Kita Harus Move On

PRO dan kontra soal Undang-undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang baru saja disahkan DPR RI

Editor: Dheny Irwan Saputra

Mengapa pembentuk UUD 1945 menggunakan kata demokratis bagi mekanisme pemilihan kepala daerah dan tak menggunakan kata dipilih secara langsung sebagaimana Pemilu Presiden? Salah satu alasan yang dapat dilacak dalam risalah pembentukan Pasal 18 ayat (4) itu adalah, bahwa tak semua daerah di Indonesia mekanisme pemilihan kepala daerahnya dilakukan secara langsung.

Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta yang berstatus istimewa dan menempatkan Sultan Hamengkubuwono dan Paku Alam sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah misalnya, mekanismenya tak dilakukan melalui Pemilihan langsung, melainkan melalui penetapan oleh DPRD setempat.

Salahkah jika DPR RI mengembalikan pilkada ke DPRD ? secara konstitusional tak ada yang salah. MK sendiri melalui Putusannya Nomor 72-73/PUU/2002 menegaskan bahwa pilihan mekanisme kepala daerah adalah open legal policy atau kebijakan terbuka yang diserahkan kepada pembentuk UU sepanjang masih dilakukan secara demokratis.

Kini, kita tinggal menyempurnakan berbagai kekurangan pola pilkada di DPRD sebagaimana dulu pernah kita alami. Ruang itu tersedia dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang akan melengkapi lahirya UU ini.

Pada sisi lain, hak konstitusional warga negara untuk menguji UU ini di MK juga kita dorong untuk dilakukan. Kendati proses uji materiil UU ini di MK tak akan bisa menghentikan pemberlakuan UU ini, sampai dengan MK memutuskan bahwa UU ini inkonstitusional.

Tak ada guna terus berdebat, kita harus maju terus dengan tetap berikhtiar memperbaiki segala sisi kurang dari UU yang ada ini. Kita harus Move on! Wallahu'alam. (*)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved