Perppu (Bukan) Basa Basi
Banyak yang mengapresiasi langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas inisiatifnya
Oleh: Rifqinizamy Karsayuda
Banyak yang mengapresiasi langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atas inisiatifnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 dan Perppu Nomor 2 Tahun 2014.
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 membatalkan UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 membatalkan kewenangan DPRD untuk memilih dan memberhentikan Kepala daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada pihak lain, tak sedikit pula yang sangsi atas komitmen SBY untuk kembali menghadirkan Pilkada langsung di negeri ini. Skeptisme itu wajar, karena Partai Demokrat yang dipimpin SBY justru menyatakan walkout pada saat paripurna pengesahan UU Pilkada.
Aksi Walkout itu justru memberi jalan mulus bagi para pendukung Pilkada di DPRD untuk memenangi vooting saat paripurna di Senayan.
Jika melihat perjalanan panjang RUU pilkada hingga menjadi UU Pilkada yang megembalikan pemilihan di DPRD, maka semakin wajar kalau kita menganggap kehadiran Perppu adalah basa-basi semata.
Setidaknya sejak 2010, pemerintah melalui Kemendagri telah membuat RUU Pilkada.
Pembuatannya satu paket dengan RUU Desa dan RUU Pemda. Ketiganya adalah "pemekaran" dari UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur ketiga hal tersebut dalam satu UU.
RUU Pilkada yang dibahas Pemerintah itu memakan waktu yang amat lama, bahkan ketika pada tahun 2012 diserahkan ke DPR, Pemerintah masih saja beberapa kali mengubah substansinya.
Pola pemilihan yang diajukan pemerintah adalah pemilihan langsung dan pemilihan melalui DPRD. Dalam konsep terakhir yang diajukan pemerintah, pemerintah menghendaki Bupati dan Walikota dipilih secara langsung, sementara Gubernur dipilih melalui DPRD.
Bupati dan Wali kota dipilih secara langsung, karena otonomi hendak diletakkan di level Kabupaten/Kota. Sementara pada tingkat Provinsi, Gubernur akan difungsikan sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang sifatnya lebih administratif.
Sebelum konsep ini hadir, pemerintah sempat pula menghendaki Bupati dan Walikota dipilih oleh DPRD, sementara Gubernur dipilih secara langsung.
Alasan yang diajukan pemerintah untuk mengembalikan pemilihan ke DPRD salah satunya adalah soal biaya tinggi dalam penyelenggaraan Pilkada langsung, banyaknya konflik yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada langsung, termasuk semakin meningkatnya jumlah Kepala Daerah hasil Pilkada langsung yang ditetapkan sebagai tersangka.
Ide untuk mengembalikan Pilkada ke DPRD sesungguhny adalah ide pemerintah. Presiden sebagai Kepala Pemerintahan (semestinya) sudah mengetahuinya jauh-jauh hari.
Maka amat wajar jika Fraksi Demokrat yang merupakan refresentasi Parpol pimpinan SBY di DPR bersikap "memberi jalan" bagi hadirnya Pilkada lewat DPRD. Cara itu pada dasarnya adalah konsistensi sikap Demokrat sebagai partai pemerintah.