Coretan Ketatanegaraan

“Super” Parpol

Layaknya Superman atau Superboy yang menunjukkan kekuatan amat dahsyat yang dimiliki

Editor: Dheny Irwan Saputra

Oleh: Rifqinizamy Karsayuda

LAYAKNYA Superman atau Superboy yang menunjukkan kekuatan amat dahsyat (super) yang dimiliki sang tokoh film fiksi itu, partai politik juga layak dijuluki “Super” Parpol.

Mengapa demikian? Karena parpol memiliki kekuatan yang amat dahsyat dalam mengelola dan mengendalikan suatu negara yang menganut paham demokrasi. Indonesia termasuk di dalamnya.

Secara teoritik, parpol sesungguhnya tak berbeda dengan badan hukum privat (privat legal entity) lainnya, seperti perusahaan, yayasan, koperasi dan badan hukum privat lainnya.

Sebagai badan hukum privat, parpol mengatur aturan main di dalam organisasinya secara mandiri, seperti syarat menjadi anggota, mekanisme pemilihan pengurus, struktur kepengurusan parpol beserta tugas dan tanggung jawabnya dan lain sebagainya yang dituangkan dalam AD/ART.

Negara dalam konteks itu hanya memberikan pengaturan soal legalitas suatu parpol sebagai badan hukum, serta syarat parpol untuk ikut serta dalam Pemilu.

Kedudukan negara dalam konteks ini, sama persis ketika negara mengatur soal syarat-syarat suatu perkumpulan atau organisasi menjadi badan hukum privat lain, seperti yayasan, koperasi dan yang lainnya. Negara tak sampai terlibat terlalu jauh dalam urusan rumah tangga masing-masing badan hukum privat itu.

Pada sisi yang lain, parpol sesungguhnya masuk dalam gugusan infrastruktur ketatanegaraan. Ia bersandingan dengan pers dan kelompk penekan lainnya, seperti gerakan mahasiswa, akademisi, kelompok buruh dan lain-lain.

Infrastruktur ketatanegaraan jelas berbeda dengan suprastruktur ketatanegaraan yang terdiri dari organ-organ negara, seperti lembaga eksekutif, legislatif yudikatif, auditif, maupun beberapa organ-organ pelengkap ketatanegaraan (the auxalary body of state), seperti KPK, KY, KPU dan berbadan komisi/badan independen lainnya yang belakangan tumbuh subur.

Sebagai infrastruktur ketatanegaraan, peran parpol sangat dominan dibanding infrastruktur yang lain. Parpol berperan bukan hanya sebagai sarana saling kontrol saling imbang (checks and balances) dengan infra dan suprasturktur ketatanegaraan lainnya. Jauh itu, parpol berperan sebagai pemasok sekaligus sumber utama lahirnya lembaga legislatif dan pucuk pimpinan eksekutif di negeri ini. Bahkan juga menjadi faktor penentu dalam kehadiran lembaga yudikatif dan auditif.

Pasokan dari parpol ke lembaga legislatif jelas lahir dari pemilu legislatif. Begitupula ke pucuk pimpinan eksekutif, ia lahir dalam proses elektoral bernama Pilpres dan Pemilukada.

Baik buruknya kualitas calon yang dipasok parpol dalam pemilu-pemilu itu, akan menjadikan faktor determinan baik tidaknya tata kelola pemerintahan di legislatif dan eksekutif, baik pusat, maupun daerah.

Dalam ranah yudikatif, parpol juga punya peran penting. Mahkamah Agung (MA) misalnya, sebagai puck kekuasaan kehakiman tertinggi di samping Mahkamah Konstitusi (MK), hakim agungnya diproses lewat campur tangan parpol. Proses awal calon hakim agung dilakukan oleh Komisi Yudisial (KY).

Sementara pemutus siapa yang akan menjadi komisioner KY adalah DPR RI yang notabene adalah perwakilan parpol. Setelah seleksi dari KY, para calon hakim agung akan dipilih oleh DPR RI. Proses ini jelas menggambarkan, parpol sangat super dalam menentukan dunia yudikatif kita.

Hal yang sama juga terjadi pada pemilihan hakim konstitusi di MK. Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 menegaskan, MK memiliki sembilan orang hakim yang diajukan masing-masing tiga orang oleh MA, tiga orang oleh DPR dan tiga orang oleh Presiden.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved