 tahun tak ada bayangan RUU Perampasan Aset benar-benar menjadi undang-undang. 

Wakil Ketua DPR dari Fraksi NasDem, Saan Mustopa, membeberkan penyebab Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset tidak kunjung disahkan hingga saat ini.

Baca juga: Siapa Subhan Palal yang Tuntut Wapres Gibran Rp125,01 Triliun? Ijazah SMA Anak Jokowi Dipersoalkan

Baca juga: Ridwan Kamil Beli Mobil Mercy Milik BJ Habibie Nyicil: Belum Lunas, Bengkel Belum Dibayar

Saan mengatakan sebenarnya DPR telah berkomitmen agar RUU Perampasan Aset segera dibahas.

Namun, komitmen yang sudah ada itu terganjal dengan masih belum rampungnya empat RUU lainnya, yaitu RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), RUU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dan RUU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Tapi perlu disampaikan bahwa ada undang-undang yang terkait juga dengan Undang-Undang Perampasan Aset agar tidak tumpang tindih dan ini perlu disinkronkan."

"Kita ada Undang-Undang Tipikor, Undang-Undang TPPU, dan sedang kita bahas Undang-Undang KUHAP. Kalau selesai ini KUHAP, karena ini saling terkait, maka yang pertama akan diselesaikan dalam waktu yang cepat adalah KUHAP," katanya saat beraudiensi dengan perwakilan BEM dan organisasi masyarakat di Gedung DPR, Jakarta Pusat, dikutip dari YouTube TV Parlemen, Kamis (4/9/2025).

Sejarah 17 Tahun RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Disahkan

Sejak gelombang demonstrasi untuk mendesak agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset, maka menjadi pengingat bahwa RUU ini sudah 17 tahun 'mangkrak' dan tidak kunjung disahkan.

Sebagai informasi, RUU ini sebenarnya mengatur terkait mekanisme perampasan aset milik pelaku yang melakukan tindak pidana bermotif ekonomi seperti korupsi. Adapun tujuannya demi memaksimalkan pemulihan aset negara yang dikorupsi oleh pelaku.

Di sisi lain, selama lebih dari satu dekade, RUU ini seperti 'terlontang-lantung' di DPR.

Contohnya, pada DPR periode 2024-2029, RUU Perampasan Aset tidak masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas dan hanya dimasukkan ke dalam Prolegnas Jangka Menengah.

Bahkan, RUU Perampasan Aset hanya dimasukkan dalam posisi ke-82 Prolegnas.


Padahal, pada tahun 2022, RUU Perampasan Aset sempat masuk sebagai Prolegnas prioritas untuk tahun 2023.

Selain itu, pada April-Mei 2023, RUU Perampasan Aset sudah diserahkan ke presiden dan Surat Presiden (Surpres) sudah diserahkan.

Namun, hingga saat itu, tidak ada pembahasan RUU ini hingga saat ini.

Ironi RUU Pembahasan Aset pun paling tampak pada tahun 2013-2014 dan 2016-2018 karena sama sekali RUU ini tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas atau Prolegnas Jangka Menengah.

Kini, RUU Perampasan Aset menjadi salah satu dari tiga paket RUU yang dituntut oleh buruh agar segera dibahas pemerintah bersama DPR selain RUU Ketenagakerjaan dan RUU Pemilu.

Didukung Prabowo dan Jokowi
Pengesahan segera RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah didukung oleh Prabowo saat berpidato dalam Hari Buruh Internasional yang digelar di Monas, Jakarta, pada 1 Mei 2025 lalu.

Dia mengatakan RUU ini harus segera disahkan demi mengembalikan kekayaan negara yang telah dicuri oleh koruptor.

"Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak aja udah korupsi nggak mau kembalikan aset," katanya saat itu.

Selain itu, Jokowi pun juga mendukung agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.

Hal ini disampaikannya saat masih menjabat sebagai Presiden ketika berpidato pada Puncak Peringatan Antikorupsi Sedunia (Hakordia), di Istora Senayan, Jakarta, pada 12 Desember 2023 lalu.

Ia menuturkan jika RUU ini segera disahkan, maka akan menimbulkan efek jera bagi para pelaku korupsi.

“Menurut saya, undang-undang perampasan aset tindak pidana ini penting segera diselesaikan, karena ini adalah sebuah mekanisme untuk pengembalian kerugian negara dan bisa memberikan efek jera,” ujarnya.

Tak cuma itu, Jokowi juga mendorong agar DPR segera mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal demi meningkatkan transparansi dan akuntabilitas transaksi perbankan.

"Kemudian juga Undang-Undang Pembatasan Transaksi Uang Kartal yang mendorong pemanfaatan transfer perbankan. Ini semuanya akan lebih transparan, lebih akuntabel, juga sangat bagus,” ujarnya.

Banjarmasinpost.co.id/Tribunnews

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved