Menguji Kejujuran Pendidikan Kita
Sesungguhnya hasil dari US adalah pembuktian dari segala proses pendidikan kejujuran suatu bangsa. Bangsa yang jujur akan
Oleh: DWI AMBAR SURYANINGSIH SAG SPD
Guru SDN 1 Komet Banjarbaru
Pendidikan sejatinya mendidik anak bangsa untuk memiliki karakter yang terpuji dan membanggakan. Proses pendidikan, itu bukan sekadar duduk di bangku sekolah dan menghafalkan sejarah serta berbagai teks yang membebani.
Proses transfers of habit, menjadi kunci akan pendewasaan anak didik sehingga kematangan diri akan dirasakan sedini mungkin. Karakter anak didik yang menghargai perbedaan, hormat kepada kebenaran dan keteladanan, berempati dengan segala kesengsaraan dan kesusahan serta optimistis melihat masa depan adalah sesuatu yang dirindukan dari target mendidik dengan segala prosesnya.
Ujian Sekolah (US) sebagai tolok ukur kejujuran bangsa. Guru yang sudah berpeluh keringat agar anak didik siap mengerjakan soal ujian dengan penuh kejujuran, bisa saja sirna idealisme dan dedikasinya, ketika ada tuntutan target yang tidak diyakini sesuai kemampuan. Berbagai upaya akan ditempuh. Akhirnya, tak jarang kecurangan dilakukan. Anak diberikan kunci jawaban, diajarkan ketidakjujuran, menganggap bahwa curang itu boleh, tidak jujur itu biasa, dan tidak takut berbuat dosa.
Saat ini (25-28 April 2017), dilaksanakan US khususnya untuk pendidikan tingkat dasar (SD). Di beberapa daerah banyak dijumpai aksi-aksi yang justru membuat anak didik tegang dan merasa tidak nyaman serta menganggap bahwa US adalah satu-satunya kegiatan yang menentukan masa depan. Ada prosesi sungkeman, ada event-event seolah menghipnotis siswa agar selalu semangat latihan menjawab soal dengan sistem drill yang melelahkan, seakan menjadi syarat yang harus diikuti anak didik sebelum ujian. Padahal bukan demikian.
Sewajarnya ujian bukan saja hanya menghasilkan daftar nilai-nilai sempurna yang akan memuaskan guru dan pelaku pendidikan, sementara anak didiknya kehilangan keberanian, kehilangan kemandirian, kehilangan proses menikmati masa bermain, dan seolah-olah nilai yang sempurna adalah puncak dari segala proses pendidikan. Sejatinya, keseimbangan nilai dan keberanian berpikir bebas bertanggung jawab menjadi tujuan dari proses pendidikan karakter anak bangsa yang memang subjektif dinilai tetapi bisa dirasakan.
Sesungguhnya hasil dari US adalah pembuktian dari segala proses pendidikan kejujuran suatu bangsa. Bangsa yang jujur akan menghasilkan sosok masyarakat yang jujur. Masyarakat yang jujur membebaskan hidupnya dari perasaan bersalah dan berdosa sehingga bangsa lebih merdeka, berwibawa, dan jauh dari perilaku koruptif dalam segala lini.
Keberanian dan Nyali Siswa
Ketika proses belajar di kelas, peserta didik diajak guru untuk selalu memiliki nyali dan berani mengatakan tidak bisa dan bertanya, ketika memang tidak bisa. Keberanian siswa untuk bertanya dan berani kritis akan suatu masalah pastilah tidak mungkin instan.
Seorang guru bisa jadi stres bukan kepalang ketika meminta siswanya untuk sekadar bertanya saja tidak mampu, apalagi menjawab pertanyaan. Terkadang pembawaan diri atau karakter diam adalah cara terbaik agar tidak kelihatan mampu dan kurang mampu menjadi problem tersendiri.
Guru mempunyai cara bagaimana membangkitkan motivasi siswa untuk menjadi percaya diri. Namun bukan hal mudah tanpa didukung oleh orangtua. Orangtua yang bertanggung jawab adalah yang mengawal perkembangan anaknya dalam setiap perubahan diri. Bukan sekadar merasa sudah membayar kepada guru atau sekolah, kemudian pasrah dan apatis.
Kemajuan karakter anak didik sangat didambakan, di antaranya punya sifat jujur, pemberani, mandiri, dan berwawasan luas, mustahil terwujud hanya mengandalkan pertemuan antara anak didik dan guru di sekolah yang singkat.
Peran dan karakter orangtua, yang dimulai dengan bagaimana mendapatkan rezeki yang halal, demokratis, berakhlak mulia, jauh dari perilaku koruptif, mampu memberikan motivasi dan keteladanan dalam keluarga dan lingkungan. Serta peduli kepada bangsa dan negara menjadi kunci bagamaina mewujudkan generasi yang menjadi idaman dan berperilaku berkemajuan. Jadi selain guru dalam perannya yang terbatas, orangtua dan masyarakat pun sangat berperan.
Bukan Momok
Ketika anak didik sedang menempuh ujian, mereka harus mendapatkan motivasi bahwa ujian bukanlah momok penentu masa depan utama. Kejujuran anak menjadi alat ukur menarik untuk mewujudkan karakternya dan masa depannya. Prestasi dan menjadi yang terbaik adalah penting.
Orangtua tetap boleh bermimpi anaknya menjadi yang terbaik, akan tetapi bagaimana menjadikan proses yang jujur ketika menjawab, berpikir sistematis dalam memproses sebuah jawaban, berani bertanggung jawab atas jawaban dan pilihannya, selalu optimistis akan sikapnya adalah sebuah proses istimewa dalam pencarian jati diri. Hasil ujian penting, tetapi karakter dan kepribadian humanis jauh lebih diperlukan untuk membangun masa depan bangsa.
Oleh karena itu, ketika ujian tiba, peran orangtua, guru, pimpinan sekolah, dan dinas pendidikan harus bersatu padu bagaimana menjadikan momentum ujian bukan saja untuk mengetahui nilai pencapaian sebuah proses belajar yang formal dan normatif, tetapi bagaimana membentuk pribadi yang jujur dan berkarakter lebih diutamakan.
