Penggerebekan Obat Palsu di Balaraja Ternyata dari Laporan Polda Kalsel
Penggunaan obat-obatan tersebut jika berlebihan juga bisa memecah konsentrasi penggunanya dan membahayakan diri sendiri serta orang lain.
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus menelusuri peredaran obat palsu yang disinyalir mengandung zat berbahaya.
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, tak menutup kemungkinan peredaran obat tersebut mencapai daerah-daerah lain dan masuk ke apotik resmi.
"Itulah, selanjutnya kita akan telusuri. Ke mana saja itu. Itu bisa dimungkinkan ke fasilitas yang resmi juga masuk. Tapi tentu kami juga membutuhkan penelusuran lebih jauh," ujar Penny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Sebanyak lima gudang produksi obat palsu di Balaraja, Banten, digerebek oleh petugas Bareskrim Polri dan BPOM. Di lokasi tersebut ditemukan berbagai macam mesin produksi, mulai dari pembuatan bahan baku hingga pengemasan.
Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Antam Novambar mengatakan, di gudang tersebut ditemukan berbagai mesin untuk memproduksi obat.
Tak tanggung-tanggung, obat hasil produksi yang disita dari lokasi jumlahnya 42.480.000 butir dari berbagai merek.
Tak hanya memproduksi, pabrik tersebut juga mengedarkan obat-obatan secara ilegal. Peredarannya mayoritas di Kalimantan Selatan.
Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Antam Novambar mengatakan, mulanya ia mendapat laporan dari Polda di Kalsel mengenai banyaknya pelaku kriminal yang menggunakan obat palsu ini sebelum melakukan kejahatan. Jadi, obat-obatan tersebut memicu seseorang untuk berbuat melawan hukum.
"Ada kejadian kekerasan, perkelahian, penusukan, rata-rata tersangkanya minum gini-giniannya (obat) dulu. Kalau dua-duanya minum, halusinasi, maka mereka berkelahi," ujar Antam.
Penggunaan obat-obatan tersebut jika berlebihan juga bisa memecah konsentrasi penggunanya dan membahayakan diri sendiri serta orang lain.
Setelah itu, Bareskrim Polri membuka penyelidikan soal produksi dan peredaran obat palsu sejak delapan bulan lalu.
Bahkan, Antam menyebut orang banyak menyalahgunakan obat-obatan ini karena efeknya seperti narkoba, namun jauh lebih murah.
"Obat begini palingan Rp 1.000-2.000. Narkoba bisa jutaan. Ini lebih berbahaya," kata dia. (*)
