Remaja Ini Gugat Toko Pakaian karena Ditolak Bekerja Mengunakan Hijab
Samantha Elauf mengatakan, gugatan itu dilayakannya karena pada 2008 Abercrombie dan Fitch menolak dia bekerja di toko karena dia berhijab.
BANJARMASINPOST.CO.ID - Seorang remaja putri di Amerikan Serikat menggugat di Mahkamah Agung terhadap sebuah toko pakaian, Abercrombie dan Fitch, yang mentolak mempekerjakannya karena dia berhijab.
Seperti dirilis Metro, Selasa (2/6/2015), remaja putri bernama Samantha Elauf itu berhasil mendapat dukungan dari hakim.
Samantha Elauf mengatakan, gugatan itu dilayakannya karena pada 2008 Abercrombie dan Fitch menolak dia bekerja di toko yang berada di Oklahoma karena jilbab tradisional yang ia kenakan.
Hakim pun menyatakan, Samantha Elauf berada di bawah Undang Undang Hak Sipil tahun 1964, yang antara lain melarang diskriminasi kerja berdasarkan keyakinan dan praktik keagamaan.
Elauf mengenakan hijab saat menjalani wawancara kerja, tetapi tidak secara khusus mengatakan bahwa dia seorang Muslim, dan ia ingin perusahaan untuk memberinya akomodasi keagamaan.
Namun perusahaan membantah menolak Samantha Elauf bekerja karena alasan mengenakan jilbab, tapi dia ditolak karena melanggar 'kebijakan' sebagai seorang anggota staf penjualan.
Kelompok Muslim di AS menyatakan mendukung Samantha Elauf dari diskriminasi kerja terhadap muslim di Amerika Serikat.
Disebutkan, seringkali seorang wanita yang mengenakan jilbab menjadi pemicu diskriminasi.
AS Equal Employment Opportunity Commission (EEOC), telah melaporkan bahwa muslim yang mengajukan klaim kerja tentang diskriminasi dan kegagalan untuk menyediakan akomodasi agama dari kelompok agama lain.
Kelompok yang mewakili agama Kristen, Yahudi dan Sikh, juga mengajukan dokumen pengadilan dukungan terhadap Samantha Elauf.
Hari ini Mahkamah Agung AS memutuskan mendukung Elauf pada 8-1 orang dalam apa yang telah menjadi kasus hak-hak agama penting di negara ini.
Pengadilan menyerahkan kemenangan ke EEOC, agen federal yang menggugat perusahaan atas nama Samantha Elauf.
Abercombie mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kasus tersebut akan terus berlanjut, karena mereka mencatat bahwa pengadilan tidak menetapkan bahwa telah terjadi diskriminasi.
"Kami akan menentukan langkah-langkah berikutnya dalam litigasi," kata pernyataan perusahaan itu.
Keputusan MA AS itu adalah keputusan kedua oleh pengadilan tinggi terkait dugaan diskriminasi terhadap muslim di AS.
Pada Januari 2015 lalu, hakim menemukan bahwa kebijakan Arkansas melarang narapidana memiliki jenggot telah melanggar hak-hak agama dari tahanan yang melaksanakan keyakinannya sebagai muslim.
