Praktik Penghulu Liar
Malam Sakral Senilai Rp 500 Ribu
Lelaki muda itu tampak resah. Sesekali matanya melihat orang-orang di sekitar yang jumlahnya tidak sampai sepuluh.
BANJARMASINPOST.CO.ID, BANDAACEH - Lelaki muda itu tampak resah. Sesekali matanya melihat orang-orang di sekitar yang jumlahnya tidak sampai sepuluh. Malam itu jarum jam menunjukkan pukul 21.00 WIB saat ia dan wanita di sampingnya duduk terdiam. Tidak ada yang istimewa tergambar dari raut wajah keduanya, kecuali perasaan gelisah menyelimuti seisi rongga dada.
Lelaki muda itu, sebut saja namanya Roy, adalah calon pengantin yang akan menikahi wanita idamannya, Rin (bukan nama sebenarnya). Keduanya telah memutuskan untuk menikah pada seorang kadi liar (penghulu). Malam itu menjadi momen paling sakral bagi keduanya. Hanya saja Roy dan Rin tak menjalani prosesi pernikahan yang semestinya seperti pernikahan umumnya yang tercatat di KUA.
Roy masih berusia 25 tahun. Perantau asal Sigli di Banda Aceh ini memilih mempersunting wanitanya, yang asal Banda Aceh di depan seorang kadi. Momen ijab kabul itu berlangsung malam hari, dan hanya diketahui oleh beberapa teman Roy dan beberapa orang dari Rin, yang menurut pengakuan mereka adalah keluarganya.
Tgk Kadi, tidak banyak bertanya atau menelisik lebih jauh siapa orang-orang yang dibawa kedua mempelai malam itu, sampai proses akad nikah berlangsung.
"Pakiban peu kabereh. (Bagaimana sudah beres)," kata Tgk Kadi kepada Roy yang malam itu tampak sedikit resah. "Ka (sudah)," sahut Roy dengan suara pelan.
"Peu jih yang bereh (apanya yang beres)," tanya Tgk Kadi lagi.
Sesaat kemudian, Roy menyerahkan sebuah amplop berisi uang senilai Rp 500.000. Seusai melihat sebentar, Tgk Kadi melanjutkan tugasnya.
"Kajeut tamulai. (Sudah bisa dimulai)," ujar lelaki itu. Suasana mendadak sepi dan hening.
Prosesi akad nikah diawali lantunan ayat suci Al Quran. Tgk Kadi kemudian melanjutkan tausyiah singkat, memberi pesan-pesan nasehat kepada kedua mempelai. Intinya kedua mempelai harus saling menjaga, dan berkasih sayang dalam membina biduk rumah tangga yang sebentar lagi akan mereka arungi bersama, nyaris seperti ceramah umumnya pada hari pernikahan.
Tidak berapa lama kemudian, Kadi meminta diperlihatkan mahar.
Semula Roy akan mempersunting Rin dengan mahar tiga mayam emas. Tapi lelaki itu hanya mempu membawa dua mayam emas. Tgk Kadi memakluminya, dengan memberi catatan satu mayam lainnya sebagai utang yang harus dilunasi Roy setelah menikah.
Pada akhirnya tibalah saatnya Roy mengucapkan ijab kabul dengan Tgk Kadi sebagai wali nikah si mempelai wanita. Roy ternyata benar-benar tak siap. Lafaz ijab kabul yang semestinya sesuatu yang sakral, berubah menjadi momen yang membuat seisi ruangan rumah sesak menahan tawa. Soalnya Roy kesulitan mengucapkan ijab kabul, sampai ia harus mengulangnya berkali-kali. Baru pada hitungan ketujuh kali setelah Tgk Kadi menuntunya, ia berhasil. Sejak malam itu, Tgk Kadi memutuskan Roy dan Rin sudah menjadi suami istri.
"Malam nyoe pih kajeut wo u rumoh (malam ini juga sudah bisa pulang ke rumah)," ujar Tgk Kadi, lega.
Selembar surat keterangan dari Tgk Kadi memperkuat bukti kalau keduanya sudah menjadi suami istri. Surat keterangan telah menikah itu langsung dapat dibawa pulang malam itu, bertuliskan dengan huruf mesin tik manual dalam kondisi dipres lengkap dengan tanda tangan Tgk Kadi dan dua foto mempelai.
Cerita pernikahan Roy dan Rin ini dituturkan seorang sumber Serambi yang ikut menyaksikan proses jalannya pernikahan pada seorang kadi liar di Banda Aceh.
"Semula saya diajak untuk menemani saja. Ketika sudah sampai saya juga ikut terkejut," ujarnya.
Peristiwa ini terjadi pada 2012 di sebuah rumah di sekitar Banda Aceh. Sumber tersebut juga mengaku melihat beberapa pasangan lainnya yang antre di luar ruangan dengan tujuan menikah pada malam itu.
Praktik menikah pada kadi liar memang bukan lagi isapan jempol. Kasus terbaru terjadi Jumat, 11 April 2014.