Perbankan
OJK: Dana Perbankan di SUN Tertinggi dalam 5 Tahun
Berdasarkan data statistik perbankan Indonesia (SPI) OJK, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 saja
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sampai Oktober 2016, total nilai dana milik perbankan yang diparkir di surat utang negara mencapai Rp 884,64 triliun. Angka penempatan tersebut merupakan yang tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan data statistik perbankan Indonesia (SPI) OJK, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 saja, kenaikan penempatan ini mencapai 31,99%.
Jika dilihat, kelompok bank yang menyumbang penempatan bank di surat utang negara adalah bank umum kelompok usaha (BUKU) III yang memiliki modal inti antara Rp 5 triliun sampai Rp 30 triliun dan BUKU IV dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
Kontribusi kedua kelompok BUKU tersebut tercatat sebesar 86,19% dari total dana bank yang diparkir di surat utang negara. Adapun mayoritas 62% penempatan dana ini ditempatkan pada obligasi, sedangkan 12,91% lainnya di sertifikat bank Indonesia (SBI).
Kalangan bankir menyebut, sampai akhir tahun 2016 ini, penempatan dana perbankan di surat berharga juga masih tinggi. Ada dua penyebab utama yang membuat perbankan memilih memarkirkan dananya di surat berharga.
Pertama, masih lemahnya pertumbuhan kredit dikarenakan para pelaku usaha masih wait and see terhadap kondisi ekonomi dalam negeri. “Pertumbuhan kredit belum sesuai harapan,” ujar Parwati Surjaudaja, Direktur Utama Bank OCBC NISP, Rabu (28/12).
Sedangkan faktor yang kedua adalah lantaran adanya peningkatan dana di perbankan sebagai imbas dari program amnesti pajak (tax amnesty) yang digelar oleh pemerintah tahun ini.
Direktur Utama Bank Panin Herwidayatmo menuturkan, penempatan dana dalam surat berharga memang menjadi salah satu alternatif pilihan yang dapat digunakan perbankan untuk menyalurkan dana simpanan (DPK) yang terus tumbuh.
"Apalagi surat utang negara ini cukup bervariasi, seperti obligasi pemerintah, korporasi, surat berharga Indonesia, sukuk, dan surat perbendaharaan negara yang berjangka pendek,” ujarnya.
Tersedianya beberapa instrumen jangka pendek seperti surat perbendaharaan negara tersebut dinilai sangat membantu perbankan. Sehingga saat permintaan kredit sudah mulai tumbuh, bank bisa dengan mudah mencairkannya dan mengalihkannya menjadi kredit.
Direktur Keuangan BTN, Iman Nugroho Soeko menilai, kenaikan penempatan dana di surat utang ini normal di saat adanya kelebihan likuiditas yang belum dipakai untuk penyaluran kredit.
“Selain itu, bank juga perlu menjaga likuiditas dalam bentuk liquidity coverage ratio (LCR) sehingga perlu aset dalam bentuk surat berharga,” ujar Iman.
Masih akan tumbuh
Para bankir ini memperkirakan kondisi seperti ini masih akan terus berlanjut di tahun depan. Penempatan dana perbankan di surat utang negara masih akan cukup tinggi. Namun demikian, kenaikannya diperkirakan tidak akan setinggi tahun ini.
"Penempatan dana di surat utang masih akan naik, namun ada perlambatan," kata Parwati. Hal itu akan terjadi sesuai dengan harapan adanya perbaikan ekonomi terjadi pertumbuhan kredit di sektor rill. Bank Indonesia memperkirakan, pertumbuhan kredit di tahun depan akan berkisar 11%-12%.
Sedangkan sampai dengan Oktober 2016 kemarin, kredit hanya bertumbuh sebesar 7,5%.
Namun Iman mengatakan, jika tahun depan aset perbankan naik, otomatis aset dalam bentuk highly qualified liquid assets yang umumnya berbentuk surat utang itu juga harus dinaikkan. Hal itu bertujuan agar LCR bisa tetap terjaga sesuai dengan ketentuan regulator.
