Pemerintah Sebabkan Kegelisahan Rakyat

Awal 2017 adalah awal yang buram bagi kondisi sosial masyarakat Indonesia, ini karena di awal tahun pemerintah memutuskan

Editor: BPost Online
BPostcetak
Fahrianoor SIP MSI 

Oleh: FAHRIANOOR SIP MSi
Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi
Unpad Bandung/Dosen Prodi Ilmu Komunikasi ULM

Awal 2017 adalah awal yang buram bagi kondisi sosial masyarakat Indonesia, ini karena di awal tahun pemerintah memutuskan berbagai kebijakan yang jauh dari kesan berpihak kepada rakyat. Pemerintah secara sepihak menaikan harga tarif dasar listrik (TDL), menaikkan tarif Pengurusan Surat Tanda Kendaraan Bermotor, menaikan harga BBM dan agenda lain adalah berupaya untuk mencabut subsidi gas elpiji 3 kg.

Kebijakan-kebijakan yang seperti ini, di tengah situasi ekonomi rakyat yang tidak stabil tentu dapat menjadi persoalan sosial yang serius bagi rakyat, terutama bagi yang secara ekonomi masih berada dalam level prasejahtera.

Pemerintah terkesan kurang memiliki empati kepada rakyatnya, kenaikan-kenaikan beberapa elemen tersebut akan berdampak pada kenaikan yang lain sehingga dapat menimbulkan inflasi yang serius. Orang miskin semakin tidak berdaya menghadapi kehidupan yang kian berat. Hal ini semakin memperlebar garis pemisah antara rakyat miskin dan rakyat yang kaya.

Mengutif data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) menyebutkan Indonesia masih berada pada peringkat ke-4 negara paling timpang di dunia. Salah satu indikasinya adalah satu persen orang terkaya negeri ini menguasai 49,3 persen aset nasional (Kompas, 5 Januari 2017).

Apabila dilihat dari apa yang dilakukan oleh pemerintah dengan menaikkan berbagai tarif dan harga yang menjadi kebutuhan dasar rakyat, dan orang-orang kaya yang menguasai aset nasional ini menunjukan pemerintah terkesan mengabaikan dan juga meninggalkan rakyatnya. Pertanyaannnya mengapa pemerintah sepertinya tidak peduli dengan nasib rakyatnya?

Hal ini dapat dilihat dari motif dan kepentingan politik dari pemerintah. Pemerintah berusaha untuk menghasilkan berbagai produk kebijakan yang dapat menguntungkan ekonomi negara, tapi mengabaikan rakyatnya. Menaikkan berbagai tarif dan harga serta melakukan pencabutan terhadap berbagai subsidi yang semula dapat melindungi rakyat, ini tentu dapat menambah pundi-pundi negara. Jadi anggaran negara dihasilkan dari penderitaan rakyat.

Pada sisi lain, realitas yang terjadi ada banyak program dan proyek yang justru tidak tepat sasaran dan kesemuanya bersumber dari uang rakyat. Kartu Jamkesmas, kartu pintar, dan berbagai program lainnya banyak yang belum dirasakan secara optimal oleh rakyat.

Realitas lain yang kontradiktif adalah pemerintah berkoar-koar untuk menyejahterakan rakyat, tapi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah berkebalikan dari yang dikumandangkannya. Pemerintah terkesan mengibuli rakyat, rakyat seperti anak-anak yang “gampang diiming-imingi dengan mainan yang disukai”, sehingga mudah untuk dibujuk. Jadi, rakyat seharusnya bertanya, pemerintahan seperti apa yang ada sekarang ini.

Dampak Sosial
Berbagai kebijakan pemerintah yang jauh dari upaya untuk menyejahterakan rakyat tersebut, tentunya berpengaruh pada kehidupan sosial rakyat. Ada beberapa pengaruh yang dapat muncul, pertama, rakyat tidak mendapatkan kepastian yang jelas atas berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah. Berbagai isu kebijakan, seperti isu pencabutan subsidi gas elpiji 3 kg, dan pencabutan subsidi listrik ini jelas menimbulkan dampak yang negatif bagi kehidupan sosial rakyat. Apalagi drama politik pemerintah yang saling melemparkan isu tersebut, sehingga rakyat semakin dihadapkan pada ketidakpastian.

Kedua, rakyat tidak mendapatkan jaminan dan perlindungan atas berbagai kebijakan politik tersebut. Seperti kenaikan harga cabai saja pemerintah tidak mampu mengatasinya, padahal selaku penentu regulasi pemerintah dapat melakukan intervensi atas kenaikan tersebut.

Ketiga, dalam kehidupan sosial, rakyat akan menentukan berbagai tindakan sosial yang spekulatif, seperti penimbunan barang, menaikkan harga sekehendaknya, karena pemerintah abai terhadap berbagai perilaku spekulatif rakyat tersebut. Pemerintah sibuk dengan agendanya dan kepentingannya sendiri, rakyat dibiarkan menyelesaikan masalahnya tanpa pemerintah.

Keempat, menimbulkan dampak politik, yaitu terkait dengan berkurang bahkan bisa hilangnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah. Persoalan kepercayaan adalah persoalan yang sangat penting. Penting bagi pemerintah untuk mendapatkan dukungan politik dari rakyat sehingga kebijakan strategis dapat berjalan dengan baik. Bagi rakyat penting juga untuk munculkan keberpihakan pemerintah kepada rakyat, dan bukan sebaliknya pemerintah lebih berpihak pada elite politik. Hilangnya kepercayaan dapat mengancam keberlangsungan suatu negara.

Wajah Baru Otoritarian
Menurut Fukuyama, kepercayaan adalah unsur terpenting membentuk modal sosial suatu negara. Hilangnya kepercayaan dapat menyebabkan suatu negara mengalami krisis multidimensi.

Jika kondisinya seperti ini, maka pemerintah harus segera untuk diingatkan, untuk mengingatkan dapat dilakukan dengan dua cara. Cara pertama adalah melalui mekanisme kekuatan rakyat. Rakyat secara langsung menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, melalui elemen-elemen kekuatan civil society dalam hal ini lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan menyampaikan permasalahan yang rakyat hadapi. Hal ini memerlukan syarat yaitu perlu adanya kesadaran dari kelompok civil society bahwa rakyat sedang dihadapkan pada permasalahan serius.

Cara lainnya adalah melalui mekanisme yang konstitusional, yaitu melalui kembaga negara DPR RI. Wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR RI merupakan representasi dari rakyat, mengatasnamakan rakyat maka idealnya mampu melakukan kontrol atas berbagai kebijakan pemerintah yang tidak prorakyat. Mekanisme konstitusional ini memiliki kemampuan daya tekan terhadap pemerintah.

Namun bila elemen civil society melemah, lembaga konstitusi juga tidak berdaya, maka pemerintah akan semakin kuat. Akibatnya sudah dapat dipastikan rakyat akan menjadi bulan-bulanan kebijakan yang tentunya dapat menimbulkan kegelisahan sosial dari rakyat. Tidak mustahil gaya politik otoritarian akan muncul dan tumbuh dengan wajah barunya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved