Primus Inter Pares

PUKUL 10.00 Wib hari ini di Gedung MPR/DPR/DPD-RI Jakarta, Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan diambil sumpahnya

Editor: Dheny Irwan Saputra

Oleh: Rifqinizamy Karsayuda

PUKUL 10.00 Wib hari ini di Gedung MPR/DPR/DPD-RI Jakarta, Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan diambil sumpahnya sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 2014-2019. Jokowi adalah orang kedua yang menjadi Presiden RI hasil pilihan langsung rakyatnya. Sebelumnya Susilo Bambang Yudhoyono juga dipilih rakyat Indonesia pada Pilpres 2004 dan 2009.

Sebagai buah dari pemilihan yang langsung melibatkan rakyat, keberadaan sosok presiden dan wakil presiden sudah barang tentu menjadi perhatian khalayak. Sorotan publik pada sosok keduanya bukan hanya setelah mereka terpilih, melainkan pula pada saat kampanye yang mereka gelar.

Sorotan publik itu dapat berbuah kecintaan mereka pada figur presiden dan wakil presiden. Kecintaan itu tak jarang bergerak ekstrim menjadi patronase. Sosok presiden dan wakil presiden yang mereka dukung dan pilih dianggap sebagai idola dan mengandung segala kebaikan dan kebenaran.

Pada titik itu, ketika ada kritik dari pihak lain pada sosok yang mereka idolakan, tak jarang mereka marah dan bereaksi keras. Beberapa konflik sosial berlatar politik kerap terjadi lantaran faktor ini.

Pada pihak lain, sorotan publik dapat pula beraroma kritik. Keberadaan sosok yang maju dalam Pilpres atau yang telah menjadi presiden dan wakil presiden kerap menjadi sasaran kritik publik. Kritik itu bergerak dari bandul yang rasional dengan melihat sosok Presiden dengan kemampuannya mengemban beban kerja seagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.

Pada ranah lain, ada pula kritik yang dekonstruktif pada sosok Presiden dan Wakil Presiden. Apapun yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden dilihat dari sisi negatifnya, sehingga sulit sekali menemukan kebaikan dan kebenaran yang mereka lalukan.

Cara pandang kita atas pemimpin bangsa seperti yang saya gambarkan di atas setidaknya telah berlangsung belasan tahun pasca reformasi bergulir.

Buah manis dari reformasi adalah menguatnya pengakuan negara akan hak asasi manusia, termasuk hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Suatu hak yang berpuluh-puluh tahun terbelenggu di masa lalu.

Kebebasan berpendapat itupula yang kerap melahrkan kritik tanpa batas kita pada pemimpin yang telah kita pilih dan sepakati bersama, terutama dalam hal Pemilihan Presiden yang kita pilih secara langsung.

Mengapa kita kerap melontarkan pujian berlebihan dan pada titik lain mengkritik keras pemimpin kita? jawabannya karena pemimpin adalah Primus Inter Pares.

Yakni manusia yang memiliki kelebihan kebijaksanaan, kecerdasan dan kekuatan dibanding yang lain. Sebagai Sosok yag memenangkan Pilpres secara langsung, sebagian besar publik meyakini ialah Sang Primus Inter Pares di banding kandidat lain.

Harapan yang besar itu, jika tak tercapai lantaran kinerja sang Presiden tak sesuai harapan, maka akan berbuah kekecewaan. Kekecwaan kerap kali melahirkan kritik bahkan cacian. Itulah pemandangan harian yang kita jumpai hari-hari ini di berbagai ruang publik, termasuk media massa.

Bagaimanapun presiden adalah manusia biasa yang memiliki banyak kelebihan dengan sederet pula kekurangan. Yang paling membedakan Presiden dengan kita ialah soal kewenangan konstitusional yang disandangnya.

Melalui kewenangan-kewenangan itu, seorang Presiden dapat menjalankan banyak fungsi pemerintahan. Tak hanya pada wilayah eksekutif, dimana ia adalah sebagai kepala eksekutif (chief of executive) itu sendiri, melainkan pula pada wilayah legislatif bahkan yudikatif.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved