Berita Martapura
Hasan Jarang Terima Pesanan di Rumah Setelah Tren Batu Usai
Hasan merupakan satu dari beberapa Pengrajin Kamasan yang kini masih bertahan di Kampung Kamasan Desa Dalam Pagar Ilir Kecamatan Martapura Timur.
Penulis: Ahmad Rizky Abdul Gani | Editor: Murhan
BANJARMASINPOST.CO.ID, MARTAPURA - Masih mengenakan sarung bergarisnya, Jumat (20/1/2017) siang itu, Hasan (22) tak langsung bersantai selepas mengemban ilmu di Madrasah Muroatus Syibyan Desa Dalam Pagar Ilir Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar.
Dia malah memilih menuju meja kerjanya di ruang tamu kediamannya Desa Dalam Pagar Ilir Kecamatan Martapura Timur Kabupaten Banjar. Satu per satu remaja tersebut kemudian mengeluarkan alat kerjanya.
Kendati sekilas peralatan tersebut memang tak ada hubungannya dengan ilmu yang kini Hasan tekuni saat ini. Namun siapa sangka melalui peralatan itu pula, Hasan pun mampu mengais rezeki dan menjadi tulang punggung keluarganya.
Ya, Hasan merupakan satu dari beberapa Pengrajin Kamasan yang kini masih bertahan di Kampung Kamasan Desa Dalam Pagar Ilir Kecamatan Martapura Timur.
Dia menghasilkan beragam perhiasan berapa emas dan perak yang indah sesuai pesanan dan tren ramai di tengah pasaran.
Proses tersebut pun tentu tak mudah dilakukan semua orang. Menurut Hasan, demi membuat sebuah gelang atau cincin berbahan campuran perak atau emas tentu memerlukan kesabaran dan ketelitian.
Pasalnya, kedua hal itulah yang nanti menentukan nilai estetika suatu perhiasan sehingga sesuai minat pelanggan di pasaran. "Misalnya seperti membuat gelang perak ini, awalnya perak dibakar hingga meleleh. Kemudian ditempa guna membentuk sesuai harapan, sebelum akhirnya memasang berlian atau intan sesuai pola yang sudah direncanakan," jelasnya.
Hasan mengatakan, guna menyelesaikan sebiji gelang tersebut memerlukan waktu selama sekitar satu minggu. Sebelum akhirnya, empat atau lima biji gelang tersebut pun kemudian ia jajakan ke beberapa toko perhiasan di Kota Banjarmasin. "Adapun satu biji gelang kandungan peraknya sekitar 20 gram. Berbeda dengan gelang perak lainnya, gelang bikinan kami murni asli perak asli," ujarnya.
Namun hanya saja, dari apa proses panjang dan rumit yang dilakukan Hasan sebelumnya terkadang masih jauh dengan harapannya. Selain sulit dan sepinya pemasaran hasil kerajinan Kamasan yang saat ini ia tekuni, juga harga pun tak jarang menjadi pelecut mentalnya menekuni pekerjaan tersebut.
"Ya paling sekitar Rp 12 ribu hingga Rp 13 ribu pergramnya. Itupun paling terkadang hanya Rp 15 ribu pergramnya. Berbeda dengan harga toko, mereka patok terkadang berkisar sampai Rp 25 ribu pergramnya kepada pembeli," ungkap Hasan.
Hasan juga mengaku dirinya kini memang sangat jarang menerima pesanan pembuatan perhiasan yang datang ke kediamannya. Berbeda saat maraknya musim batu berharga pada 2015 akhir lalu, dalam sehari padahal ia mampu menerima penghasilan sebesar Rp 100 ribu perharinya.
"Kondisi tersebut sebetulnya tidak hanya saya alami sendiri melainkan pula para pengrajin kemasan lainnya di Kampung Kamasan Desa Dalam Pagar ini, " ucap Hasan.
Hasan mengatakan, adapun keterampilan tersebut sebetulnya ia peroleh secara ortodidak dari sang kakek hingga ayahnya. Namun menyusul sang ayah saat ini terserang penyakit stroke hingga ia pun meneruskannya.
"Sebelumnya memang pernah bekerja di tempat lain. Tapi itu tak berlangsung lama, saya berhenti dan menjadikan penghasilan saya yang terkumpul sebagai modal menekuni pekerjaan ini," jelasnya.
Hanya saja, Hasan berharap di tengah kondisi berangsur sepi dan mulai tergesernya kerajinan asli daerahnya, Kamasan tersebut pemerintah daerah dapat kembali mengangkat dan membantu mempromosikan kembali hasil kerajinan itu.
"Terlebih ada suntikan modal, sehingga kerajinan Kamasan dapat terus ada menjadi warisan budaya masyarakat Banjar. Dan itulah yang kini menjadi alasan saya menekuni pekerjaan ini, " tutup remaja Desa Dalam Pagar Ilir itu.
