13 Tahun Tsunami Aceh - Kisah Pilu Jafar yang Tak Bisa Selamatkan Dua Anaknya Saat Tsunami Menerjang
Sebagai salah satu bencana terdahsyat dengan jumlah korban jiwa mencapai ratusan ribu orang, Tsunami Aceh tentu masih membekas
Penulis: Rahmadhani | Editor: Eka Dinayanti
BANJARMASINPOST.CO.ID - Tsunami Aceh 26 Desember 2004 sudah berlalu 18 tahun.
Sebagai salah satu bencana terdahsyat dengan jumlah korban jiwa mencapai ratusan ribu orang, Tsunami Aceh tentu masih membekas di ingatan semua orang, lebih-lebih buat warga Aceh.
Banyak diantara kisah pilu yang masih bisa diambil pelajaran dari Tsunami Aceh.
Salah satunya kisah ketegaran seorang ayah, Jafar Sidiq (54) tahun yang kehilangan dua anaknya saat musibah Tsunami menerjang Aceh.
Dilansir Bpost Online dari laman resmi Museum Tsunami Aceh, Sidiq mengisahkan kembali cerita tragis 13 tahun lalu tersebut.
Pagi itu, Minggu 26 Desember 2004 gempa dahsyat mengejutkannya dikala ia sedang menyeduh segelas kopi panas di warung kopi di daerah Dayah Baroe.
Baca: Di Balik Hutan Belantara di Kahung Kecil, Tim Ekspedisi Menemukan Keindahan yang Belum Terjamah
Ia bergegas pulang kerumah untuk menjumpai keluarganya.
Orang-orang yang mulai berlarian membuat Jafar lanjut berlari tanpa menghiraukan sepeda motor yang ditinggalkannya begitu saja.
Pertanyaan kedua anaknya malam itu terngiang kembali dipikirannya.
“Malam itu anak saya sudah bercerita, ia tanya hal-hal yang menyangkut tentang Tsunami, Zaki tanya misalnya kita bernapas dalam air apa bisa yah?,” kenang Jafar kala menceritakan kisah pilunya kepada anak perempuannya saat ini.
Jafar kembali menghela nafas untuk melanjutkan ceritanya.
Ketika sampai rumah, dia langsung menjumpai kedua anaknya yang sekarang sudah menjadi korban tsunami.
Saat itu ia melihat di sekelilingnya udara sudah berasap, gunung-gunung meletus, semburan air hitam keluar tiba-tiba dari dalam tanah yang ada di bawah rumah acehnya.
Teriakan dari warga-warga sekitar membuatnya berhenti berlari meninggalkan rumah.
Ia dan kedua anaknya kembali naik dan masuk ke dalam rumahnya, beberapa warga pun yang tidak sanggup berlarian memutuskan ikut naik ke atas rumah acehnya.
