Bak-buk Durian Jatuh! Hmmm Legit dan Tebalnya Durian Baduy
Berada di permukiman Baduy, Desa Kanekes, Banten, pada puncak musim durian seperti kali ini ibarat mimpi yang jadi nyata bagi pencinta durian.
Jika pepohonan durian bersinggungan dengan jalur pejalan kaki, pemiliknya akan berusaha ”mengamankan” dengan mengikat setiap buah dengan tali.
Biasanya proses pengikatan buah itu memakan waktu seharian per pohon. Durian yang diikat adalah buah yang kulitnya mulai mengeras. Buah-buah yang sudah matang dan terlepas dari tangkainya tampak bergelantungan terikat tali di dahan-dahan pohon.
Keluarga Endang memiliki 200 pohon durian yang sebagian besar di antaranya sudah tua. Pohon durian tersebut tumbuh liar di hutan tanpa ada yang menanam dan tak perlu dipelihara.
Karena proses penyebarannya alamiah, tak ada penyeragaman varietas durian hutan di Baduy. Akibatnya, mencicipi durian Baduy menjadi semacam petualangan rasa. Setiap buah memiliki rasa unik yang bisa saja berbeda dengan buah dari pohon lainnya.
Panen Durian Baduy
Setiap pohon bisa menghasilkan 50 durian dalam satu kali pemanenan. Biasanya, warga Baduy dalam ataupun luar menjual buah durian dengan rentang harga Rp 10.000-Rp 25.000 bergantung pada ukuran buah.
Dari kedalaman hutan, durian-durian tersebut diangkut anak-anak kecil hingga pemuda dengan ongkos pikul berjalan kaki melintasi perbukitan Rp 500 per butir. Satu kali angkut mereka bisa memikul 20 durian.
Legitnya durian Baduy semakin menggiurkan ketika disantap sembari menginap di perkampungan Kanekes. Sebagian warga membuka lebar-lebar pintu rumah mereka untuk wisatawan.

Sesuai aturan adat, mereka dilarang menerima tamu wisatawan asing. Dengan ongkos menginap Rp 75 ribu per orang, para tamu bisa tidur beralaskan tikar di ruang tamu rumah-rumah panggung yang terbuat seluruhnya dari bambu dan kayu tanpa aliran listrik.
Pemilik rumah di Kampung Marengo, Kanekes, Pangiwa Sarman (50), sempat meminta maaf karena tak bisa menjamu durian dari kebun miliknya. Semua panenan tahun ini ludes terjual sehingga tak ada lagi yang tersisa di ladang.
Enam anak Sarman memanfaatkan waktu membantu panenan durian para tetangganya. Anak perempuan Sarman, Eha (10), juga turut memikul durian dari hutan menuju Terminal Ciboleger.
Berjarak sekitar 40 kilometer dari kota Rangkasbitung atau 172 kilometer dari Jakarta, Kanekes menawarkan kehidupan yang jauh dari hiruk-pikuk kota.
Kehidupan ala nenek moyang yang sengaja menutup diri dari pengaruh dunia luar dan menjaga cara hidup tradisional secara ketat.
Kehidupan sederhana yang berdamai dengan alam. Dari alam pula, durian-durian itu tumbuh dan menebar rasa manis nan legit.
